JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan erupsi Gunung Agung, yang saat ini berstatus Awas, tidak akan sebesar letusan pada tahun 1963.
“Kemungkinan (letusan) seperti 1963, kemungkinannya kecil. Jadi, letusannya tidak akan sebesar tahun 1963. Ini dilihat dari energi pada dapur magma gunung, yang tidak sebesar (letusan pada) 1963,” kata Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, di Gedung BNPB, Jakarta, Senin (27/11).
Letusan Gunung Agung yang berlangsung selama satu tahun, pada tahun 1963, mengakibatkan kolom letusan atau semburan abu vulkanik sejauh 20km dari puncak kawah.
“Sementara yang sekarang, semburan abu vulkaniknya (hanya) sekitar 3.500 meter (3,5km) sampai 4.000 meter (4km),” tutur Sutopo.
Selain itu, juru bicara BNPB ini juga menegaskan bahwa dampak korban jiwa yang akan ditimbulkan oleh erupsi Gunung Agung kali ini, “juga tidak (akan) terlalu besar, karena peralatan lebih maju. Informasi dan peringatan kepada warga juga sudah lebih maju dari sebelumnya.”
Sebanyak 1.549 orang tewas akibat dampak langsung letusan Gunung Agung pada tahun 1963. Selain itu, 1.700 rumah hancur, dan 225.000 orang kehilangan mata pencaharian.
Sementara, BNPB menyebut, untuk letusan Gunung Agung tahun 2017, “sampai saat ini belum ada korban jiwa.”
LETUSAN LEBIH BESAR AKAN TERJADI
Letusan Gunung Agung pada akhir November ini, bermula dari erupsi pada Selasa (21/11). Erupsi pembuka tersebut membuat rekahan kawah Gunung Agung “semakin besar”.
Erupsi pertama itu disusul erupsi kedua pada Sabtu (25/11). Letusan yang bermula sore itu, disusul erupsi magmatik, di mana gunung memuntahkan material di dalam perutnya.
“Setelah kita cek, ternyata ada sinar dari dalam kawah, lava membanjir. Paginya, material tererupsikan, warnanya kuning kemerahan. Itu ciri khas Gunung Agung. Sampai sekarang erupsi terus berlangsung,” kata Sutopo.
Meski letusan diprediksi tidak akan sebesar letusan pada tahun 1963, tetapi BNPB menekankan “kemungkinan letusan lebih besar (dari yang saat ini terjadi), sangat tinggi”.
“Lava terus penuh, tremor terus. Dan kemungkinan erupsi lebih besar.” Letusan lebih besar juga diindikasikan dengan adanya dentuman dari gunung, yang suaranya terdengar hingga kejauhan 12km.
“Dan ini tidak kita ketahui akan terjadi sampai kapan,” tutur Sutopo.
BARU SEPARUH WARGA YANG TERCATAT MENGUNGSI
Dengan penetapan status bahaya tertinggi, yaitu level 4 atau Awas, masyarakat diminta tidak mendekati Gunung Agung dalam radius 8km. Radius itu ditambah 2km, menjadi 10km bagi kawasan di utara, timur laut, selatan dan barat daya gunung.
Ini berarti terdapat 22 desa yang warganya harus mengungsi. Meskipun begitu, dari total 90.000 sampai 100.000 jumlah warga di seluruh desa tersebut, BNPB mencatat baru “40.000 yang sudah mengungsi.”
“Banyak yang belum mengungsi karena ternak mereka belum dievakuasi. Atau mereka masih merasa aman,” lanjut Sutopo. “Sekarang di sana ada personil yang melakukan penyisiran. Kalau perlu dievakuasi paksa.”
Dari total 14.000 hewan ternak: sapi, babi dan kambing warga yang terdata, saat ini baru 5.400 ekor antaranya yang telah dievakuasi.
Evakuasi dinilai sangat penting, mengingat Bali yang telah memasuki musim hujan, membuat kemungkinan banjir lahar dingin, yaitu abu dan pasir hasil erupsi gunung yang hanyut dibawa hujan, semakin besar. Peristiwa ini telah direkam warga, terjadi pada Senin, (27/11), di Desa Muncan.
Meskipun status tanggap darurat ditetapkan di Karangasem, daerah lain di Bali, misalnya Sanur, Tanah Lot, Kuta, Nusa Dua dan Ubud, yang menjadi pusat wisata Pulau Dewata, ditegaskan BNPB “masih aman”. (Rafki Hidayat/BBC Indonesia)