30 C
Medan
Friday, June 21, 2024

Aspri Luthfi Diseret KPK

JAKARTA-Salah satu saksi kunci dalam kasus sup kuota impor daging sapi, Ahmad Zaki ‘diseret’ ke Komisi Pemberantasan Korupsu (KPK). Upaya jemput paksa itu dilakukan setelah asisten pribadi (aspri) Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) itu memberikan keterangan di pengadilan tindak pidana korupsi. Kemunculannya ke pengadilan juga sempat disindir Majelis Hakim yang menyebutnya baru muncul setelah ada ancaman jemput paksa.

Zaki ditangkap di luar tangga darurat Gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi usai memberikan keterangan di persidangan kasus suap pengurusann
kuota impor daging. Saat itu ia hendak bertukar pin Blackberry miliknya dengan sejumlah wartawan.

Mengenakan kemeja biru muda bermotif garis-garis dan juga celana jeans, Zaky sempat tertawa kecil sambil mendiktekan dua digit awal pin perangkat Blackberry miliknya sebelum disela oleh kehadiran tiga penyidik berkemeja batik dengan membawa map. “Pak Zaky, kami dari KPK, bisa ikut sebentar?” ujar salah seorang penyidik.

Raut wajah Zaky yang semula santai, mengeras mengetahui penyidik KPK menangkapnya. “Oh ya sudah, tidak apa-apa,” kata Zaky menyatakan persetujuannya.

Zaki dibawa oleh tim KPK sekitar pukul 18.00 dari Pengadilan Tipikor menuju gedung KPK. Saat dibawa masuk ke dalam gedung, pria yang disebut-sebut sebagai orang dekat mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq itu memilih bungkam. Berbagai pertanyaan wartawan tidak ada yang dijawabnya.

Jubir KPK Johan Budi SP mengatakan kalau Ahmad Zaki memang bisa dijemput paksa. Sebab, dia sudah berulangkali tidak merespon panggilan para penyidik. “Sudah dua kali dipanggil tapi tidak datang tanpa keterangan. Dia langsung diperiksa oleh penyidik malam ini (kemarin),” kata Johan.

Saat dipersidangan, sindiran kepada Zaki muncul saat persidangan sudah memeriksa beberapa saksi seperti Suharyono (Kepala Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian Kementerian Pertanian), Winantuningtyastiti (Sekjen DPR). Sedangkan Ahmad Zaki, Ahmad Rozi (kuasa hukum Ahmad Fathanah), Ridwan Hakim (putra Hilmi Aminuddin) dan Muhammad Taufiq Ridho (sekjen PKS) tidak datang.

Jaksa M Rum sempat mengatakan bakal melakukan panggilan paksa untuk Ahmad Zaki dan M. Rozi. Sebab, keduanya sudah dua kali mangkir dari panggilan untuk menjadi saksi bagi terdakwa petinggi PT Indoguna Utama, Arya Abdi Effendi dan Juard Effendy.

“Sudah beberapa kali dipanggil, berjanji hadir dan ternyata tidak hadir. Kami akan lakukan upaya paksa,” katanya. Pernyataan yang langsung diunggah oleh pewarta online itu tampaknya menjadi perhatian Zaki dan Rozi. Akhirnya, mereka muncul di persidangan.Ketua Majelis Hakim Purwono Edi Santosa menyindir Zaki dan Rozi datang ke persidangan setelah berita akan melakukan upaya paksa muncul. Tidak mau membuang banyak waktu, keduanya lantas diperiksa secara bergiliran. Yang pertama diperiksa adalah Ahmad Rozi, kuasa hukum Fathanah sekaligus kader PKS.

Persidangan mengulik peran dia yang diminta LHI untuk menghubungi Komisaris PT Radina Bioadicipta Elda Devianne. Seperti umumnya saksi, dia kerap memberikan keterangan yang diduga tidak sebenarnya. Untuk membuat Rozi tidak berkutik, penuntut umum lantas membuka rekaman.

Dalam salah satu rekaman yang diputar, terdengar percakapan LHI dan Rozi. Intinya, LHI meminta agar dia segera meminta data kepada Elda untuk diserahkan ke Suwarso (orang dekat Mentan Suswono). “Update terakhir supaya ada alasan bagi menteri untuk mengeluarkan izin baru,” kata LHI dalam rekaman.

