24 C
Medan
Sunday, June 16, 2024

Keluarkan Dana Rp7,5 Juta, PPG Prajabatan Mandiri Menyusahkan Honorer

MENJELASKAN: seorang guru honorer menjelaskan sebuah mata pelajaran kepada siswa-siswinya, belum lama ini.

SUMUTPOS.CO – Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan Mandiri dinilai menyusahkan guru honorer. Mereka harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit yakni sekira Rp 7,5 juta sampai Rp 9,5 juta per semester. Sementara PPG untuk sertifikasi guru ini harus ditempuh satu tahun.

KOORDINATOR Wilayah Perkumpulan Hononer K2 Indonesia (PHK2I) Jawa Barat Cecep Kurniadi mengatakan, PPG prajabatan mandiri menyusahkan mereka karena harus pretest untuk bisa menjadi peserta.

Selain itu, mereka harus mengeluarkan uang lagi dan tidak semua perguruan tinggi membuka PPG prajabatan mandiri.

Misalnya di Jabar, universitas yang membuka PPG prajabatan mandiri hanya di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.

“Kebijakan ini menyusahkan buat guru honorer. Kalau punya itikad baik, yang jadi dasar masa kerja saja. Kualitas guru kan bukan adanya sertifikat dalam pendidikan tetapi pengalam dan pengabdian,” ujar Cecep kepada JPNN.com (Grup Sumut Pos), Rabu (9/10).

Dia menyebutkan, gaji honorer Rp 300 ribu per bulan. Dengan gaji sebesar itu, rasanya sulit bagi guru honorer untuk bisa ikut PPG prajabatan mandiri.

Senada diungkap Koordinator Wilayah Perkumpulan Hononer K2 Indonesia (PHK2I) Jawa Timur Eko Mardiono

Menurut Eko, tidak semua guru honorer terutama K2 tertarik dengan program PPG Prajabatan Mandiri.

Banyak di antaranya yang pasrah tidak memiliki sertifikat pendidik (serdik). Pertimbangannya selain mahal, usia mereka tidak muda lagi.

“Rugi ah ikut PPG Prajabatan Mandiri. Enggak apa-apa enggak dapat tunjangan profesi guru daripada harus bayar dan tes lagi. Lagipula kami enggak bisa menikmati itu lama,” kata Eko di tempat terpisah.

Jika tujuan pemerintah ingin meningkatkan kualitas guru, lanjut Eko, mengapa honorer harus dimintai bayaran juga. Kenapa tidak pemerintah subsidi guru honorer untuk ikut PPG prajabatan mandiri.

“Sudah mengabdi malah disuruh jadi jongos. Pantesan adik adik mahasiswa itu demo karena melihat situasi di masyarakat yang kesejahteraannya makin timpang,” cetusnya.

“Kalau saya, daripada bayar PPG mending buat usaha kecil-kecilan saja. Kami juga berharap pemerintah bisa memberikan subsidi terutama khusus guru honorer K2,” pungkasnya.

Sementara, Ketum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim malah berpendapat sebaliknya. Ia mewanti-wanti pemerintah untuk tidak memberikan subsidi dalam program PPG Prajabatan Mandiri untuk sertifikasi guru. PPG prajabatan mandiri harus dibiayai sendiri oleh guru.

“Jangan sampai ditanggung. Toh ini untuk guru itu sendiri. Pemerintah lebih baik memikirkan bagaimana memenuhi kekurangan guru karena adanya gelombang pensiun,” kata Ramli kepada JPNN.com (Grup Sumut Pos), Rabu (9/10).

Dia menyebutkan ada beberapa hal yang perlu dijadikan kebijakan utama PPG atau sertifikasi guru:

Pertama, PPG harus mengantisipasi kemungkinan Pengangkatan PNS dan PPPK dari honorer. Jadi ketika PPPK dan PNS guru dibuka untuk 100.000 guru, maka PPG maksimal 50.000 sarjana baru yang ikut PPG dan 50% diberikan kesepatan kepada guru yang sudah lama mengabdi

Kedua, peserta PPG hanya dibatasi maksimal sesuai jumlah PPPK atau PNS yang akan direkrut. Tidak boleh sama sekali melebih kuota, sehingga seleksinya diperketat pada Seleksi PPG. Seleksi PPG harus dilakukan seperti seleksi masuk perguruan tinggi negeri, terbuka dan berbasis komputer

Ketiga, PPG untuk sertifikasi guru ini harus berkaca pada proses ketat Program Profesi Dokter. Termasuk harus memiliki guru pamong yang sudah terakreditasi oleh Kemdikbud. Karena mengandalkan dosen yang tak pernah jadi guru di sekolah tentu saja tidak efektif sebagai guru pamong. Berbeda dengan dokter dimana profesornya pun masih melayani pasien sama dengan dokter biasa.(jpnn/ala)

MENJELASKAN: seorang guru honorer menjelaskan sebuah mata pelajaran kepada siswa-siswinya, belum lama ini.

