30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Pangkas Lamanya Antrean Haji Indonesia, Diusul, Larangan Haji Berkali-kali

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) melontarkan wacana untuk melarang masyarakat pergi haji lebih dari satu kali. Wacana ini dimunculkan guna memotong lamanya antrean keberangkatan haji di Indonesia.

Lama tunggu keberangkatan haji ke Tanah Suci di Indonesia memang bikin geleng-geleng kepala. Berdasarkan data Kementerian Agama (Kemenag), saat ini estimasi masa tunggu haji paling lama di Indonesia mencapai 47 tahun. Iya, nyaris setengah abad. Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan jadi daerah dengan masa tunggu paling lama tersebut.

Tak hanya masyarakat Bantaeng, masyarakat di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, juga harus ekstra sabar menunggu giliran haji. Lantaran, masa tunggu di Sigrap juga sangat lama. Yakni, 46 tahun.

Untuk daerah di wilayah Pulau Jawa, masa tunggu pun tak jauh beda. DKI Jakarta mencapai 28 tahun, Jawa Tengah 32 tahun, Jogjakarta 33 tahun, dan Jawa Timur 35 tahun. Sedangkan Sumatera Utara 20 tahun.

Atas dasar lama masa tunggu ini, Muhadjir mengusulkan kebijakan pelarangan haji kembali bagi mereka yang sudah pernah menunaikan rukun Islam kelima tersebut. “Peminat haji di Indonesia itu luar biasa banyak sekali. Kalau tidak ada kebijakan melarang mereka yang sudah haji, maka peluang untuk yang lain yang belum berangkat bisa berhaji itu kecil,” ujarnya di Jakarta, kemarin (27/8).

Hal ini, kata dia, juga berkaitan dengan risiko kesehatan para calon jamaah haji. Dengan masa tunggu yang sangat lama, maka mereka yang akan berangkat haji pun kian berumur. Semakin tua maka semakin berimplikasi terhadap kesehatan.

Berdasarkan data penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023, diketahui bahwa jumlah jemaah haji Indonesia berusia lebih dari 60 tahun mencapai 43,78 persen. Dari data yang sama, tercatat jemaah haji Indonesia yang meninggal pada tahun itu mencapai 774 orang dengan mayoritas berumur lansia.

Secara epidemiologi, jamaah haji lansia disebut memiliki risiko 7,1 kali lebih besar untuk meninggal dibandingkan mereka non-lansia, dengan penyakit penyebab kematian terbanyak adalah sepsis (infeksi yang menimbulkan kegagalan organ), syok kardiogenik (ketidakmampuan jantung memompa darah), serta penyakit jantung koroner.

Menurutnya, ulama pun sepakat bahwa haji itu wajibnya hanya sekali seumur hidup. Sehingga, untuk kuota berikutnya, orang lain yang belum berhaji lah yang lebih berhak untuk berangkat ke Tanah Suci dari pada mereka yang sudah pernah menunaikan ibadah haji.

Kalaupun masyarakat merasa rindu untuk pergi ke Tanah Suci, ia menyarankan untuk memilih umrah. Yang mana, ibadah ini bisa dilakukan setiap saat dan tak ada pembatasan. “Kalau kangen, itu bisa ikut haji kecil. Umrah itu haji kecil. Bedanya cuma nggak wukuf saja, yang lain sama,” ungkap Mantan Mendikbud tersebut.

Muhadjir sendiri mengaku baru sekali naik haji. Sebab ia menilai, bahwa kewajiban haji bagi yang mampu hanya satu kali. Sementara kesempatan selanjutnya harus diberikan kepada masyarakat yang belum menunaikan ibadah haji. “Sekali seumur hidup saja, saya kira cukup. Saya selama menjadi menteri, alhamdulillah tidak pernah naik haji,” pungkasnya.

Sementara itu, gagasan haji dibatasi hanya satu kali seumur hidup, dinilai kurang tepat. Pasalnya di UU 8/2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, diatur bahwa orang bisa daftar haji kembali setelah 10 tahun. Ketentuan ini dinilai sudah bisa mencegah terjadinya antrian yang panjang.

Pengamat haji Ade Marfudin mengatakan, yang harusnya jadi fokus pemerintah sekarang, bagaimana aturan tersebut bisa berjalan efektif. Jangan sampai ada orang bisa berkali-kali berhaji, padahal belum sepuluh tahun. “Kecuali bagi para petugas haji, pembimbing, dan sejenisnya yang memang dibolehkan sesuai undang-undang,” katanya kemarin.

