26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Ini Tiga Kelompok Penumpang Gelap Aksi 22 Mei

istimeWa
FOTO TERSANGKA: Kepala Divisi Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal menunjukkan foto seorang tersangka saat jumpa pers terkait kerusuhan 22 Mei, di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (27/5).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Polisi telah mengungkap tiga kelompok penumpang gelap yang menunggangi aksi unjuk rasa menolak hasil pilpres di depan Bawaslu pada 21- 22 Mei. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal mengatakan, kelompok pertama adalah mereka yang berusaha menyelundupkan senjata api ilegal dari Aceh.

Senjata ilegal tersebut antara lain jenis M4 Carbine berikut dua buah magasin, peredam suara, tali sandang, dan tas senjata. Ada pula senpi berjenis Revolver dan Glock beserta 50 butir peluru.

Pejabat Kelompok yang berusaha menyelundupkan senpi ilegal itu melibatkan mantan Danjen Kopassus Mayor Jenderal TNI (Purn) Soenarko. “Salah satunya kelompok yang kemarin memasukkan senjata ilegal dari Aceh,” kata Iqbal di kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Jakarta, Senin (27/5).

Kelompok kedua adalah mereka yang diduga bagian dari kelompok teroris. Kelompok kedua ini terungkap setelah polisi mengamankan dua orang perusuh dalam aksi unjuk rasa yang memiliki afiliasi dengan kelompok pro Negara Islam Irak dan Suriah, ISIS.

Polisi menyebut kedua orang perusuh tersebut merupakan anggota organisasi Gerakan Reformasi Islam (Garis). Mereka berniat berjihad pada aksi tanggal 21-22 Mei 2019. “Beberapa pelakunya sudah menyampaikan bahwa ingin memanfaatkan momentum demokrasi sebagai aksi, karena memang demokrasi itu menurut mereka itu pahamnya kafir,” kata Iqbal.

Kelompok terakhir yang diduga ingin menunggangi aksi 21-22 Mei 2019 adalah mereka yang berupaya merancang pembunuhan terhadap empat tokoh nasional dan seorang pimpinan lembaga survei.

Kelompok ini juga sempat bergabung di kerumunan massa dengan membawa senjata api. Dari kelompok terakhir, polisi telah mengamankan enam orang tersangka, yakni HK, AZ, IR, TJ, AD, dan HF. Iqbal mengatakan, masih terbuka peluang adanya kelompok lain yang ingin menunggangi aksi 21-22 Mei 2019. Hanya saja, polisi masih terus menginvestigasi keberadaan mereka.

“Bisa saja masih banyak ini penumpang-penumpang gelap. Tunggu saja nanti, tim sedang bekerja,” kata dia.

Selain tiga kelompok tersebut, polisi telah mengamankan 42 orang yang diduga menjadi perusuh dalam aksi 21-22 Mei 2019. Polisi masih mencari keterkaitan antara ketiga kelompok penunggang aksi dengan para perusuh tersebut.

Siapkan Rompi Antipeluru Bertuliskan Polisi

Irjen Mohammad Iqbal juga mengungkap ada rencana untuk memfitnah aparat kepolisian dalam aksi rusuh 22 Mei lalu di Jakarta.

Pasalnya, selain menyita senjata api laras panjang dan pendek, petugas juga mendapati rompi antipeluru dengan tulisan polisi.

Diduga, rompi akan dipakai pelaku dan menembaki massa. Sehingga muncul dugaan polisi sengaja menembaki massa.

Rompi antipeluru tersebut disita dari tersangka HK alias Iwan yang berencana berbaur dengan ribuan peserta aksi unjuk rasa 21 Mei 2019 di depan gedung Bawaslu RI.

“Kami sedang dalami apakah ada kaitannya dengan kelompok ini yang mencoba meminjam profesi kami dan melakukan kekerasan di lapangan,” kata Iqbal kepada wartawan, Senin (27/5).

Polri juga mengungkap HK akan berbaur sambil membawa senjata api jenis revolver taurus 38 pada aksi unjuk rasa tersebut.

Diketahui, Polri menetapkan tersangka dengan inisial HK alias Iwan, AZ, IR, dan TJ sebagai eksekutor.

Sementara tersangka AD dan satu perempuan berinisial AF alias Vivi berperan sebagai penjual senjata api.

Iqbal mengatakan, komplotan kali ini berbeda dengan kelompok-kelompok yang sebelumnya telah diidentifikasi memanfaatkan momentum aksi unjuk rasa 21-22 Mei 2019 untuk menjalankan agenda tertentu.

“Ada dua kelompok yang memanfaatkan aksi 21-22 Mei untuk melaksanakan agendanya, kali ini beda dengan apa yang disampaikan Menko Polhukam dan Kapolri beberapa waktu lalu,” tegasnya.