Penuntut umum menyebut Rozi tahu betul terkait permintaan penambahan kuota itu karena sempat menimpali ucapan LHI. Sepengetahuannya, Wamen Perdagangan mengatakan kuota impor daging sapi memang perlu ditambah. Tapi, ucapan Rozi tersebut dibantah LHI karena itu untuk anggaran 2013, bukan tahun berjalan.

Dalam persidangan juga terungkap kalau Rozi sempat menyampaikan permintaan agar Ridwan Hakim dipertemukan dengan Dirut PT Indoguna Utama Maria Elizabeth Liman. “Saya sampaikan ke LHI kalau Ahmad Fathanah mau mempertemukan Bu Elizabeth dengan Ridwan. Tapi, dia (LHI) bilang enggak usah itu,” kata Rozi.

Fakta menarik lain dalam persidangan itu, Rozi juga mengakui menerima salinan berita acara pemeriksaan (BAP) yang dicuri oleh Ahmad Fathanah ketika diperiksa KPK. Versinya, berkas itu lantas diberikan kepada tim pengacara Luthfi Hasan Ishaaq. Dia mengaku mendapat berkas itu setelah dua hari penangkapan Fathanah.

“Dia kasih setumpuk berkas, saya ambil. Lantas ada proses penangkapan Luthfi. Saya kenal pengacaranya, Zainuddin Paru. Kami adakan pertemuan, dia meminta dokumen,” jelasnya. Dokumen curian itu lantas dikopi stafnya sebelum dikembalikan ke Rozi.
Sementara saat persidangan meminta kesaksian Zaki, dia mengakui kenal dengan Fathanah karena teman dari LHI. Sedangkan hubungannya dengan LHI, dia mengaku dari hubungan struktural partai. Zaki mengaku sebagai anggota PKS di departemen pengembangan usaha partai berlogo bulan sabit kembar itu.

Tidak jauh berbeda dengan Rozi, keterangan yang disampaikan Zaki juga terkesan menutupi sesuatu. Untuk mempertegas jawaban Zaki, jaksa sempat memutar beberapa rekaman. Termasuk saat dijanjikannya uang Rp40 miliar dari permintaan 8 ribu ton daging.
Zaki mengaku ditelikung Fathanah yang tiba-tiba mengklaim mendapat jatah 8 ribu ton daging. Di persidangan, Zaki sempat menyebut kalau Fathanah dan bunda (Elda, red) bermain sendiri. “Setelah 500 ton gagal, saya tidak berinteraksi lagi. Sampai tiba-tiba telepon dan bilang dapat 8 ribu ton,” jelasnya.

Sebagai seorang bawahan, Zaki bisa dibilang cukup loyal terhadap LHI. Itulah kenapa, Zaki sempat menyampaikan beberapa perkataan sinis terhadap Fathanah.  Dia kembali menyinggung soal kasus pulsa yang terjadi 2005 silam. Saat itu, Fathanah nekat memalsu tanda tangan LHI yang membuat pria Makassar itu dipenjara.

Namun, sumpah serapa itu tidak berarti saat jaksa bertanya kenapa menerima uang Rp7,5 juta dari Fathanah. Padahal, dia tahu sendiri kalau Fathanah disebutnya sebagai orang yang jelek. “Kalau dia beri, biasanya posisi saya sedang tidak punya uang sama sekali atau dia benar-benar memaksa,” jawab Zaki setelah diam cukup lama.

Di samping itu, tersangka kasus suap pengaturan kuota daging impor LHI tampaknya makin sulit mengelak jika selama ini dia tidak terlibat dalam kasus tersebut. Sebab kemarin dalam persidangan terungkap arti pembicaraan bahasa Arab antara LHI dan Fathanah terkait pengaturan kuota daging impor.
Terungkapnya pembicaraan itu karena dalam sidang jaksa menghadirkan penerjemah dari Kedubes Arab Saudi yakni JA Jamaluddin. Dalam translate pembicaraan yang disampaikan Jamaluddin terungkap jika pembicaraan kedua tersangka itu terkait fee pengaturan kuota daging impor yang diinginkan PT Indoguna Utama.

