26.7 C
Medan
Wednesday, May 22, 2024

Anggota DPRD Ramai-ramai Gadaikan SK

TRIADI WIBOWO/SUMUT POS LANTIK: Ketua Pengadilan Negeri Medan Surya Perdamaian SH melantik 50 anggota DPRD Medan periode 2014-2019, Senin (15/9).
TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
LANTIK: Ketua Pengadilan Negeri Medan Surya Perdamaian SH melantik 50 anggota DPRD Medan periode 2014-2019, Senin (15/9).

SUMUTPOS.CO- Pasca menerima Surat Keputusan (SK) pengangkatan sebagai wakil rakyat, sejumlah anggota DPRD di berbagai daerah ramai-ramai menggadaikan ‘surat sakti’ tersebut. Meski anggota DPRD tingkat provinsi atau kabupaten/kota di Sumatera Utara belum terungkap, tapi menggadaikan SK tampaknya sudah menjadi tradisi bagi anggota bagi para wakil rakyat.

Menurut Direktur The Finance, Eko B Supriyanto, sejumlah bank milik pemerintah daerah mulai dibanjiri debitur anggota DPRD. Menurut catatan The Finance, perilaku anggota DPRD yang menggadaikan SK ini hampir merata dilakukan di seluruh Indonesia dengan BPD setempat. “Menurut pemantauan The Finance, besarnya pinjaman antara Rp 100 juta, Rp 200 juta, bahkan ada yang Rp 500 juta,” kata pendiri lembaga konsultan keuangan dan perbankan itu, kemarin(16/9).

Umumnya, kata Eko, uang pinjaman yang didapat para anggota dewan di daerah itu sebagian besar untuk membayar pinjaman waktu kampanye. Sisanya, untuk dana operasional awal sebagai anggota dewan.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan perilaku anggota DPRD yang menggadaikan SK di era zaman orde baru (Orba) belum pernah terjadi.

“Ini hanya di Indonesia. Setelah Orba jatuh baru ada. Di Orba tidak ada DPRD yang meminjam uang ke bank dengan menggadaikan SK,” kata Boyamin Saiman dalam perbincangan di satsiun radio nasional, Selasa (16/9).

Seharusnya anggota dewan sebagai wakil rakyat dapat  menjaga kehormatan dan wibawa, bukan sebaliknya. Jika perilaku dewan seperti itu lalu apa bedanya dengan pegawai negari sipil (PNS).  PNS pun menggadaikan SK karena terdesak kebutuhan.

“Saya saja kalau pinjam uang ke bank merasa kehormatan tergadaikan. PNS saja menggadaikan SK dan itu pun jarang. Biasanya PNS pinjam kalau kepepet,” tambahnya.

Diduga ulah dewan menggadaikan SK karena imbas dari biaya kampanye yang mahal. Mereka dituntut untuk membayar utang dalam waktu yang singkat.  Alasan lain adalah gaya hidup sebagian pejabat di Tanah Air yang bermewah-mewah. Dia yakin jika kalau anggota dewan dapat hidup sederhana dan tidak berlebihan maka tidak akan meminjam uang.

“Sebagian besar biasanya parlemen kita, pejabat bermewah-mewah. Yang biasanya naik kereta sekarang mau pesawat. Sekarang makan maunya di restoran. Akhirnya merasa selalu kurang dan jadi korupsi,” tambahnya.

Oleh karena itu rekrutmen caleg oleh partai harus dibenahi. Dalam proses rekrutmen tidak boleh hanya dilihat dari aspek kejiawaan semata. “Tetapi juga komitmen untuk hidup sederhana dan berhemat,” ujarnya lagi.

Soal gadai SK, sebut saja anggota DPRD Jambi. Dari penelusuran Jambi Ekspres (grup Sumut Pos), sudah ada empat orang anggota dewan yang mengajukan pinjaman. Hal ini diakui Endang Purwati, Kepala Bank Jambi Cabang Sutomo Kota Jambi. “Memang sudah ada beberapa anggota dewan. Namun nanti barangkali akan bertambah lagi. Sementara ini ada 4 orang. Mungkin barangkali semakin bertambah terus,”  katanya.

