30 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Polisi Panggil 5 Direktur Perusahaan

JAKARTA-Jumlah tersangka kasus dugaan pembakaran lahan dan hutan di Riau bertambah. Hingga kemarin, Polda Riau telah menahan 14 tersangka kasus tersebut. Polisi juga sudah membidik sejumlah perusahaan yang diduga terkait dengan kebakaran tersebut, namun hingga kini belum memperoleh hasil positif.

Dalam pemeriksaan awal kepada para tersangka, mereka merupakan pelaku perorangan. Motif dan modus pembakaeran lahan pun masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya.

“Mereka membuka lahan dengan cara membakar,” terang Karopenmas Mabes Polri Brigjen Boy Rafli amar kemarin.

Dari 14 tersangka, sebagian besar berasal dari Rokan Hilir. Tercatat sembilan orang dari kabupaten tersebut ditahan dalam dua kasus pembakaran. Sisanya, tersebar di bengkalis (2), Palalawan (2), dan Siak (1). Penyidik belum bisa memastikan apakah para tersangka murni individual atau terkait dengan korporasi.

Mantan Kabidhumas Polda Metro Jaya itu mengatakan, pihaknya mengerahkan 52 penyidik dari Polda Riau yang di-back up Bareskrim Polri untuk megusut kasus kebakaran lahan dan hutan di Riau. Komposisi itu masih ditambah dengan sembilan orang penyidik Pegawai Negeri Sipil dari Kementerian Lingkungan Hidup.

Jumlah korporasi yang diselidiki pun bertambah menjadi lima perusahaan. Beberapa hotspot (titik panas/api) terpantau berasal dari kelima perusahaan tersebut. Namun, saat ditanya identitas kelima perusahaan itu, Boy memilih bungkam. “Saya belum dapat nama-namanya,” ucapnya.

Sebelumnya, Polda Riau memverifikasi PT Lagam Inti Hibrida di Pelalawan dan PT Bumi Reksa Sejati di Indragiri Hilir terkait kebakaran hutan. Alumnus Akpol 1988 itu menuturkan, dari kelima perusahaan itu, belum tentu seluruhnya terlibat pembakaran hutan. Tidak menutup kemungkinan, ada perusahaan yang justru jadi korban.

“Misalnya perusahaan bertetangga dengan lahan orang lain yang dibakar, lalu lahannya ikut terbakar. bisa saja kan,” jelasnya. Karena itu, dalam waktu dekat penyidik akan memanggil direksi dari kelima perusahaan tersebut untuk diambil keterangan sebagai saksi.
Boy menambahkan, dalam menyidik kasus kebakaran hutan di Riau pihaknya menyiapkan empat jenis aturan untuk menjerat para pelaku. Yakni, KUHP, UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan UU Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan

Sementara itu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyebut jika perusahaan yang terindikasi membakar lahan jumlahnya sangat banyak. Tidak seperti KLH yang menyebut 14 perusahaan, Walhi mencatat ada 117 perusahaan yang diduga lalai ataupun sengaja membakar lahan sehinga menyebabkan kebakaran dan asap tebal.

“Angka tersebut kami dapatkan dari pantauan satelit NOAA 18, lalu diverifikasi dengan izin yang dimiliki perusahaan-perusahaan itu,” terang Manajer Penanganan Bencana Eksekutif Nasional Walhi Mukri Friatna. Hasil verifikasi menunjukkan, antara tanggal 1 sampai 25 Juni di lahan 117 perusahaan itu terdapat hotspot.

Ke-117 perusahaan tersebut secara resmi telah dilaporkan ke KLH Kamis (26/6) lalu. Mukri mengingatkan, kebakaran lahan di Riau sebenarnya sudah terjadi sejak Januari lalu. Namun, tidak ada tindakan konkret sehingga puncaknya terjadi di bulan ini.
Jika hal tersebut dibiarkan, maka perusahaan yang lahannya terbakar maupun sengaja dibakar bisa memanfaatkan kondisi untuk melakukan pelanggaran hukum lain. Misalnya meminta pemutihan pajak atau penundaan pembayaran utang dengan alasan puso akibat kondisi alam.
Selain itu, pihaknya bakal mensomasi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait kebakaran lahan dan hutan. “Kami akan kirim somasinya besok (hari ini, red),” lanjutnya. (byu/wan/jpnn)

JAKARTA-Jumlah tersangka kasus dugaan pembakaran lahan dan hutan di Riau bertambah. Hingga kemarin, Polda Riau telah menahan 14 tersangka kasus tersebut. Polisi juga sudah membidik sejumlah perusahaan yang diduga terkait dengan kebakaran tersebut, namun hingga kini belum memperoleh hasil positif.