Dalam percakapan itu diketahui Fathanah terkesan sepertinya dia tidak ingin membicaraanya dalam telepon itu didengar orang lain. Hal itu terungkap dari kalimat awal yang disampaikannya. “Besok pagi, ismak..ismak ee kalam Arab ya ana. Ee ee huwa iya tudkhil tsmaniya alaf batruk ton laheim.”
Kalimat itu dalam bahasa Indonesia berarti, “Besok pagi, dengerkan, saya mau bicara bahasa Arab, Dia (laki-laki)… Dia (perempuan)… akan memasukkan 8.000 ton daging. Dengar 8.000 ton daging dia akan memberikan 40 miliar tunai.” Kata ganti orang yang merujuk pada perempuan itu kemungkinan maksudnya Dirut PT Indoguna Utama, Maria Elizabeth Liman.

Fathanah lantas menegaskan dengan kalimat, “Ee tsamaniya allaf alheim ee huwa hiya ta l kullu annukud arbaik miliar cash”. Menurut penerjemah artinya untuk 8 ribu ton akan dibayarkan Rp40 M tunai. Luthfi pun menanggapi hal itu dengan menayakan kebutuhan daging yang diperlukan.

Kalimat yang diucapkan LHI yakni, “Eee tahil kam tsamaniya faqod.” Artinya, “Eh itu 8.000 saja?” Kalimat itu seolah mematahkan pernyataan LHI. Dalam sidang-sidang terdahulu LHI memang selalu bisa berkelit terhadap rekaman pembicaraan antara dirinya dan Fathanah. Dalam rekaman ini, LHI mengatakan dirinya tidak menanggapi omongan Fathanah yang dianggapnya hanya ngawur.

Kalimat lain yang dibahas dalam sidang kemarin ialah ucapan Fathanah menjawab pertanyaan LHI terkait kebutuhan daging. “Kalau bisa asyara dua puluh-tiga puluh ribu, tapi banyak yang riil yang dia mau masukkan itu jadi lapan ribu.”

Percakapan antara Fathanah dan LHI pun berlanjut. LHI sempat melontarkan kalimat “Ana akan minta, ana akan minta sepuluhlah ya.” Diduga kalimat ini penegaskan LHI bahwa dirinya akan memuluskan kuota import 10 ribu ton.

Pernyataan Lutfi lantas disauti Fathanah. “Sepuluh ribu berarti lima puluh miliar, khusin miliar.” Khusin miliar itulah menurut Jamaluddin, berarti lima puluh miliar uang.

Dari terjemahan kalimat-kalimat itu lantas jaksa bertanya ke Jamaluddin. “Menurut saudara apa makna dari percakapan tersebut?” ujar JPU dari KPK.
Jamaluddin menjawab komunikasi keduanya menunjukkan pembahasan transaksi yang akan menghasilkan sesuatu, termasuk di antaranya menghasilkan uang.

Menurut Jamaluddin dalam percakapan itu juga dibahas pihak ketiga. Kalimat itu salah satunya mengarah pada kata ganti orang ketika perempuan, yakni huwa.

Sita Aset LHI Lagi

Di gedung KPK, Jubir Johan Budi S.P menyampaikan kalau berkas perkara Ahmad Fathanah sudah lengkap. Kemarin, berkas milik sahabat LHI itu sudah dilimpahkan ke penuntutan. Sedangkan berkas LHI yang sempat tertunda dipastikan segera menyusul. “Kemungkinan berkasnya (LHI) selesai pekan ini,” ujarnya.

Sembari menunggu berkas mantan Presiden PKS itu rampung, KPK kembali melakukan penyitaan terhadap aset LHI. Menurut Johan Budi, yang disita penyidik adalah dua tanah dan bangunan. Pertama, tanah di desa barengkok, Bogor seluas 5,9 hektar. Ditaksir, tanah yang dimiliki sejak 2008 itu bernilai Rp3,5 miliar.

“Ada juga tanah dan bangunan d Loji Barat, desa Cipanas, Pacet, Cianjur, Jawa Barat. Rumah itu bernilai sekitar Rp750 juta,” katanya. Penyitaan itu memperpanjang daftar sita yang dilakukan KPK. Sebelumnya, lembaga antirasuah itu sudah menyita lima rumah, dan tujuh mobil.