Untuk mengajukan pinjaman dengan menggadaikan SK di Bank Jambi harus menggunakan SK asli. “Maksimal peminjaman Rp 300 juta,” sebutnya lagi.

Lalu bagaimana jika yang meminjam uang dengan menggadaikan SK itu nantinya tiba-tiba kena kasus dan di-PAW ? Dia menyampaikan, ada jaminan yang diberikan pihak asuransi Askrida.

“Ada jaminan dari Askrida jika suatu waktu terjadi PAW atau sebagainya. Kalau tidak begitu kami juga tak mau,” terangnya.

Dia menerangkan, di Bank Jambi memang ada program pinjaman untuk PNS dan juga anggota dewan. “Kami hanya menerima ajuan. Kalau memenuhi syarat bisa diterima dengan menggunakan SK aslinya,” tukasnya.

Di Jawa Timur, SK DPRD malah bisa digunakan sebagai agunan untuk mengakses pinjaman hingga Rp500 juta. Jumlah tersebut merupakan batas maksimal pinjaman yang bisa diakses oleh para wakil rakyat itu.

Anggota DPRD Jawa Timur Ahmad Heri mengaku, mendengar sejumlah rekannya yang ramai-ramai menggadaikan SK untuk menutupi biaya selama kampanye. Politisi Partai NasDem itu menyebut, rata-rata jumlahnya berkisar antara Rp300-400 juta.

“Saya mendengar demikian, tapi sampai hari ini saya belum tertarik untuk menggadaikan SK. Jumlahnya yang saya dengar per SK bisa mengakses pinjaman hingga Rp400 Juta,” katanya, Senin (15/9) lalu.

Menurut Heri, langkah tersebut ditempuh sejumlah rekannya sangatlah wajar karena mereka tentunya membutuhkan banyak uang untuk menutupi biaya selama pencalonan itu. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa logistik juga diperlukan selama pencalonan hingga duduk sebagai anggota DPRD Provinsi ini. Menurut Heri, langkah tersebut ditempuh karena sangat legal untuk mendapatkan uang dengan cara pintas.

“Tentunya pihak bank juga memiliki analisis untuk mengucurkan pinjaman uang ke para anggota dewan. Yang saya tahu, batas maksimalnya sebesar Rp500 Juta dan jumlah itu bisa diangsur selama 5 tahun menjabat. Cara mengangsurnya adalah dipotongkan dari gaji anggota dewan,” ujar fungsionaris GP Ansor Jatim ini.

Rata-rata anggota dewan bisa menggadaikan SK-nya ke Bank Jatim, kenapa dipilih Bank Jatim, selain bank milik Pemprov Jatim juga pengalaman sejumlah anggota dewan sebelumnya juga mengakses pinjaman ke bank plat merah itu.

Luar biasa di Situbondo Jawa Timur. Dari 45 anggota DPRD Situbondo, hingga Selasa (16/9), sudah ada 28 anggota dewan yang dinyatakan memenuhi persyaratan administrasi gadai SK. Sementara puluhan lainnya masih dalam proses.

“Kami hanya menyetujui saja karena yang memiliki otoritas pertama adalah parpol. Kalau parpolnya menyetujui masak kami tidak. Sampai sekarang sudah lebih 50 persen (anggota dewan, Red) yang mengajukan untuk gadai SK,” kata Ketua DPRD Situbondo, Bashori Shonhaji.

Menurut Bashori, untuk dapat menggadaikan SK pengangkatan, anggota DPRD harus melalui beberapa persyaratan. Di antaranya persetujuan dari Parpol yang mengusungnya. Berikutnya, baru persetujuan dari Ketua DPRD Situbondo. Setelah itu, anggota dewan baru bisa menggadaikan SK pengangkatan ke salah satu institusi keuangan di Situbondo.

