JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kader PDIP Effendi Muara Sakti Simbolon makin hari makin pedas mengkritik Presiden Jokowi. Setelah kemarin menyebut cara Jokowi mengelola negara mirip gaya LSM, kali ini politikus kawakan PDIP itu menyebut mantan gubernur DKI itu tidak suka baca buku.
Effendi mengatakan hal itu di sela-sela peluncuran dan bedah buku ‘Surat untuk Presiden: Merajut Aspirasi Mengawal Demokrasi’, di ruang representasi Perpustakaan MPR, komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (28/1).
Dia mengatakan, sulit bagi Presiden Joko Widodo untuk membaca sebuah buku yang sengaja diberikan oleh masyarakat. Apalagi isi buku itu terkait dengan harapan masyarakat yang dahulu memilihnya.
“Kalau buku ini diterima langsung oleh Presiden, paling dia hanya akan baca judulnya saja,” kata Effendi. Apalagi isinya mengungkap harapan masyarakat terhadap presiden. Dengan sendirinya menurut Effendi, tentu membuat presiden mrasa sulit. Dia lantas ingat cara Susilo Bambang Yudhoyono saat jadi Presiden RI membuka ruang partisipasi publik.
“Saya ingat SBY bikin PO BOX dan membuka komunikasi lewat pesan singkat (SMS). Yang masuk bisa seribu sehari, tapi secara tematik paling dibaca sepuluh SMS dan itu juga tidak direspon,” ujar dia.
Dari Sumut, kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) tak mau terjebak pernyataan pedas politikus Effendi Simbolon terhadap Jokowi, yang menyebut gaya sang presiden semi LSM.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumut, Kusnadi, mengatakan tidak ada persoalan bagi LSM mendengar pernyataan Effendi Simbolon tersebut. Menurutnya, celotehan mantan cagubsu pada pilkada 2013 lalu itu, harus terlebih dahulu dicermati secara seksama.
“Harus dilihat dari sisi mananya dulu. Penilaiannya positif atau negatif. Positif dalam arti dia melihat langsung inti persoalan. Tapi enggak perlu heboh-heboh begitulah. Buat kami malah itu tidak jadi soal,” katanya kepada Sumut Pos, Rabu (28/1).
Dia menilai, terkait gesekan antara Polri dan KPK masih berproses. Menurutnya hal itu adalah hak presiden termasuk soal pembentukan tim independen. Menurut dia, Jokowi masih berusaha mencari titik yang pas.
“Keduanya kan sama-sama institusi negara. Jokowi sebenarnya berharap kedua institusi ini kompak memberantas kasus korupsi. Justru inilah tantangannya,” ujar dia.
Menurut Kusnadi, upaya yang dilakukan Jokowi untuk meluruskan konflik itu dengan membentuk tim independen, justru perlu diapresiasi. “Artinya keterwakilan dari tim itu juga, bisa dikatakan punya kapasitas mumpuni dalam mencari solusi antara gesekan KPK dan Polri ini,” bebernya sembari menambahkan Walhi Sumut berharap Jokowi bisa menyelamatkan kedua institusi tersebut.
Berkenaan soal komentar kecemburuan Effendi atas banyaknya kader Partai Nasdem yang berada di pemerintahan Jokowi ketimbang kader PDIP yang notabene partai pengusung, menurut Kusnadi kepemimpinan Jokowi tidak tunggal hanya dari PDIP saja. Artinya ada sesuatu yang lain dilihat Jokowi dalam memilih kader-kader partai lain guna mendukung pemerintahannya bersama Jusuf Kalla.
“Seperti halnya Menko Polhukam yang belakangan senang buat pernyataan keliru. Kan akhirnya ditegur oleh Jokowi. Artinya kalau memang ada utusan dari partai pengusung, yang kerjanya tidak sesuai harapan publik dan Jokowi, ya tentu akan menjadi catatan tersendiri,” pungkasnya.
Direktur LSM Elsaka Sumut, Bekmi Silalahi menyatakan hal senada. Sebagai pegiat sosial dan LSM, ia menilai tidak mau terjebak pada pernyataan Effendi Simbolon. Artinya publik harus jeli melihat muatan dari komentar-komentar politis yang dicetuskan politikus PDIP itu.
Dia mengaku masih mengamati celotehan Effendi itu apakah sekadar pengalihan isu, atau ada kepentingan lain. Tapi dari kacamata sementara ini, diakuinya bahwa Effendi hanya mengalihkan isu dari semua pihak yang ingin menyerang Megawati.
“Sehingga di pusat sana mereka berbagi tugas, lalu kemudian masing-masing mengambil peran. Atau malah Effendi yang menjadi sasaran tembak. Sejauh ini itu yang kita cerna,” ujar Bekmi.
Bekmi pun senada soal komentar yang terkesan ada kecemburuan dari Effendi atas banyaknya kader Partai Nasdem yang berada di pemerintahan Jokowi ketimbang kader partainya. Pasalnya, Effendi pernah digadang-gadang menjadi menteri di kabinet Kerja Jokowi-JK.
Dia menyatakan tak ingin terjebak dengan pernyataan ekstrim yang dilontarkan Effendi terhadap pemerintahan Jokowi. “Ya, tentu kita tak mau terjebak. Apalagi permainan ini kan masih berlangsung,” tutupnya. (fas/jpnn/prn/val)