Johan mengatakan kalau barang sitaan itu masih tetap bisa dikembalikan. Asalkan, hakim di pengadilan Tipikor yang menangani kasus suap kuota impor daging sapi menganggap tidak perlu ada penyitaan. Sita dilakukan agar aset-aset yang diduga didapat dari korupsi itu tidak berpindah tangan. (dim/gun/jpnn)

JAKARTA-Salah satu saksi kunci dalam kasus sup kuota impor daging sapi, Ahmad Zaki ‘diseret’ ke Komisi Pemberantasan Korupsu (KPK). Upaya jemput paksa itu dilakukan setelah asisten pribadi (aspri) Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) itu memberikan keterangan di pengadilan tindak pidana korupsi. Kemunculannya ke pengadilan juga sempat disindir Majelis Hakim yang menyebutnya baru muncul setelah ada ancaman jemput paksa.

Zaki ditangkap di luar tangga darurat Gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi usai memberikan keterangan di persidangan kasus suap pengurusann
kuota impor daging. Saat itu ia hendak bertukar pin Blackberry miliknya dengan sejumlah wartawan.

Mengenakan kemeja biru muda bermotif garis-garis dan juga celana jeans, Zaky sempat tertawa kecil sambil mendiktekan dua digit awal pin perangkat Blackberry miliknya sebelum disela oleh kehadiran tiga penyidik berkemeja batik dengan membawa map. “Pak Zaky, kami dari KPK, bisa ikut sebentar?” ujar salah seorang penyidik.

Raut wajah Zaky yang semula santai, mengeras mengetahui penyidik KPK menangkapnya. “Oh ya sudah, tidak apa-apa,” kata Zaky menyatakan persetujuannya.

Zaki dibawa oleh tim KPK sekitar pukul 18.00 dari Pengadilan Tipikor menuju gedung KPK. Saat dibawa masuk ke dalam gedung, pria yang disebut-sebut sebagai orang dekat mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq itu memilih bungkam. Berbagai pertanyaan wartawan tidak ada yang dijawabnya.

Jubir KPK Johan Budi SP mengatakan kalau Ahmad Zaki memang bisa dijemput paksa. Sebab, dia sudah berulangkali tidak merespon panggilan para penyidik. “Sudah dua kali dipanggil tapi tidak datang tanpa keterangan. Dia langsung diperiksa oleh penyidik malam ini (kemarin),” kata Johan.

Saat dipersidangan, sindiran kepada Zaki muncul saat persidangan sudah memeriksa beberapa saksi seperti Suharyono (Kepala Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian Kementerian Pertanian), Winantuningtyastiti (Sekjen DPR). Sedangkan Ahmad Zaki, Ahmad Rozi (kuasa hukum Ahmad Fathanah), Ridwan Hakim (putra Hilmi Aminuddin) dan Muhammad Taufiq Ridho (sekjen PKS) tidak datang.

Jaksa M Rum sempat mengatakan bakal melakukan panggilan paksa untuk Ahmad Zaki dan M. Rozi. Sebab, keduanya sudah dua kali mangkir dari panggilan untuk menjadi saksi bagi terdakwa petinggi PT Indoguna Utama, Arya Abdi Effendi dan Juard Effendy.

“Sudah beberapa kali dipanggil, berjanji hadir dan ternyata tidak hadir. Kami akan lakukan upaya paksa,” katanya. Pernyataan yang langsung diunggah oleh pewarta online itu tampaknya menjadi perhatian Zaki dan Rozi. Akhirnya, mereka muncul di persidangan.Ketua Majelis Hakim Purwono Edi Santosa menyindir Zaki dan Rozi datang ke persidangan setelah berita akan melakukan upaya paksa muncul. Tidak mau membuang banyak waktu, keduanya lantas diperiksa secara bergiliran. Yang pertama diperiksa adalah Ahmad Rozi, kuasa hukum Fathanah sekaligus kader PKS.

Persidangan mengulik peran dia yang diminta LHI untuk menghubungi Komisaris PT Radina Bioadicipta Elda Devianne. Seperti umumnya saksi, dia kerap memberikan keterangan yang diduga tidak sebenarnya. Untuk membuat Rozi tidak berkutik, penuntut umum lantas membuka rekaman.

Dalam salah satu rekaman yang diputar, terdengar percakapan LHI dan Rozi. Intinya, LHI meminta agar dia segera meminta data kepada Elda untuk diserahkan ke Suwarso (orang dekat Mentan Suswono). “Update terakhir supaya ada alasan bagi menteri untuk mengeluarkan izin baru,” kata LHI dalam rekaman.