Langkah anggota DPRD Situbondo menggadaikan SK pengangkatan, diduga terkait mahalnya biaya politik saat Pileg lalu. Sehingga, banyak anggota dewan yang menyisakan utang. Disebut-sebut, nilai pinjaman yang ditentukan dari menggadaikan SK anggota DPRD Situbondo itu mencapai ratusan juta.

Karena itu, pihak bank yang menerima gadai SK itu meminta agar gaji anggota dewan tidak melalui bendahara Sekretariat DPRD. Tetapi langsung dimasukkan ke rekening, hingga mempermudah kewajiban membayar.

“Kalau peruntukan keuangannya, itu kewenangan masing-masing pribadi anggota dewan. Kami justru meminta kepada masyarakat, agar lebih mengawasi tugas dan kewajiban anggota DPRD. Karena itu jauh lebih penting, dari pada urusan pribadi anggota dewan,” pungkas Bashori Shonhaji.

Pun di Jawa Tengah, sebanyak 15 anggota DPRD periode 2014-2019 telah mengajukan pinjaman uang ke bank lewat Sekretariat DPRD Karanganyar. Salah satu Staf DPRD Karanganyar berinisial membenarkan bila pihaknya telah diperintah Sekretariat DPRD untuk mengambil blangko pengajuan peminjaman uang kepada pihak bank.

Selanjutnya blangko-blangko dari pihak bank yang telah dimintakan dari pihak bank diserahkan kepada pihak Bendahara DPRD. “Sudah 15 blangko pengajuan pinjaman yang saya mintakan ke dua bank di Karanganyar, yaitu Bank Pasar dan Bank Jateng. Blangko-blangko tersebut diserahkan ke bendahara DPRD,” kata sumber.

Menurutnya, blangko-blangko tersebut masih dalam keadaan kosong belum diisikan. “Masih dalam keadaan kosong belum diisi. Jadi nanti yang mengisikan pihak bendahara DPRD,” ungkapnya.

Terpisah, Kasubag Keuangan DPRD Karanganyar Mardjoko membenarkan sudah ada anggota DPRD yang mengajukan pinjaman ke pihak bank melalui DPRD. Menurut Mardjoko, mayoritas anggota DPRD yang telah mengajukan pinjaman kepada pihak bank, semuanya anggota DPRD baru.

“Kalau jumlahnya saya tidak tahu. Pokoknya mereka meminta surat keterangan meminjam, ya kita berikan,” jelasnya.

Tak jauh berbeda, anggota DPRD Jawa Barat periode 2014-2019 yang baru dua pekan dilantik sudah menyekolahkan SK-nya. Anggota Fraksi Partai Gerindra DPRD Jawa Barat, Sunatra, berpendapat, menggadaikan SK merupakan urusan pribadi anggota dewan, namun ada sisi kepantasan yang harus dipikirkan.

“Kita ini kerja juga belum, masa sudah seperti itu. Saya kira dari sudut etika kurang pas,” ujar Sunatra.

Seharusnya, lanjut dia, anggota dewan menunjukkan kinerja terlebih dahulu. “Ya minimal setahun lah kerja dulu baru seperti itu,” ungkapnya.

Saat disinggung soal aturan di internal fraksi atau partainya, Sunatra menyatakan tidak ada yang membahas seputar gadai-menggadai SK ke bank. Namun dia mengingatkan bahwa pemberi pinjaman juga memiliki risiko. Ketika memberikan pinjaman dan dikembalikan dicicil selama lima tahun, bisa saja ada ganjalan di tengah jalan.

