JAKARTA – Pemilu presiden (Pilpres) tahun ini juga menjadi perhatian media massa asing. Kantor berita Reuters bahkan menyebut Amerika Serikat “sakit kepala” mengetahui mantan Danjen Kopassus TNI Prabowo Subianto maju sebagai calon presiden (capres).
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Taufik Bahauddin mengatakan hal tersebut tak lepas dari kepentingan bisnis negara adidaya tersebut di Indonesia. Taufik sendiri mengaku merasakan langsung kekhawatiran tersebut saat menghadiri undangan makan malam dari ARMCHAM, organisasi seperti Kamar Dagang Indonesia (KADIN) di AS.
Saat itu belum ada wacana menjadikan Jokowi sebagai capres. Pada kesempatan itu para pengusaha AS mengutarakan kekhawatiran kelangsungan bisnisnya di Indonesia.
“Perusahaan besar AS khawatir bagaimana dengan bisnis mereka sebab Prabowo tidak ada saingan. Ada yang bilang sambil guyon, kalau saja ada yang bisa menyaingi Prabowo akan lebih bagus,” kata Taufik kepada wartawan di Jakarta, Jumat (30/5).
Ia lantas menyarankan agar perusahaan-perusahaan AS menyampaikan langsung kegundahannya kepada Prabowo. Dua bulan kemudian, sambung Taufik, rekannya di ARMCHAM menemui Prabowo dalam sebuah jamuan makan malam.
“Prabowo bilang dia sudah diundang dinner. Dia jelaskan akan hormati hak mereka, tapi mereka juga harus adil dan tidak mengambil hak bangsa,” ungkap Taufik.
Pakar ekonomi ini menambahkan, jauh sebelum resmi maju sebagai capres, Prabowo sudah menjelaskan secara konseptual ekonomi kerakyatan yang dianutnya. Yakni sistem dimana pemerintah berpihak terhadap pelaku ekonomi nasional dan membantu mereka yang belum siap bersaing di pasar bebas.
“Intinya mengarah pada kedaulatan ekonomi dengan acuan Pasal 33 dan 34 UUD 1945,” tandasnya. (dil/jpnn)
JAKARTA – Pemilu presiden (Pilpres) tahun ini juga menjadi perhatian media massa asing. Kantor berita Reuters bahkan menyebut Amerika Serikat “sakit kepala” mengetahui mantan Danjen Kopassus TNI Prabowo Subianto maju sebagai calon presiden (capres).
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Taufik Bahauddin mengatakan hal tersebut tak lepas dari kepentingan bisnis negara adidaya tersebut di Indonesia. Taufik sendiri mengaku merasakan langsung kekhawatiran tersebut saat menghadiri undangan makan malam dari ARMCHAM, organisasi seperti Kamar Dagang Indonesia (KADIN) di AS.
Saat itu belum ada wacana menjadikan Jokowi sebagai capres. Pada kesempatan itu para pengusaha AS mengutarakan kekhawatiran kelangsungan bisnisnya di Indonesia.
“Perusahaan besar AS khawatir bagaimana dengan bisnis mereka sebab Prabowo tidak ada saingan. Ada yang bilang sambil guyon, kalau saja ada yang bisa menyaingi Prabowo akan lebih bagus,” kata Taufik kepada wartawan di Jakarta, Jumat (30/5).
Ia lantas menyarankan agar perusahaan-perusahaan AS menyampaikan langsung kegundahannya kepada Prabowo. Dua bulan kemudian, sambung Taufik, rekannya di ARMCHAM menemui Prabowo dalam sebuah jamuan makan malam.
“Prabowo bilang dia sudah diundang dinner. Dia jelaskan akan hormati hak mereka, tapi mereka juga harus adil dan tidak mengambil hak bangsa,” ungkap Taufik.
Pakar ekonomi ini menambahkan, jauh sebelum resmi maju sebagai capres, Prabowo sudah menjelaskan secara konseptual ekonomi kerakyatan yang dianutnya. Yakni sistem dimana pemerintah berpihak terhadap pelaku ekonomi nasional dan membantu mereka yang belum siap bersaing di pasar bebas.
“Intinya mengarah pada kedaulatan ekonomi dengan acuan Pasal 33 dan 34 UUD 1945,” tandasnya. (dil/jpnn)