JAKARTA-Kasus penyiraman secangkir teh yang dilakukan Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI) Munarman kepada Sosiolog Tamrin Amal Tamagola mengundang geram banyak khalayak. Apalagi, penyiraman itu dilakukan Munarman saat siaran langsung sebuah tayangan diskusi tentang kekerasan menjelang Ramadan di TVOne. Hal ini langsung membuat istri dosen Universitas Indonesia (UI) itu menangis.
“Tadi (kemarin) istri saya telepon sambil menangis, katanya dia marah dan malu kenapa bisa sampai disiram begitu,” kata Tamrin
Menurut Tamrin, Munarman tidak terima dengan argumentasi bahwa aksi penyisiran masyarakat terhadap tempat hiburan tidak dibenarkan. Katanya, aksi itu sepenuhnya menjadi kewenangan kepolisian, masyarakat hanya bisa mendorong polisi agar tegas menindak tempat-tempat hiburan itu.
Munarman tambah emosi ketika Tamrin menyinggung penghargaan World Statesman Award yang diterima Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Amerika Serikat bulan lalu. Penghargaan itu, kata Tamrin, sepatutnya menjadi bahan pertimbangan kepolisian agar selalu hadir dalam peristiwa yang kerap menyudutkan kaum minoritas.
“Dia tidak senang dengan argumentasi dan ilustrasi yang saya berikan, padahal saya tidak menyebut ormas apalagi menyebut FPI,” tambahnya.
Dalam siaran langsung yang juga mengundang Karopenmas Divhumas Mabes Polri Brigjen Boy Rafli Amar tersebut, Munarman terlihat spontan menyiramkan air ke arah Tamrin. Setelah insiden tersebut, TVOne memang langsung menghentikan siaran langsung. Namun, secara off air, Tamrin dan Munarman masih melanjutkan perdebatan hingga 15 menit. Meski bersitegang, tidak ada insiden lanjutan karena kru-kru TVOne sudah menengahi keduanya.
“Biarkan publik yang menilai dan beri hukuman sosial yang setimpal. Saya tidak mau melayani preman,” ujar Tamrin melalui akun Twitter @tamrintamagola. Tamrin yang dikonfirmasi melalui telepon membenarkan akun tersebut miliknya.
Alumni Universitas Essex ini memang tak beniat melaporkan Munarman ke polisi. Uusai acara, dia langsung bertolak ke Bandara Soekarno-Hatta. Dia beralasan kejadian tersebut ditayangkan secara langsung, bahkan di depan perwira tinggi polisi, sehingga dia tidak perlu melaporkan Munarman.
“Saya tidak perlu membalas. Kalau membalas sama saja saya dengan preman. Banyak orang menyarankan saya melapor untuk memberi pelajaran, tapi saya melihat tidak ada manfaatnya,” terang dia. “Saya serahkan ke nurani publik,” lanjut doktor sosiologi kelahiran Halmahera ini.
Bagi Tamrin, dakwah yang keras tidak akan menyelesaikan ketimpangan ekonomi yang disebutnya sebagai sumber maraknya kekerasan di Indonesia. Dakwah dengan kekerasan diyakininya merugikan orang yang berada dalam posisi lemah. “Mereka yang tidak berdaya akan merasa terancam,” tegas bapak satu putri ini. (noe/jpnn)