SUMUTPOS.CO – Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan Mandiri dinilai menyusahkan guru honorer. Mereka harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit yakni sekira Rp 7,5 juta sampai Rp 9,5 juta per semester. Sementara PPG untuk sertifikasi guru ini harus ditempuh satu tahun.

KOORDINATOR Wilayah Perkumpulan Hononer K2 Indonesia (PHK2I) Jawa Barat Cecep Kurniadi mengatakan, PPG prajabatan mandiri menyusahkan mereka karena harus pretest untuk bisa menjadi peserta.

Selain itu, mereka harus mengeluarkan uang lagi dan tidak semua perguruan tinggi membuka PPG prajabatan mandiri.

Misalnya di Jabar, universitas yang membuka PPG prajabatan mandiri hanya di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.

“Kebijakan ini menyusahkan buat guru honorer. Kalau punya itikad baik, yang jadi dasar masa kerja saja. Kualitas guru kan bukan adanya sertifikat dalam pendidikan tetapi pengalam dan pengabdian,” ujar Cecep kepada JPNN.com (Grup Sumut Pos), Rabu (9/10).

Dia menyebutkan, gaji honorer Rp 300 ribu per bulan. Dengan gaji sebesar itu, rasanya sulit bagi guru honorer untuk bisa ikut PPG prajabatan mandiri.

Senada diungkap Koordinator Wilayah Perkumpulan Hononer K2 Indonesia (PHK2I) Jawa Timur Eko Mardiono

Menurut Eko, tidak semua guru honorer terutama K2 tertarik dengan program PPG Prajabatan Mandiri.

Banyak di antaranya yang pasrah tidak memiliki sertifikat pendidik (serdik). Pertimbangannya selain mahal, usia mereka tidak muda lagi.

“Rugi ah ikut PPG Prajabatan Mandiri. Enggak apa-apa enggak dapat tunjangan profesi guru daripada harus bayar dan tes lagi. Lagipula kami enggak bisa menikmati itu lama,” kata Eko di tempat terpisah.

Jika tujuan pemerintah ingin meningkatkan kualitas guru, lanjut Eko, mengapa honorer harus dimintai bayaran juga. Kenapa tidak pemerintah subsidi guru honorer untuk ikut PPG prajabatan mandiri.

“Sudah mengabdi malah disuruh jadi jongos. Pantesan adik adik mahasiswa itu demo karena melihat situasi di masyarakat yang kesejahteraannya makin timpang,” cetusnya.

“Kalau saya, daripada bayar PPG mending buat usaha kecil-kecilan saja. Kami juga berharap pemerintah bisa memberikan subsidi terutama khusus guru honorer K2,” pungkasnya.

Sementara, Ketum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim malah berpendapat sebaliknya. Ia mewanti-wanti pemerintah untuk tidak memberikan subsidi dalam program PPG Prajabatan Mandiri untuk sertifikasi guru. PPG prajabatan mandiri harus dibiayai sendiri oleh guru.

“Jangan sampai ditanggung. Toh ini untuk guru itu sendiri. Pemerintah lebih baik memikirkan bagaimana memenuhi kekurangan guru karena adanya gelombang pensiun,” kata Ramli kepada JPNN.com (Grup Sumut Pos), Rabu (9/10).

Dia menyebutkan ada beberapa hal yang perlu dijadikan kebijakan utama PPG atau sertifikasi guru:

Pertama, PPG harus mengantisipasi kemungkinan Pengangkatan PNS dan PPPK dari honorer. Jadi ketika PPPK dan PNS guru dibuka untuk 100.000 guru, maka PPG maksimal 50.000 sarjana baru yang ikut PPG dan 50% diberikan kesepatan kepada guru yang sudah lama mengabdi

Kedua, peserta PPG hanya dibatasi maksimal sesuai jumlah PPPK atau PNS yang akan direkrut. Tidak boleh sama sekali melebih kuota, sehingga seleksinya diperketat pada Seleksi PPG. Seleksi PPG harus dilakukan seperti seleksi masuk perguruan tinggi negeri, terbuka dan berbasis komputer

Ketiga, PPG untuk sertifikasi guru ini harus berkaca pada proses ketat Program Profesi Dokter. Termasuk harus memiliki guru pamong yang sudah terakreditasi oleh Kemdikbud. Karena mengandalkan dosen yang tak pernah jadi guru di sekolah tentu saja tidak efektif sebagai guru pamong. Berbeda dengan dokter dimana profesornya pun masih melayani pasien sama dengan dokter biasa.(jpnn/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/