“Anggota dewan itu kan bisa kapan saja di-PAW (pergantian antar-waktu) atau mengundurkan diri. Kalau seperti itu bagaimana? Itu yang harus ditanyakan ke pihak bank,” cetusnya. (gen/fal/wsn/jpnn/rbb)

TRIADI WIBOWO/SUMUT POS LANTIK: Ketua Pengadilan Negeri Medan Surya Perdamaian SH melantik 50 anggota DPRD Medan periode 2014-2019, Senin (15/9).
TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
LANTIK: Ketua Pengadilan Negeri Medan Surya Perdamaian SH melantik 50 anggota DPRD Medan periode 2014-2019, Senin (15/9).

SUMUTPOS.CO- Pasca menerima Surat Keputusan (SK) pengangkatan sebagai wakil rakyat, sejumlah anggota DPRD di berbagai daerah ramai-ramai menggadaikan ‘surat sakti’ tersebut. Meski anggota DPRD tingkat provinsi atau kabupaten/kota di Sumatera Utara belum terungkap, tapi menggadaikan SK tampaknya sudah menjadi tradisi bagi anggota bagi para wakil rakyat.

Menurut Direktur The Finance, Eko B Supriyanto, sejumlah bank milik pemerintah daerah mulai dibanjiri debitur anggota DPRD. Menurut catatan The Finance, perilaku anggota DPRD yang menggadaikan SK ini hampir merata dilakukan di seluruh Indonesia dengan BPD setempat. “Menurut pemantauan The Finance, besarnya pinjaman antara Rp 100 juta, Rp 200 juta, bahkan ada yang Rp 500 juta,” kata pendiri lembaga konsultan keuangan dan perbankan itu, kemarin(16/9).

Umumnya, kata Eko, uang pinjaman yang didapat para anggota dewan di daerah itu sebagian besar untuk membayar pinjaman waktu kampanye. Sisanya, untuk dana operasional awal sebagai anggota dewan.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan perilaku anggota DPRD yang menggadaikan SK di era zaman orde baru (Orba) belum pernah terjadi.

“Ini hanya di Indonesia. Setelah Orba jatuh baru ada. Di Orba tidak ada DPRD yang meminjam uang ke bank dengan menggadaikan SK,” kata Boyamin Saiman dalam perbincangan di satsiun radio nasional, Selasa (16/9).

Seharusnya anggota dewan sebagai wakil rakyat dapat  menjaga kehormatan dan wibawa, bukan sebaliknya. Jika perilaku dewan seperti itu lalu apa bedanya dengan pegawai negari sipil (PNS).  PNS pun menggadaikan SK karena terdesak kebutuhan.

“Saya saja kalau pinjam uang ke bank merasa kehormatan tergadaikan. PNS saja menggadaikan SK dan itu pun jarang. Biasanya PNS pinjam kalau kepepet,” tambahnya.

Diduga ulah dewan menggadaikan SK karena imbas dari biaya kampanye yang mahal. Mereka dituntut untuk membayar utang dalam waktu yang singkat.  Alasan lain adalah gaya hidup sebagian pejabat di Tanah Air yang bermewah-mewah. Dia yakin jika kalau anggota dewan dapat hidup sederhana dan tidak berlebihan maka tidak akan meminjam uang.

“Sebagian besar biasanya parlemen kita, pejabat bermewah-mewah. Yang biasanya naik kereta sekarang mau pesawat. Sekarang makan maunya di restoran. Akhirnya merasa selalu kurang dan jadi korupsi,” tambahnya.

Oleh karena itu rekrutmen caleg oleh partai harus dibenahi. Dalam proses rekrutmen tidak boleh hanya dilihat dari aspek kejiawaan semata. “Tetapi juga komitmen untuk hidup sederhana dan berhemat,” ujarnya lagi.

Soal gadai SK, sebut saja anggota DPRD Jambi. Dari penelusuran Jambi Ekspres (grup Sumut Pos), sudah ada empat orang anggota dewan yang mengajukan pinjaman. Hal ini diakui Endang Purwati, Kepala Bank Jambi Cabang Sutomo Kota Jambi. “Memang sudah ada beberapa anggota dewan. Namun nanti barangkali akan bertambah lagi. Sementara ini ada 4 orang. Mungkin barangkali semakin bertambah terus,”  katanya.