Kemudian, masih ada kelompok teroris yang sebelumnya sudah ditangkap Densus 88 Antiteror. “Mereka (teroris) mengakui memanfaatkan momentum demokrasi untuk mengganti sistem demokrasi itu,” tandas Iqbal. (cuy/jpnn)

istimeWa
FOTO TERSANGKA: Kepala Divisi Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal menunjukkan foto seorang tersangka saat jumpa pers terkait kerusuhan 22 Mei, di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (27/5).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Polisi telah mengungkap tiga kelompok penumpang gelap yang menunggangi aksi unjuk rasa menolak hasil pilpres di depan Bawaslu pada 21- 22 Mei. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal mengatakan, kelompok pertama adalah mereka yang berusaha menyelundupkan senjata api ilegal dari Aceh.

Senjata ilegal tersebut antara lain jenis M4 Carbine berikut dua buah magasin, peredam suara, tali sandang, dan tas senjata. Ada pula senpi berjenis Revolver dan Glock beserta 50 butir peluru.

Pejabat Kelompok yang berusaha menyelundupkan senpi ilegal itu melibatkan mantan Danjen Kopassus Mayor Jenderal TNI (Purn) Soenarko. “Salah satunya kelompok yang kemarin memasukkan senjata ilegal dari Aceh,” kata Iqbal di kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Jakarta, Senin (27/5).

Kelompok kedua adalah mereka yang diduga bagian dari kelompok teroris. Kelompok kedua ini terungkap setelah polisi mengamankan dua orang perusuh dalam aksi unjuk rasa yang memiliki afiliasi dengan kelompok pro Negara Islam Irak dan Suriah, ISIS.

Polisi menyebut kedua orang perusuh tersebut merupakan anggota organisasi Gerakan Reformasi Islam (Garis). Mereka berniat berjihad pada aksi tanggal 21-22 Mei 2019. “Beberapa pelakunya sudah menyampaikan bahwa ingin memanfaatkan momentum demokrasi sebagai aksi, karena memang demokrasi itu menurut mereka itu pahamnya kafir,” kata Iqbal.

Kelompok terakhir yang diduga ingin menunggangi aksi 21-22 Mei 2019 adalah mereka yang berupaya merancang pembunuhan terhadap empat tokoh nasional dan seorang pimpinan lembaga survei.

Kelompok ini juga sempat bergabung di kerumunan massa dengan membawa senjata api. Dari kelompok terakhir, polisi telah mengamankan enam orang tersangka, yakni HK, AZ, IR, TJ, AD, dan HF. Iqbal mengatakan, masih terbuka peluang adanya kelompok lain yang ingin menunggangi aksi 21-22 Mei 2019. Hanya saja, polisi masih terus menginvestigasi keberadaan mereka.

“Bisa saja masih banyak ini penumpang-penumpang gelap. Tunggu saja nanti, tim sedang bekerja,” kata dia.

Selain tiga kelompok tersebut, polisi telah mengamankan 42 orang yang diduga menjadi perusuh dalam aksi 21-22 Mei 2019. Polisi masih mencari keterkaitan antara ketiga kelompok penunggang aksi dengan para perusuh tersebut.

Siapkan Rompi Antipeluru Bertuliskan Polisi

Irjen Mohammad Iqbal juga mengungkap ada rencana untuk memfitnah aparat kepolisian dalam aksi rusuh 22 Mei lalu di Jakarta.

Pasalnya, selain menyita senjata api laras panjang dan pendek, petugas juga mendapati rompi antipeluru dengan tulisan polisi.

Diduga, rompi akan dipakai pelaku dan menembaki massa. Sehingga muncul dugaan polisi sengaja menembaki massa.

Rompi antipeluru tersebut disita dari tersangka HK alias Iwan yang berencana berbaur dengan ribuan peserta aksi unjuk rasa 21 Mei 2019 di depan gedung Bawaslu RI.

“Kami sedang dalami apakah ada kaitannya dengan kelompok ini yang mencoba meminjam profesi kami dan melakukan kekerasan di lapangan,” kata Iqbal kepada wartawan, Senin (27/5).

Polri juga mengungkap HK akan berbaur sambil membawa senjata api jenis revolver taurus 38 pada aksi unjuk rasa tersebut.

Diketahui, Polri menetapkan tersangka dengan inisial HK alias Iwan, AZ, IR, dan TJ sebagai eksekutor.

Sementara tersangka AD dan satu perempuan berinisial AF alias Vivi berperan sebagai penjual senjata api.

Iqbal mengatakan, komplotan kali ini berbeda dengan kelompok-kelompok yang sebelumnya telah diidentifikasi memanfaatkan momentum aksi unjuk rasa 21-22 Mei 2019 untuk menjalankan agenda tertentu.

“Ada dua kelompok yang memanfaatkan aksi 21-22 Mei untuk melaksanakan agendanya, kali ini beda dengan apa yang disampaikan Menko Polhukam dan Kapolri beberapa waktu lalu,” tegasnya.

Kemudian, masih ada kelompok teroris yang sebelumnya sudah ditangkap Densus 88 Antiteror. “Mereka (teroris) mengakui memanfaatkan momentum demokrasi untuk mengganti sistem demokrasi itu,” tandas Iqbal. (cuy/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/