JAKARTA – Maruli Firman Lubis membantah Komisi Pemilihan Umum (KPU) Tapanuli Tengah (Tapteng) tidak profesional dalam menjalankan tugas-tugasnya. Apalagi jika sampai disebut tidak pernah melakukan konsultasi terkait pelaksanaan Pilkada Tapteng beberapa waktu lalu.
Bantahan ia kemukakan kepada koran ini di Jakarta, Selasa (27/11), usai sidang kode etik Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang beragendakan mendengar keterangan saksi dari sejumlah pihak. Termasuk saksi yang dihadirkan pihak teradu, KPU Sumatera Utara, mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Widyaningsih dan anggota KPU Tapteng Dewi Elfrina. “Kalau disebut tidak pernah melakukan konsultasi, ada bukti-bukti pendukung yang kita serahkan itu menunjukkan kalau kita telah melakukannya. Bahkan berita acara hasil Pilkada juga ditandatangani Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu,red),” katanya.
Makanya atas permasalahan ini, Maruli yang sebelumnya dipecat Ketua KPU Sumut, sangat meragukan kesaksian-kesaksian yang diutarakan pihak teradu. “Saya melihat banyak yang direkayasa untuk mengaburkan pokok gugatan perkara,” katanya.
Pengaduan pada intinya meminta agar DKPP bersedia menjatuhkan sanksi kepada Ketua KPU Sumut Irham Buana Nasution dan sejumlah anggota KPU lainnya. Karena tidak mematuhi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), yang memerintahkan agar Maruli dikembalikan sebagai anggota KPU Tapteng. “Perintah pengadilan itu sudah berkekuatan hukum tetap. Tapi dia bersikeras sampai saat ini untuk tidak menjalankannya. Padahal Presiden atau Menteri Dalam Negeri saja, itu mematuhi putusan pengadilan,” katanya.
Selain itu, Maruli juga merasa heran karena atas kasus sejenis, KPU Sumut bersedia mengaktifkan kembali anggota KPU Nias Selatan, Tadronaufandu Laia. Makanya tidak heran Maruli kembali menyebut kuat dugaan Irham menerima uang. Apalagi dalam keterangan tertulis saksi yang diajukan Maruli, adamenyerahkan uang kepada Irham sebesar Rp15 juta dalam amplop berwarna kuning di restoran di Atrium Plaza medio Maret 2011 lalu.(gir)