Untuk mengajukan pinjaman dengan menggadaikan SK di Bank Jambi harus menggunakan SK asli. “Maksimal peminjaman Rp 300 juta,” sebutnya lagi.

Lalu bagaimana jika yang meminjam uang dengan menggadaikan SK itu nantinya tiba-tiba kena kasus dan di-PAW ? Dia menyampaikan, ada jaminan yang diberikan pihak asuransi Askrida.

“Ada jaminan dari Askrida jika suatu waktu terjadi PAW atau sebagainya. Kalau tidak begitu kami juga tak mau,” terangnya.

Dia menerangkan, di Bank Jambi memang ada program pinjaman untuk PNS dan juga anggota dewan. “Kami hanya menerima ajuan. Kalau memenuhi syarat bisa diterima dengan menggunakan SK aslinya,” tukasnya.

Di Jawa Timur, SK DPRD malah bisa digunakan sebagai agunan untuk mengakses pinjaman hingga Rp500 juta. Jumlah tersebut merupakan batas maksimal pinjaman yang bisa diakses oleh para wakil rakyat itu.

Anggota DPRD Jawa Timur Ahmad Heri mengaku, mendengar sejumlah rekannya yang ramai-ramai menggadaikan SK untuk menutupi biaya selama kampanye. Politisi Partai NasDem itu menyebut, rata-rata jumlahnya berkisar antara Rp300-400 juta.

“Saya mendengar demikian, tapi sampai hari ini saya belum tertarik untuk menggadaikan SK. Jumlahnya yang saya dengar per SK bisa mengakses pinjaman hingga Rp400 Juta,” katanya, Senin (15/9) lalu.

Menurut Heri, langkah tersebut ditempuh sejumlah rekannya sangatlah wajar karena mereka tentunya membutuhkan banyak uang untuk menutupi biaya selama pencalonan itu. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa logistik juga diperlukan selama pencalonan hingga duduk sebagai anggota DPRD Provinsi ini. Menurut Heri, langkah tersebut ditempuh karena sangat legal untuk mendapatkan uang dengan cara pintas.

“Tentunya pihak bank juga memiliki analisis untuk mengucurkan pinjaman uang ke para anggota dewan. Yang saya tahu, batas maksimalnya sebesar Rp500 Juta dan jumlah itu bisa diangsur selama 5 tahun menjabat. Cara mengangsurnya adalah dipotongkan dari gaji anggota dewan,” ujar fungsionaris GP Ansor Jatim ini.

Rata-rata anggota dewan bisa menggadaikan SK-nya ke Bank Jatim, kenapa dipilih Bank Jatim, selain bank milik Pemprov Jatim juga pengalaman sejumlah anggota dewan sebelumnya juga mengakses pinjaman ke bank plat merah itu.

Luar biasa di Situbondo Jawa Timur. Dari 45 anggota DPRD Situbondo, hingga Selasa (16/9), sudah ada 28 anggota dewan yang dinyatakan memenuhi persyaratan administrasi gadai SK. Sementara puluhan lainnya masih dalam proses.

“Kami hanya menyetujui saja karena yang memiliki otoritas pertama adalah parpol. Kalau parpolnya menyetujui masak kami tidak. Sampai sekarang sudah lebih 50 persen (anggota dewan, Red) yang mengajukan untuk gadai SK,” kata Ketua DPRD Situbondo, Bashori Shonhaji.

Menurut Bashori, untuk dapat menggadaikan SK pengangkatan, anggota DPRD harus melalui beberapa persyaratan. Di antaranya persetujuan dari Parpol yang mengusungnya. Berikutnya, baru persetujuan dari Ketua DPRD Situbondo. Setelah itu, anggota dewan baru bisa menggadaikan SK pengangkatan ke salah satu institusi keuangan di Situbondo.