Ade menegaskan Kemenag harus berkoordinasi dengan Kemendagri untuk pendataan NIK para jamaah haji. Sehingga bisa cepat dideteksi, jika ada yang ingin haji lagi tapi tidak sesuai aturan. Jadi ketika orang tersebut belum berjarak 10 tahun, tapi ingin mendaftar haji langsung diblokir secara sistem.

Dia mengatakan UU tersebut bisa saja direvisi. Tetapi bukan lantas dibuat aturan haji hanya dibolehkan satu kali. Sebagai gantinya tenggat waktu 10 tahun itu bisa diperpanjang lagi menjadi 15 tahun atau 20 tahun.

Menurut dia pembatasan orang berhaji, bukan solusi yang efektif untuk mencegah angka kesakitan atau angka jamaah wafat. Pasalnya sudah jadi budaya di Indonesia, kebanyakan orang daftar haji di usia 50 tahun ke atas. Baginya yang paling penting adalah pemantauan kesehatan.

“Sekarang waktunya yang tepat menyisir pada jemaah haji 2024,” katanya. Dalam penyisiran itu, dicari calon jemaah yang tidak sehat. Kemudian diberikan pendampingan kesehatan yang maksimal mulai dari tingkat kesehatan. Jadi upaya pendampingan kesehatan tidak sebatas dilakukan satu atau dua bulan menjelang keberangkatan.

Ade bahkan menyarankan bagi calon jemaah haji yang benar-benar tidak mampu secara kesehatan, segera diputuskan sejak saat ini. Misalnya ditawari untuk umrah saja. Secara fisik, ibadah umrah tidak terlalu menyedot tenaga seperti ibadah haji. Dia berharap Kemenag dan Kemenkes menjadikan musim haji 2023 sebagai bahan evaluasi besar. Sehingga muncul inovasi pelayanan haji, termasuk dari aspek kesehatan. “Haji tahun ini bukan ramah lansia. Tapi ramah persoalan, banyak sekali persoalannya,” katanya. (mia/wan/jpg)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) melontarkan wacana untuk melarang masyarakat pergi haji lebih dari satu kali. Wacana ini dimunculkan guna memotong lamanya antrean keberangkatan haji di Indonesia.

Lama tunggu keberangkatan haji ke Tanah Suci di Indonesia memang bikin geleng-geleng kepala. Berdasarkan data Kementerian Agama (Kemenag), saat ini estimasi masa tunggu haji paling lama di Indonesia mencapai 47 tahun. Iya, nyaris setengah abad. Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan jadi daerah dengan masa tunggu paling lama tersebut.

Tak hanya masyarakat Bantaeng, masyarakat di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, juga harus ekstra sabar menunggu giliran haji. Lantaran, masa tunggu di Sigrap juga sangat lama. Yakni, 46 tahun.

Untuk daerah di wilayah Pulau Jawa, masa tunggu pun tak jauh beda. DKI Jakarta mencapai 28 tahun, Jawa Tengah 32 tahun, Jogjakarta 33 tahun, dan Jawa Timur 35 tahun. Sedangkan Sumatera Utara 20 tahun.

Atas dasar lama masa tunggu ini, Muhadjir mengusulkan kebijakan pelarangan haji kembali bagi mereka yang sudah pernah menunaikan rukun Islam kelima tersebut. “Peminat haji di Indonesia itu luar biasa banyak sekali. Kalau tidak ada kebijakan melarang mereka yang sudah haji, maka peluang untuk yang lain yang belum berangkat bisa berhaji itu kecil,” ujarnya di Jakarta, kemarin (27/8).

Hal ini, kata dia, juga berkaitan dengan risiko kesehatan para calon jamaah haji. Dengan masa tunggu yang sangat lama, maka mereka yang akan berangkat haji pun kian berumur. Semakin tua maka semakin berimplikasi terhadap kesehatan.

Berdasarkan data penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023, diketahui bahwa jumlah jemaah haji Indonesia berusia lebih dari 60 tahun mencapai 43,78 persen. Dari data yang sama, tercatat jemaah haji Indonesia yang meninggal pada tahun itu mencapai 774 orang dengan mayoritas berumur lansia.

