SUMUTPOS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima sebanyak 4.623 aduan dugaan tindak pidana korupsi yang dilaporkan masyarakat sepanjang 2022. Laporan aduan paling banyak berasal dari DKI Jakarta, sedangkan dari Provinsi Sumatera Utara (Sumut), terbanyak ketiga.
“Selama 2022 KPK telah menerima 4.623 laporan melalui email, KPK Wishtle Blowing System (KWS), langsung atau demonstrasi, media sosial, SMS, surat atau fax, maupun telepon,” kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (27/12).
Laporan yang berasal dari Jakarta sebanyak 585. Diikuti Jawa Barat 429, Sumatera Utara 379, Jawa Timur 357 dan Jawa Tengah 237. Dari total 4.623 pelaporan, sejumlah 363 aduan tidak memenuhi kriteria sehingga diarsipkan oleh KPK. Lalu 260 dilanjutkan ke proses verifikasi. “Dari 4.260 laporan ini, 4.055 telah selesai diverifikasi,” kata dia.
Dari 4.055 laporan yang selesai diverifikasi, 10 laporan dilakukan tindak lanjut lantaran menyangkut tugas dan fungsi dari KPK. Kemudian ada 1.631 laporan ditindaklanjuti dengan ditelaah. Lalu 2.414 laporan tidak ditindaklanjuti karena tidak disertai dengan uraian dugaan fakta tindak pidana korupsi.
“KPK menjamin kerahasiaan identitas pelapor sebagai bentuk mitigasi keamanannya, kecuali justru yang sering terjadi, pelapor sendiri yang kemudian mempublikasikannya kepada media ataupun publik,” ujar Johanis.
Sementara, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan, pihaknya berhasil menetapkan 149 orang sebagai tersangka, penentapan kali ini diklaim meningkat 38 tersangka dari pada 2021 lalu. “Dari perkara peyidikan KPK telah menetapkan 149 orang tersangka, atau meningkat 38 tersangka dari tahun sebelumnya,” kata Alex.
Pimpinan KPK dua periode ini menjelaskan, dalam upaya penanganan tindak pidana korupsi kata Alex, KPK telah melaksanakan sejumlah kegiatan penindakan. Alex menyebut, KPK telah melakukan 113 penyelidikan, 120 penyidikan atau penerbitan 12 surat perintah penyidikan (sprindik), 121 penuntutan, 121 perkara perkara inkracht dan mengeksekusi 100 putusan. “KPK terus berkomitmen bahwa penegakkan hukum tindak pidana korupsi untuk memberikan efek jera,” tegasnya.
Alex memastikan, lembaga antirasuah juga sangat konsen dalam mengembalikan kerugian negara atau asset recovery melalui pidana tambahan, berupa uang pengganti secara optimal. Bahkan, KPK juga tak segan menjerat Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terhadap para pelaku korupsi. “Oleh karenanya, KPK juga terus berupaya dalam pengembangan perkara pada Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU),” tegas Alex.
Selain itu, Alex juga mengungkapkan, KPK berhasil menangkap 16 daftar pencarian orang (DPO), dari 21 buronan yang ada. Namun begitu, saat ini KPK masih mempunyai utang sebanyak 5 DPO yang belum juga berhasil ditangkap. Kelima tersangka yang masih berstatus buron salah satunya mantan calon legislatif (Caleg) PDI Perjuangan, Harun Masiku.
“Dari DPO KPK sejumlah 21 orang, telah tertangkap sebanyak 16 orang, dan masih dalam pencarian sejumlah 5 orang,” terangnya.
Adapun kelima DPO yang juga belum berhasil ditangkap di antaranya Bupati Mamberamo Tengah, Ricky Ham Pagawak. Ricky ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi sejumlah proyek di Pemkab Mamberamo Tengah. Saat hendak dijemput paksa, Ricky kabur ke ke Papua Nugini lewat jalur tikus.
Selanjutnya, Kirana Kotama yang buron sejak 2017. Dia merupakan tersangka kasus dugaan suap pengajuan revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau tahun 2014 kepada Kementerian Kehutanan. Kemudian, Izil Azhar yang buron sejak 2018. Dia terlibat dugaan penerimaan gratifikasi terkait pembangunan proyek dermaga Sabang tahun 2006-2011.
Harun Masiku, buron sejak 2020. Politikus PDI Perjuangan itu terlibat dalam kasus suap pengganti antar waktu (PAW) DPR RI. Perkara ini juga menyeret mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Terakhir, Paulus Tannos, tersangka korupsi pengadaan e-KTP. Kasus tersebut juga menjerat Setya Novanto.
OTT tak Buat Kapok
Alex juga mengungkapkan, operasi tangkap tangan (OTT) yang sudah dilakukan KPK berkali-kali tak membuat para calon koruptor kapok. “Dengan OTT berkali-kali pun tidak membuat para pejabat para penyelenggara negara itu menjadi kapok atau menimbulkan deterrence effect,” kata Alex.
Alex menilai justru para calon koruptor ‘bermain cantik’ seperti mengubah pola dalam berpraktik korupsi dan suap. Ia berpendapat para calon koruptor sudah memiliki bekal untuk melakukan korupsi yang ‘aman’ dengan mempelajari taktik KPK. “Justru yang kami lihat mereka lebih hati hati, kan bisa jadi seperti itu. Mengubah polanya, kan seperti itu. Mereka sudah paham bagaimana KPK itu bisa melakukan OTT mereka sudah paham, mereka sudah belajar,” ungkap Alex.
“Karena fakta-fakta itu dan mekanisme KPK, itu kan terungkap di dalam proses persidangan, kan seperti itu,” kata dia.
Alex memastikan pihaknya tetap berpegang teguh pada pelaksanaan OTT di lembaga antirasuah itu. Sepanjang masyarakat menginformasikan dugaan suap para pejabat dan penyelenggara negara ataupun pihak siapapun, maka KPK menurutnya tak akan tinggal diam.
Hal itu menurutnya untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap KPK. “Sekarang tinggal kami di KPK. Tentu kami juga akan meningkatkan upaya-upaya itu misalnya dengan memperbaiki sistem kami di internal supaya kami juga bisa mengikuti pola pola yang dilakukan para calon koruptor tersebut,” pungkas Alex. (jpc/bbs/adz)