Dalam pemeriksaan awal kepada para tersangka, mereka merupakan pelaku perorangan. Motif dan modus pembakaeran lahan pun masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya.

“Mereka membuka lahan dengan cara membakar,” terang Karopenmas Mabes Polri Brigjen Boy Rafli amar kemarin.

Dari 14 tersangka, sebagian besar berasal dari Rokan Hilir. Tercatat sembilan orang dari kabupaten tersebut ditahan dalam dua kasus pembakaran. Sisanya, tersebar di bengkalis (2), Palalawan (2), dan Siak (1). Penyidik belum bisa memastikan apakah para tersangka murni individual atau terkait dengan korporasi.

Mantan Kabidhumas Polda Metro Jaya itu mengatakan, pihaknya mengerahkan 52 penyidik dari Polda Riau yang di-back up Bareskrim Polri untuk megusut kasus kebakaran lahan dan hutan di Riau. Komposisi itu masih ditambah dengan sembilan orang penyidik Pegawai Negeri Sipil dari Kementerian Lingkungan Hidup.

Jumlah korporasi yang diselidiki pun bertambah menjadi lima perusahaan. Beberapa hotspot (titik panas/api) terpantau berasal dari kelima perusahaan tersebut. Namun, saat ditanya identitas kelima perusahaan itu, Boy memilih bungkam. “Saya belum dapat nama-namanya,” ucapnya.

Sebelumnya, Polda Riau memverifikasi PT Lagam Inti Hibrida di Pelalawan dan PT Bumi Reksa Sejati di Indragiri Hilir terkait kebakaran hutan. Alumnus Akpol 1988 itu menuturkan, dari kelima perusahaan itu, belum tentu seluruhnya terlibat pembakaran hutan. Tidak menutup kemungkinan, ada perusahaan yang justru jadi korban.

“Misalnya perusahaan bertetangga dengan lahan orang lain yang dibakar, lalu lahannya ikut terbakar. bisa saja kan,” jelasnya. Karena itu, dalam waktu dekat penyidik akan memanggil direksi dari kelima perusahaan tersebut untuk diambil keterangan sebagai saksi.
Boy menambahkan, dalam menyidik kasus kebakaran hutan di Riau pihaknya menyiapkan empat jenis aturan untuk menjerat para pelaku. Yakni, KUHP, UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan UU Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan

Sementara itu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyebut jika perusahaan yang terindikasi membakar lahan jumlahnya sangat banyak. Tidak seperti KLH yang menyebut 14 perusahaan, Walhi mencatat ada 117 perusahaan yang diduga lalai ataupun sengaja membakar lahan sehinga menyebabkan kebakaran dan asap tebal.

“Angka tersebut kami dapatkan dari pantauan satelit NOAA 18, lalu diverifikasi dengan izin yang dimiliki perusahaan-perusahaan itu,” terang Manajer Penanganan Bencana Eksekutif Nasional Walhi Mukri Friatna. Hasil verifikasi menunjukkan, antara tanggal 1 sampai 25 Juni di lahan 117 perusahaan itu terdapat hotspot.

Ke-117 perusahaan tersebut secara resmi telah dilaporkan ke KLH Kamis (26/6) lalu. Mukri mengingatkan, kebakaran lahan di Riau sebenarnya sudah terjadi sejak Januari lalu. Namun, tidak ada tindakan konkret sehingga puncaknya terjadi di bulan ini.
Jika hal tersebut dibiarkan, maka perusahaan yang lahannya terbakar maupun sengaja dibakar bisa memanfaatkan kondisi untuk melakukan pelanggaran hukum lain. Misalnya meminta pemutihan pajak atau penundaan pembayaran utang dengan alasan puso akibat kondisi alam.
Selain itu, pihaknya bakal mensomasi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait kebakaran lahan dan hutan. “Kami akan kirim somasinya besok (hari ini, red),” lanjutnya. (byu/wan/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/