Secara epidemiologi, jamaah haji lansia disebut memiliki risiko 7,1 kali lebih besar untuk meninggal dibandingkan mereka non-lansia, dengan penyakit penyebab kematian terbanyak adalah sepsis (infeksi yang menimbulkan kegagalan organ), syok kardiogenik (ketidakmampuan jantung memompa darah), serta penyakit jantung koroner.

Menurutnya, ulama pun sepakat bahwa haji itu wajibnya hanya sekali seumur hidup. Sehingga, untuk kuota berikutnya, orang lain yang belum berhaji lah yang lebih berhak untuk berangkat ke Tanah Suci dari pada mereka yang sudah pernah menunaikan ibadah haji.

Kalaupun masyarakat merasa rindu untuk pergi ke Tanah Suci, ia menyarankan untuk memilih umrah. Yang mana, ibadah ini bisa dilakukan setiap saat dan tak ada pembatasan. “Kalau kangen, itu bisa ikut haji kecil. Umrah itu haji kecil. Bedanya cuma nggak wukuf saja, yang lain sama,” ungkap Mantan Mendikbud tersebut.

Muhadjir sendiri mengaku baru sekali naik haji. Sebab ia menilai, bahwa kewajiban haji bagi yang mampu hanya satu kali. Sementara kesempatan selanjutnya harus diberikan kepada masyarakat yang belum menunaikan ibadah haji. “Sekali seumur hidup saja, saya kira cukup. Saya selama menjadi menteri, alhamdulillah tidak pernah naik haji,” pungkasnya.

Sementara itu, gagasan haji dibatasi hanya satu kali seumur hidup, dinilai kurang tepat. Pasalnya di UU 8/2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, diatur bahwa orang bisa daftar haji kembali setelah 10 tahun. Ketentuan ini dinilai sudah bisa mencegah terjadinya antrian yang panjang.

Pengamat haji Ade Marfudin mengatakan, yang harusnya jadi fokus pemerintah sekarang, bagaimana aturan tersebut bisa berjalan efektif. Jangan sampai ada orang bisa berkali-kali berhaji, padahal belum sepuluh tahun. “Kecuali bagi para petugas haji, pembimbing, dan sejenisnya yang memang dibolehkan sesuai undang-undang,” katanya kemarin.

Ade menegaskan Kemenag harus berkoordinasi dengan Kemendagri untuk pendataan NIK para jamaah haji. Sehingga bisa cepat dideteksi, jika ada yang ingin haji lagi tapi tidak sesuai aturan. Jadi ketika orang tersebut belum berjarak 10 tahun, tapi ingin mendaftar haji langsung diblokir secara sistem.

Dia mengatakan UU tersebut bisa saja direvisi. Tetapi bukan lantas dibuat aturan haji hanya dibolehkan satu kali. Sebagai gantinya tenggat waktu 10 tahun itu bisa diperpanjang lagi menjadi 15 tahun atau 20 tahun.

Menurut dia pembatasan orang berhaji, bukan solusi yang efektif untuk mencegah angka kesakitan atau angka jamaah wafat. Pasalnya sudah jadi budaya di Indonesia, kebanyakan orang daftar haji di usia 50 tahun ke atas. Baginya yang paling penting adalah pemantauan kesehatan.

“Sekarang waktunya yang tepat menyisir pada jemaah haji 2024,” katanya. Dalam penyisiran itu, dicari calon jemaah yang tidak sehat. Kemudian diberikan pendampingan kesehatan yang maksimal mulai dari tingkat kesehatan. Jadi upaya pendampingan kesehatan tidak sebatas dilakukan satu atau dua bulan menjelang keberangkatan.

Ade bahkan menyarankan bagi calon jemaah haji yang benar-benar tidak mampu secara kesehatan, segera diputuskan sejak saat ini. Misalnya ditawari untuk umrah saja. Secara fisik, ibadah umrah tidak terlalu menyedot tenaga seperti ibadah haji. Dia berharap Kemenag dan Kemenkes menjadikan musim haji 2023 sebagai bahan evaluasi besar. Sehingga muncul inovasi pelayanan haji, termasuk dari aspek kesehatan. “Haji tahun ini bukan ramah lansia. Tapi ramah persoalan, banyak sekali persoalannya,” katanya. (mia/wan/jpg)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/