JAKARTA-Nasib terbentuknya konsorsium daerah-daerah di Sumatera Utara agar dapat ikut mengelola dan memiliki saham PT Indonesia Aluminium (Inalum), pasca berakhirnya kontrak kerja sama RI-Jepang atas PT.Inalum, hingga kini masih juga belum jelas. Agar konsorsium itu bisa dibentuk, pelaksana tugas Gubernur Sumatera Utara didesak segera mengoordinir para bupati se-Sumut.
“Sekarang ini sebenarnya kalau bisa dikatakan, hanya karena malu saja makanya kita tidak berkelahi. Artinya, berbagai upaya telah kita lakukan. Bahkan dalam setiap kesempatan saat bertemu dengan pelaksana tugas gubernur, terus kita bicarakan hal tersebut. Namun beliau berkali-kalin
hanya mengatakan: oke, nanti kita bicarakan. Tapi sampai saat ini, kita belum pernah lagi dipanggil,” kata Bupati Samosir Mangindar Simbolon, saat dihubungi secara khusus oleh koran ini lewat selulernya, kemarin.
Ia menegaskan, proses pembentukan konsorsium daerah atas pengelolaan pabrik peleburan aluminium Kuala Tanjung serta Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Sigura-gura, memang seharusnya diprakarsai oleh Gubernur Sumut. “Karena Inalum ini ’kan sifatnya lintas kabupaten/kota. Jadi sudah seharusnya menjadi ‘gawean’nya gubernur,” kata dia.
Namun kondisinya, justru tindakan nyata yang sebelumnya pernah ada, malah semakin memudar. Sementara waktu terus berjalan dan sebentar lagi kontrak kerja sama 30 tahun antara RI dan Jepang, atas Inalum, akan segera berakhir. Tepatnya 31 Oktober 2013 mendatang. Sehingga sesuai perjanjian sebagaimana dikemukakan Ketua Tim Perunding Perjanjian Kerja Sama PT. Inalum, MS. Hidayat, maka perundingan antara RI dan Jepang, sudah harus terlaksana paling lambat setahun sebelum kontrak tersebut berakhir. Tepatnya 31 Oktober 2012 ini.
“Jadi beberapa kali perundingan yang pernah kita lakukan, hingga kini sama sekali belum berwujud. Makanya kita sangat kecewa. Kami (para bupati di sekitar kawasan Danau Toba, Red), tidak mungkin bertindak sendiri tanpa dikoordinir oleh gubernur. Dan sekarang ini kita benar-benar telah kehilangan banyak momentum,” ungkapnya.
Selain menyayangkan belum adanya undangan dari Gatot, Mangindar juga merasa sangat aneh. Mengapa justru di saat-saat menjelang berakhirnya kontrak, Panitia Khusus DPRD terkait pembentukan konsorsium, juga malah semakin tidak terlihat tindakannya. Padahal, “hanya lewat konsorsiumlah satu-satunya cara agar daerah dapat memiliki bagian dalam proyek tersebut nantinya.”
Apalagi sinyalemen tersebut menurut pengakuan Mangindar kemudian, pernah dikemukakan oleh MS.Hidayat yang juga selaku Menteri Perindustrian. “Menurutnya saat itu, tergantung daerah. Ia bertanya mana usulannya. Yang tentu saja usulan (permintaan saham oleh daerah atas Inalum nantinya,red) menurut beliau harus didasari sebuah organisasi lengkap. Tapi ini, sampai sekarang konsorsium itu belum juga terbentuk. Makanya kita sangat kecewa,” cetusnya.
Karenanya, Mangindar dan sejumlah bupati lainnya mengaku semakin pesimis dapat menikmati hasil dari proyek tersebut. Padahal proyek tersebut berada di Sumut dan seharusnya dapat memberi income yang lebih bagi pembangunan di daerah. “Makanya satu-satunya jalan saat ini, provinsi harus kembali mengundang kita untuk membicarakan hal ini. Sebab tanpa adanya konsorsium, maka kita tidak dapat berbuat banyak. Karena konsorsium itulah nantinya yang siap bernegosiasi bahkan bersaing sebagai badan usaha. Jadi harus ada. Dan kuncinya saat ini, itu sepenuhnya berada di tangan provinsi.”
Oleh sebab itu Mangindar sangat berharap pelaksana tugas Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho, benar-benar dapat memperhatikan kondisi yang ada saat ini. Jangan justru terlelap dengan hiruk-pikuk pemilihan kepala daerah, sehingga Inalum lepas dari tangan. (gir)