Langkah anggota DPRD Situbondo menggadaikan SK pengangkatan, diduga terkait mahalnya biaya politik saat Pileg lalu. Sehingga, banyak anggota dewan yang menyisakan utang. Disebut-sebut, nilai pinjaman yang ditentukan dari menggadaikan SK anggota DPRD Situbondo itu mencapai ratusan juta.

Karena itu, pihak bank yang menerima gadai SK itu meminta agar gaji anggota dewan tidak melalui bendahara Sekretariat DPRD. Tetapi langsung dimasukkan ke rekening, hingga mempermudah kewajiban membayar.

“Kalau peruntukan keuangannya, itu kewenangan masing-masing pribadi anggota dewan. Kami justru meminta kepada masyarakat, agar lebih mengawasi tugas dan kewajiban anggota DPRD. Karena itu jauh lebih penting, dari pada urusan pribadi anggota dewan,” pungkas Bashori Shonhaji.

Pun di Jawa Tengah, sebanyak 15 anggota DPRD periode 2014-2019 telah mengajukan pinjaman uang ke bank lewat Sekretariat DPRD Karanganyar. Salah satu Staf DPRD Karanganyar berinisial membenarkan bila pihaknya telah diperintah Sekretariat DPRD untuk mengambil blangko pengajuan peminjaman uang kepada pihak bank.

Selanjutnya blangko-blangko dari pihak bank yang telah dimintakan dari pihak bank diserahkan kepada pihak Bendahara DPRD. “Sudah 15 blangko pengajuan pinjaman yang saya mintakan ke dua bank di Karanganyar, yaitu Bank Pasar dan Bank Jateng. Blangko-blangko tersebut diserahkan ke bendahara DPRD,” kata sumber.

Menurutnya, blangko-blangko tersebut masih dalam keadaan kosong belum diisikan. “Masih dalam keadaan kosong belum diisi. Jadi nanti yang mengisikan pihak bendahara DPRD,” ungkapnya.

Terpisah, Kasubag Keuangan DPRD Karanganyar Mardjoko membenarkan sudah ada anggota DPRD yang mengajukan pinjaman ke pihak bank melalui DPRD. Menurut Mardjoko, mayoritas anggota DPRD yang telah mengajukan pinjaman kepada pihak bank, semuanya anggota DPRD baru.

“Kalau jumlahnya saya tidak tahu. Pokoknya mereka meminta surat keterangan meminjam, ya kita berikan,” jelasnya.

Tak jauh berbeda, anggota DPRD Jawa Barat periode 2014-2019 yang baru dua pekan dilantik sudah menyekolahkan SK-nya. Anggota Fraksi Partai Gerindra DPRD Jawa Barat, Sunatra, berpendapat, menggadaikan SK merupakan urusan pribadi anggota dewan, namun ada sisi kepantasan yang harus dipikirkan.

“Kita ini kerja juga belum, masa sudah seperti itu. Saya kira dari sudut etika kurang pas,” ujar Sunatra.

Seharusnya, lanjut dia, anggota dewan menunjukkan kinerja terlebih dahulu. “Ya minimal setahun lah kerja dulu baru seperti itu,” ungkapnya.

Saat disinggung soal aturan di internal fraksi atau partainya, Sunatra menyatakan tidak ada yang membahas seputar gadai-menggadai SK ke bank. Namun dia mengingatkan bahwa pemberi pinjaman juga memiliki risiko. Ketika memberikan pinjaman dan dikembalikan dicicil selama lima tahun, bisa saja ada ganjalan di tengah jalan.

“Anggota dewan itu kan bisa kapan saja di-PAW (pergantian antar-waktu) atau mengundurkan diri. Kalau seperti itu bagaimana? Itu yang harus ditanyakan ke pihak bank,” cetusnya. (gen/fal/wsn/jpnn/rbb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/