30.6 C
Medan
Monday, June 24, 2024

Sepertiga Murid Kelas 2 SD Lambat Membaca

Foto: Istimewa Dari kiri ke kanan:  Kasi Pendidikan Khusus Diknas Propsu/mewakili Kadisdik Propsu, Basrin Siregar, Education Specialist USAID, Ester Manurung, dan Konsul AS untuk Sumatera, Robert Ewing, di Medan, Senin (30/6/2014).
Foto: Istimewa
Dari kiri ke kanan: Kasi Pendidikan Khusus Diknas Propsu/mewakili Kadisdik Propsu, Basrin Siregar, Education Specialist USAID, Ester Manurung, dan Konsul AS untuk Sumatera, Robert Ewing, di Medan, Senin (30/6/2014).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Di bawah naungan kontrak USAID Ed Data II, RTI International, bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementrian Agama (Kemenag) dan Myriad Research, melakukan survei nasional mengenai Penilaian Kemampuan Membaca Siswa Kelas Awal (EGRA) dan Potret Efektifitas Pengelolaan Sekolah (SSME) di Indonesia pada 2013-2014.

Tujuan dari survei nasional ini adalah untuk menginformasikan Pemerintah Republik Indonesia dan USAID/Indonesia mengenai apa yang terjadi di sekolah-sekolah dasar di Indonesia, dan mengapa hal-hal tersebut terjadi.

Survei nasional ini dilakukan terhadap 4.800 siswa kelas 2 di 400 sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah, dengan pembagian yang merata antara siswa laki-laki dan perempuan. Survei nasional ini dilakukan di empat wilayah: (1) Sumatra, (2) Jawa-Bali (3) Kalimantan-Sulawesi, dan (4) Maluku-Nusa Tenggara-Papua (MNP).

Hasil survei nasional secara keseluruhan menunjukkan bahwa siswa-siswa di Indonesia mempunyai kemampuan membaca yang relatif cukup tinggi. Hampir setengah dari seluruh siswa (48%) merupakan siswa yang fasih dan memahami apa yang dibacanya dan mereka siap untuk duduk di kelas 3, sementara itu hanya 5,9% dari seluruh siswa kelas 2 di Indonesia masuk ke dalam kategori yang terendah (belum dapat membaca).

Di wilayah Sumatera, hampir  separuh siswa (42%) telah lancar membaca dan memahami apa yang dibacanya, dan 28% lainnya membaca lebih lambat namun cukup memahami apa yang dibacanya. Namun demikian, sepertiga siswa-siswa masih memerlukan tambahan dukungan dalam pengajaran membaca. Siswa seperti ini ditemukan pada semua kelas yang diobservasi.

Oleh karena itu guru perlu memiliki strategi untuk mengenali dan menyediakan dukungan remedi kepada siswa yang belum bisa membaca. Hasil survei di wilayah Sumatera ini menunjukkan bahwa siswa putri lebih baik pemahamannya dibandingkan dengan putra. Sebanyak 25% dari siswa yang tidak masuk TK memiliki kemampuan membaca yang lebih lambat dibandingkan dengan yang masuk TK.

Hasil survei SSME memperlihatkan sejumlah faktor yang berhubungan secara signifikan dengan tingginya kemampuan membaca. Untuk wilayah Sumatera hal tersebut termasuk: siswa memiliki akses untuk menggunakan perpustakaan, umpan balik yang diberikan guru secara tertulis terhadap pekerjaan rumah atau tugas di sekolah, serta mendorong siswa untuk menjawab pertanyaan yang diajukan di kelas. (Rel/mea)

Foto: Istimewa Dari kiri ke kanan:  Kasi Pendidikan Khusus Diknas Propsu/mewakili Kadisdik Propsu, Basrin Siregar, Education Specialist USAID, Ester Manurung, dan Konsul AS untuk Sumatera, Robert Ewing, di Medan, Senin (30/6/2014).
Foto: Istimewa
Dari kiri ke kanan: Kasi Pendidikan Khusus Diknas Propsu/mewakili Kadisdik Propsu, Basrin Siregar, Education Specialist USAID, Ester Manurung, dan Konsul AS untuk Sumatera, Robert Ewing, di Medan, Senin (30/6/2014).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Di bawah naungan kontrak USAID Ed Data II, RTI International, bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementrian Agama (Kemenag) dan Myriad Research, melakukan survei nasional mengenai Penilaian Kemampuan Membaca Siswa Kelas Awal (EGRA) dan Potret Efektifitas Pengelolaan Sekolah (SSME) di Indonesia pada 2013-2014.

Tujuan dari survei nasional ini adalah untuk menginformasikan Pemerintah Republik Indonesia dan USAID/Indonesia mengenai apa yang terjadi di sekolah-sekolah dasar di Indonesia, dan mengapa hal-hal tersebut terjadi.

Survei nasional ini dilakukan terhadap 4.800 siswa kelas 2 di 400 sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah, dengan pembagian yang merata antara siswa laki-laki dan perempuan. Survei nasional ini dilakukan di empat wilayah: (1) Sumatra, (2) Jawa-Bali (3) Kalimantan-Sulawesi, dan (4) Maluku-Nusa Tenggara-Papua (MNP).

Hasil survei nasional secara keseluruhan menunjukkan bahwa siswa-siswa di Indonesia mempunyai kemampuan membaca yang relatif cukup tinggi. Hampir setengah dari seluruh siswa (48%) merupakan siswa yang fasih dan memahami apa yang dibacanya dan mereka siap untuk duduk di kelas 3, sementara itu hanya 5,9% dari seluruh siswa kelas 2 di Indonesia masuk ke dalam kategori yang terendah (belum dapat membaca).

Di wilayah Sumatera, hampir  separuh siswa (42%) telah lancar membaca dan memahami apa yang dibacanya, dan 28% lainnya membaca lebih lambat namun cukup memahami apa yang dibacanya. Namun demikian, sepertiga siswa-siswa masih memerlukan tambahan dukungan dalam pengajaran membaca. Siswa seperti ini ditemukan pada semua kelas yang diobservasi.

Oleh karena itu guru perlu memiliki strategi untuk mengenali dan menyediakan dukungan remedi kepada siswa yang belum bisa membaca. Hasil survei di wilayah Sumatera ini menunjukkan bahwa siswa putri lebih baik pemahamannya dibandingkan dengan putra. Sebanyak 25% dari siswa yang tidak masuk TK memiliki kemampuan membaca yang lebih lambat dibandingkan dengan yang masuk TK.

Hasil survei SSME memperlihatkan sejumlah faktor yang berhubungan secara signifikan dengan tingginya kemampuan membaca. Untuk wilayah Sumatera hal tersebut termasuk: siswa memiliki akses untuk menggunakan perpustakaan, umpan balik yang diberikan guru secara tertulis terhadap pekerjaan rumah atau tugas di sekolah, serta mendorong siswa untuk menjawab pertanyaan yang diajukan di kelas. (Rel/mea)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/