Penuntut umum menyebut Rozi tahu betul terkait permintaan penambahan kuota itu karena sempat menimpali ucapan LHI. Sepengetahuannya, Wamen Perdagangan mengatakan kuota impor daging sapi memang perlu ditambah. Tapi, ucapan Rozi tersebut dibantah LHI karena itu untuk anggaran 2013, bukan tahun berjalan.

Dalam persidangan juga terungkap kalau Rozi sempat menyampaikan permintaan agar Ridwan Hakim dipertemukan dengan Dirut PT Indoguna Utama Maria Elizabeth Liman. “Saya sampaikan ke LHI kalau Ahmad Fathanah mau mempertemukan Bu Elizabeth dengan Ridwan. Tapi, dia (LHI) bilang enggak usah itu,” kata Rozi.

Fakta menarik lain dalam persidangan itu, Rozi juga mengakui menerima salinan berita acara pemeriksaan (BAP) yang dicuri oleh Ahmad Fathanah ketika diperiksa KPK. Versinya, berkas itu lantas diberikan kepada tim pengacara Luthfi Hasan Ishaaq. Dia mengaku mendapat berkas itu setelah dua hari penangkapan Fathanah.

“Dia kasih setumpuk berkas, saya ambil. Lantas ada proses penangkapan Luthfi. Saya kenal pengacaranya, Zainuddin Paru. Kami adakan pertemuan, dia meminta dokumen,” jelasnya. Dokumen curian itu lantas dikopi stafnya sebelum dikembalikan ke Rozi.
Sementara saat persidangan meminta kesaksian Zaki, dia mengakui kenal dengan Fathanah karena teman dari LHI. Sedangkan hubungannya dengan LHI, dia mengaku dari hubungan struktural partai. Zaki mengaku sebagai anggota PKS di departemen pengembangan usaha partai berlogo bulan sabit kembar itu.

Tidak jauh berbeda dengan Rozi, keterangan yang disampaikan Zaki juga terkesan menutupi sesuatu. Untuk mempertegas jawaban Zaki, jaksa sempat memutar beberapa rekaman. Termasuk saat dijanjikannya uang Rp40 miliar dari permintaan 8 ribu ton daging.
Zaki mengaku ditelikung Fathanah yang tiba-tiba mengklaim mendapat jatah 8 ribu ton daging. Di persidangan, Zaki sempat menyebut kalau Fathanah dan bunda (Elda, red) bermain sendiri. “Setelah 500 ton gagal, saya tidak berinteraksi lagi. Sampai tiba-tiba telepon dan bilang dapat 8 ribu ton,” jelasnya.

Sebagai seorang bawahan, Zaki bisa dibilang cukup loyal terhadap LHI. Itulah kenapa, Zaki sempat menyampaikan beberapa perkataan sinis terhadap Fathanah.  Dia kembali menyinggung soal kasus pulsa yang terjadi 2005 silam. Saat itu, Fathanah nekat memalsu tanda tangan LHI yang membuat pria Makassar itu dipenjara.

Namun, sumpah serapa itu tidak berarti saat jaksa bertanya kenapa menerima uang Rp7,5 juta dari Fathanah. Padahal, dia tahu sendiri kalau Fathanah disebutnya sebagai orang yang jelek. “Kalau dia beri, biasanya posisi saya sedang tidak punya uang sama sekali atau dia benar-benar memaksa,” jawab Zaki setelah diam cukup lama.

Di samping itu, tersangka kasus suap pengaturan kuota daging impor LHI tampaknya makin sulit mengelak jika selama ini dia tidak terlibat dalam kasus tersebut. Sebab kemarin dalam persidangan terungkap arti pembicaraan bahasa Arab antara LHI dan Fathanah terkait pengaturan kuota daging impor.
Terungkapnya pembicaraan itu karena dalam sidang jaksa menghadirkan penerjemah dari Kedubes Arab Saudi yakni JA Jamaluddin. Dalam translate pembicaraan yang disampaikan Jamaluddin terungkap jika pembicaraan kedua tersangka itu terkait fee pengaturan kuota daging impor yang diinginkan PT Indoguna Utama.

