JAKARTA, SUMUTPOS.CO- Persetujuan dana aspirasi di level paripurna DPR dinilai sejumlah kalangan berbahaya bagi pembahasan RAPBN 2016. Terlebih, apabila DPR jadi mengajukan proposal kepada pemerintah untuk mengegolkan dana aspirasi tersebut. Presiden pun diminta menyampaikan sikapnya secara langsung dalam forum resmi.
Hal itu disampaikan Peneliti Indonesia Budget Center Roy Salam saat diskusi mengenai dana aspirasi di Jakarta Pusat kemarin. Dia menuturkan, bagaimanapun RAPBN memerlukan persetujuan dari dua belah pihak, baik pemerintah maupun DPR. Apabila DPR memasukkan dana tersebut ke dalam usulan RAPBN 2016, sikap presiden harus tegas.
“Sikap presiden bisa kita lihat nanti saat penyampaian nota keuangan RAPBN 2016 pada 16 Agustus,” ujarnya. Kalau presiden menolak, lalu membuat DPR menolak APBN, rakyat akan marah kepada parlemen. Rakyat akan melihat bahwa DPR berupaya memaksakan dana aspirasi dengan menggunakan APBN sebagai ancaman.
Yang sempat membuat khawatir adalah pernyataan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro bahwa pemerintah akan melihat terlebih dahulu proposal DPR. Hal itu membuka kemungkinan dana aspirasi disetujui pemerintah masih ada.
Roy menyatakan, pihaknya menolak dana aspirasi agar DPR benar-benar menjalankan fungsinya. “DPR itu berfungsi legislasi, sedangkan pemerintah yang mengeksekusi,” lanjutnya.
Sementara itu, Direktur Lingkar Madani Ray Rangkuti menyatakan, rezim pemerintahan Jokowi tujuh bulan terakhir memang merepotkan dari sisi keuangan. “Ada upaya terus-menerus dari elite untuk menggerus uang rakyat,” ujarnya. Menurut dia, lebih baik pemerintah dan DPR merancang anggaran yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan. (byu/c7/fat/jpnn/rbb)
JAKARTA, SUMUTPOS.CO- Persetujuan dana aspirasi di level paripurna DPR dinilai sejumlah kalangan berbahaya bagi pembahasan RAPBN 2016. Terlebih, apabila DPR jadi mengajukan proposal kepada pemerintah untuk mengegolkan dana aspirasi tersebut. Presiden pun diminta menyampaikan sikapnya secara langsung dalam forum resmi.
Hal itu disampaikan Peneliti Indonesia Budget Center Roy Salam saat diskusi mengenai dana aspirasi di Jakarta Pusat kemarin. Dia menuturkan, bagaimanapun RAPBN memerlukan persetujuan dari dua belah pihak, baik pemerintah maupun DPR. Apabila DPR memasukkan dana tersebut ke dalam usulan RAPBN 2016, sikap presiden harus tegas.
“Sikap presiden bisa kita lihat nanti saat penyampaian nota keuangan RAPBN 2016 pada 16 Agustus,” ujarnya. Kalau presiden menolak, lalu membuat DPR menolak APBN, rakyat akan marah kepada parlemen. Rakyat akan melihat bahwa DPR berupaya memaksakan dana aspirasi dengan menggunakan APBN sebagai ancaman.
Yang sempat membuat khawatir adalah pernyataan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro bahwa pemerintah akan melihat terlebih dahulu proposal DPR. Hal itu membuka kemungkinan dana aspirasi disetujui pemerintah masih ada.
Roy menyatakan, pihaknya menolak dana aspirasi agar DPR benar-benar menjalankan fungsinya. “DPR itu berfungsi legislasi, sedangkan pemerintah yang mengeksekusi,” lanjutnya.
Sementara itu, Direktur Lingkar Madani Ray Rangkuti menyatakan, rezim pemerintahan Jokowi tujuh bulan terakhir memang merepotkan dari sisi keuangan. “Ada upaya terus-menerus dari elite untuk menggerus uang rakyat,” ujarnya. Menurut dia, lebih baik pemerintah dan DPR merancang anggaran yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan. (byu/c7/fat/jpnn/rbb)