SUMUTPOS.CO – Gelombang penolakan terhadap wacana haji dibatasi sekali seumur hidup mulai bermunculan. Wacana yang dipantik Menko PMK Muhadjir Effendy itu justru berpotensi melanggar HAM. Lebih baik jeda berangkatnya yang diperpanjang, dari yang berlaku sekarang
Sorotan itu disampaikan Ketua Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj di Jakarta, Senin (28/8). Dia memahami bahwa usulan Muhadjir itu dalam konteks antrian yang panjang, serta banyaknya jamaah lansia. Namun dia mengatakan aturan haji hanya sekali itu perlu kajian mendalam dari aspek syariah maupun perundang-undangan.
“Dari perspektif syariat islam tidak ada riwayat larangan haji lebih dari satu kali,” katanya. Mustolih mengakui memang benar Nabi Muhammad SAW selama hidupnya, hanya sekali menjalankan ibadah haji. Namun dia menegaskan, tidak ada riwayat yang tegas atau sharih melarang ummat Islam haji lebih dari sekali.
Kemudian dari aspek hukum positif, pelarangan itu berpotensi melanggar HAM dan konstitusi. Pasalnya hak beribadah adalah bagian hak yang paling asasi bagi setiap warga negara. Bahkan negara bisa dianggap terlalu jauh mencampuri urusan privat, sehingga kebijakan ini nantinya bisa menciptakan resistensi. Dia menegaskan persoalan haji berkali-kali sesungguhnya ada pada tataran moral-etika.
“Merujuk putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-XIII/2015, haji berkali-kali tidak bertentangan dengan konstitusi,” jelasnya. Oleh sebab itu, Komnas Haji mengusulkan jalan tengah yang lebih logis dan moderat. Haji lebih dari satu kali tidak perlu secara eksplisit dilarang. Tetapi harus ada aturan tegas jeda waktu panjang bagi yang sudah berhaji untuk pergi ke tanah suci lagi. Misalnya dari jeda 10 tahun yang berlaku saat ini, diperpanjang menjadi 20 tahun atau bahkan 30 tahun.
Menurut dia aturan jeda haji itu ke depan harus diperluas penerapannya. Tidak hanya untuk haji reguler saja, seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 13 Tahun 2021 saat ini. Tetapi jiga diberlakukan untuk haji khusus, bahkan haji furoda atau haji mujamalah. Dia mengatakan aturan jeda 10 tahun sejatinya berjalan cukup baik saat ini.
Sementara itu Ketua Umum Sarikat Penyelenggara Umrah Haji Indonesia (Sapuhi) Syam Resfiadi mengatakan, tanpa ada pelarangan itupun, orang yang berhaji berkali-kali tidak banyak. Dia memperkirakan tidak sampai dua persen orang yang haji lebih dari sekali setiap tahunnya.
Jadi ketika ada banyak jamaah haji lansia yang berangkat, bukan karena banyak jamaah haji muda yang haji berkali-kali. Menurut dia antara keduanya tidak ada keterkaitan. Jamaah haji lansia banyak, karena kuota Indonesia terbatas. Kemudian kecenderungan masyarakat Indonesia mendaftar haji di usia lanjut.
Syam mengatakan jeda bisa berhaji lagi yaitu setelah 10 tahun sejatinya efektif dan adil. “Hanya saja belum berjalan dengan ideal,” katanya. Karena pengecekannya belum berbasis NIK. Tetapi hanya berbasis nama. Sehingga cukup ada perubahan nama satu huruf saja, orang tidak akan terdeteksi sudah berhaji apa belum.
Dalam kesempatan terpisah, kemarin (28/8), Muhadjir mengaku, hanya berperan sebagai pengusul terkait wacana pembatasan haji sekali. Dia menegaskan, bahwa untuk tindak lanjutnya berada di kementerian teknis. Dalam hal ini, Kementerian Agama.
Rencananya, bakal ada kajian teknis untuk membahas detail wacana haji sekali seumur hidup ini. Namun yang jelas, kata dia, usulan tersebut sudah mendapat dukungan positif dari banyak pihak. “Dari MUI menyambut baik. Kemudian, dari PBNU, pak wakil ketua juga merespon positif. Komisi 8 saya juga ditelpon oleh pak ketua, Pak Ace dari Golkar merespon. Nanti silakan saja,” tuturnya.
Muhadjir pun kembali menegaskan, bahwa wacana ini semata untuk memperpendek antrean lama tunggu keberangkatan haji. Yang mana, hal ini juga akan memberikan kesempatan mereka yang belum berangkat haji. “Jumhur ulama kan haji itu juga wajibnya sekali saja,” ungkapnya.
Sementara, kalau haji kedua akan jadi dilemma. Bisa masuk sunnah namun akan mengambil hak orang lain yang lebih wajib. Karenanya, menurutnya, mereka yang sudah pernah berhaji sebaiknya mendahulukan yang mereka yang tengah berstatus wajib. “Menurut saya masih banyak pilihan. Kalau tidak haji bisa umrah. Dan Umrah Haji kecil. Jadi, sebenarnya sama saja, tapi waktunya saja yang berbeda,” ujarnya. (wan/mia/jpg)