30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Anggota KPU Mengaku Dipaksa Terima Amplop Mantan Bupati Nisel

JAKARTA- Teka-teki mengenai siapa penerima uang percobaan suap yang diduga dilakukan mantan Bupati Nias Selatan Fahuwusa Laia, terjawab sudah. Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat Saut Hamonangan Sirait mengaku, dirinya yang menerima amplop dari Fuhusuwa.

Anggota KPU Pusat pengganti Andi Nurpati ini menyebutkan, uang yang diserahkan Fuhuwusa besarnya Rp99,9 juta yang dimasukkan ke dalam kantong kertas bermotif batik di kantor KPU Pusat 13 Oktober 2010 lalu. Dia menduga, Fuhusuwa salah hitung hingga jumlahnya ‘cuman’ Rp99,9 juta.

“Di bundel uangnya tertulis Rp100 juta tapi mungkin ada satu lembar Rp100 ribu yang tercecer,” ujar Saut Sirait, yang di KPU Pusat menjabat sebagai koordinator pemilukada wilayah Sumatera Utara itu, saat dihubungi wartawan, Rabu (27/4).

Dia cerita, saat disodori uang itu, dia mengaku sempat menolak. Hanya saja, Fahuwusa tetap memaksa. Saut kukuh tidak sudi menerimanya, namun Fuhusuwa meninggalkan bungkusan uang tersebut di meja kerjanya. Lantas, kasus ini dia laporkan ke KPK. “Saya lapor ke KPK sebagai penerimaan gratifikasi. Kewajiban saya sudah dijalankan,” katanya.

Berdasarkan aturan pasal 12 B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, setiap penyelenggara negara yang menerima gratifikasi wajib melapor kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari sejak penerimaan.
Selanjutnya disebutkan, apabila tidak melapor, penerimaan gratifikasi bisa dikategorikan suap dan penerima bisa dipidana dengan hukuman penjara paling lama 20 tahun. Ancaman pidana tersebut tidak berlaku apabila penerimaan gratifikasi telah dilaporkan dan diklarifikasi kepada KPK.

Saut menduga, motif upaya penyuapan ini agar KPU meloloskan pencalonannya di pemilukada Nisel. Dia menyebut, Fuhusuwa diduga  tidak memiliki ijazah SMP dan SMA. Seperti diberitakan, Selasa (26/4), secara resmi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Bupati Nias Selatan Fahuwusa Laia sebagai tersangka.
Saat itu, Jubir KPK Johan Budi menjelaskan, Fuhuwusa Laia terjerat perkara dugaan suap kepada penyelenggara negara yang terkait dengan penyelenggaraan pemilukada sekitar Rp100 juta, yang terjadi Oktober 2010.  Uang itu sudah disita penyidik KPK.

Johan Budi saat memberikan keterangan tidak mau menyebutkan identitas jelas pihak yang disuap. Fahuwusa dijerat pasal 5 ayat 1 atau pasal 13 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(sam)

JAKARTA- Teka-teki mengenai siapa penerima uang percobaan suap yang diduga dilakukan mantan Bupati Nias Selatan Fahuwusa Laia, terjawab sudah. Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat Saut Hamonangan Sirait mengaku, dirinya yang menerima amplop dari Fuhusuwa.

Anggota KPU Pusat pengganti Andi Nurpati ini menyebutkan, uang yang diserahkan Fuhuwusa besarnya Rp99,9 juta yang dimasukkan ke dalam kantong kertas bermotif batik di kantor KPU Pusat 13 Oktober 2010 lalu. Dia menduga, Fuhusuwa salah hitung hingga jumlahnya ‘cuman’ Rp99,9 juta.

“Di bundel uangnya tertulis Rp100 juta tapi mungkin ada satu lembar Rp100 ribu yang tercecer,” ujar Saut Sirait, yang di KPU Pusat menjabat sebagai koordinator pemilukada wilayah Sumatera Utara itu, saat dihubungi wartawan, Rabu (27/4).

Dia cerita, saat disodori uang itu, dia mengaku sempat menolak. Hanya saja, Fahuwusa tetap memaksa. Saut kukuh tidak sudi menerimanya, namun Fuhusuwa meninggalkan bungkusan uang tersebut di meja kerjanya. Lantas, kasus ini dia laporkan ke KPK. “Saya lapor ke KPK sebagai penerimaan gratifikasi. Kewajiban saya sudah dijalankan,” katanya.

Berdasarkan aturan pasal 12 B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, setiap penyelenggara negara yang menerima gratifikasi wajib melapor kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari sejak penerimaan.
Selanjutnya disebutkan, apabila tidak melapor, penerimaan gratifikasi bisa dikategorikan suap dan penerima bisa dipidana dengan hukuman penjara paling lama 20 tahun. Ancaman pidana tersebut tidak berlaku apabila penerimaan gratifikasi telah dilaporkan dan diklarifikasi kepada KPK.

Saut menduga, motif upaya penyuapan ini agar KPU meloloskan pencalonannya di pemilukada Nisel. Dia menyebut, Fuhusuwa diduga  tidak memiliki ijazah SMP dan SMA. Seperti diberitakan, Selasa (26/4), secara resmi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Bupati Nias Selatan Fahuwusa Laia sebagai tersangka.
Saat itu, Jubir KPK Johan Budi menjelaskan, Fuhuwusa Laia terjerat perkara dugaan suap kepada penyelenggara negara yang terkait dengan penyelenggaraan pemilukada sekitar Rp100 juta, yang terjadi Oktober 2010.  Uang itu sudah disita penyidik KPK.

Johan Budi saat memberikan keterangan tidak mau menyebutkan identitas jelas pihak yang disuap. Fahuwusa dijerat pasal 5 ayat 1 atau pasal 13 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(sam)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/