Dalam percakapan itu diketahui Fathanah terkesan sepertinya dia tidak ingin membicaraanya dalam telepon itu didengar orang lain. Hal itu terungkap dari kalimat awal yang disampaikannya. “Besok pagi, ismak..ismak ee kalam Arab ya ana. Ee ee huwa iya tudkhil tsmaniya alaf batruk ton laheim.”
Kalimat itu dalam bahasa Indonesia berarti, “Besok pagi, dengerkan, saya mau bicara bahasa Arab, Dia (laki-laki)… Dia (perempuan)… akan memasukkan 8.000 ton daging. Dengar 8.000 ton daging dia akan memberikan 40 miliar tunai.” Kata ganti orang yang merujuk pada perempuan itu kemungkinan maksudnya Dirut PT Indoguna Utama, Maria Elizabeth Liman.

Fathanah lantas menegaskan dengan kalimat, “Ee tsamaniya allaf alheim ee huwa hiya ta l kullu annukud arbaik miliar cash”. Menurut penerjemah artinya untuk 8 ribu ton akan dibayarkan Rp40 M tunai. Luthfi pun menanggapi hal itu dengan menayakan kebutuhan daging yang diperlukan.

Kalimat yang diucapkan LHI yakni, “Eee tahil kam tsamaniya faqod.” Artinya, “Eh itu 8.000 saja?” Kalimat itu seolah mematahkan pernyataan LHI. Dalam sidang-sidang terdahulu LHI memang selalu bisa berkelit terhadap rekaman pembicaraan antara dirinya dan Fathanah. Dalam rekaman ini, LHI mengatakan dirinya tidak menanggapi omongan Fathanah yang dianggapnya hanya ngawur.

Kalimat lain yang dibahas dalam sidang kemarin ialah ucapan Fathanah menjawab pertanyaan LHI terkait kebutuhan daging. “Kalau bisa asyara dua puluh-tiga puluh ribu, tapi banyak yang riil yang dia mau masukkan itu jadi lapan ribu.”

Percakapan antara Fathanah dan LHI pun berlanjut. LHI sempat melontarkan kalimat “Ana akan minta, ana akan minta sepuluhlah ya.” Diduga kalimat ini penegaskan LHI bahwa dirinya akan memuluskan kuota import 10 ribu ton.

Pernyataan Lutfi lantas disauti Fathanah. “Sepuluh ribu berarti lima puluh miliar, khusin miliar.” Khusin miliar itulah menurut Jamaluddin, berarti lima puluh miliar uang.

Dari terjemahan kalimat-kalimat itu lantas jaksa bertanya ke Jamaluddin. “Menurut saudara apa makna dari percakapan tersebut?” ujar JPU dari KPK.
Jamaluddin menjawab komunikasi keduanya menunjukkan pembahasan transaksi yang akan menghasilkan sesuatu, termasuk di antaranya menghasilkan uang.

Menurut Jamaluddin dalam percakapan itu juga dibahas pihak ketiga. Kalimat itu salah satunya mengarah pada kata ganti orang ketika perempuan, yakni huwa.

Sita Aset LHI Lagi

Di gedung KPK, Jubir Johan Budi S.P menyampaikan kalau berkas perkara Ahmad Fathanah sudah lengkap. Kemarin, berkas milik sahabat LHI itu sudah dilimpahkan ke penuntutan. Sedangkan berkas LHI yang sempat tertunda dipastikan segera menyusul. “Kemungkinan berkasnya (LHI) selesai pekan ini,” ujarnya.

Sembari menunggu berkas mantan Presiden PKS itu rampung, KPK kembali melakukan penyitaan terhadap aset LHI. Menurut Johan Budi, yang disita penyidik adalah dua tanah dan bangunan. Pertama, tanah di desa barengkok, Bogor seluas 5,9 hektar. Ditaksir, tanah yang dimiliki sejak 2008 itu bernilai Rp3,5 miliar.

“Ada juga tanah dan bangunan d Loji Barat, desa Cipanas, Pacet, Cianjur, Jawa Barat. Rumah itu bernilai sekitar Rp750 juta,” katanya. Penyitaan itu memperpanjang daftar sita yang dilakukan KPK. Sebelumnya, lembaga antirasuah itu sudah menyita lima rumah, dan tujuh mobil.

Johan mengatakan kalau barang sitaan itu masih tetap bisa dikembalikan. Asalkan, hakim di pengadilan Tipikor yang menangani kasus suap kuota impor daging sapi menganggap tidak perlu ada penyitaan. Sita dilakukan agar aset-aset yang diduga didapat dari korupsi itu tidak berpindah tangan. (dim/gun/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/