JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kekhawatiran terhadap situasi keamanan membuat gelombang eksodus warga dari Wamena belum berhenti. Hingga kemarin, 3.200 warga telah dievakuasi menggunakan pesawat Hercules milik TNI AU dari Wamena ke Jayapura. Itu lantaran imbas kerusuhan yang terjadi selama enam hari ini.
“Sampai saat ini sudah 3.200 pengungsi yang diangkut,” kata Komandan Lanud Silas Papare Jayapura, Marsma TNI Tri Bowo Budi Santoso saat dihubungi JawaPos.com (grup Sumut Pos), Minggu (29/9)n
Bowo menuturkan, dua pesawat Hercules milik TNI AU digunakan untuk melakukan evakuasi warga yang terdampak kerusuhan. Mereka yang dievakuasi kebanyakan warga pendatang. “Warga pendatang yang berasal dari Makassar, Padang, kemudian dari Jawa Timur. Jadi seluruh warga pendatang yang ada di Wamena,” terang Bowo.
Tak hanya mengevakuasi warga, pesawat Hercules juga digunakan untuk membawa logistik. Menurutnya, logistik tersebut diangkut dari Jayapura untuk warga terdampak kerusuhan di Wamena.
Sebab hingga kini prekonomian di Wamena belum berangsur pulih. Karena toko-toko yang ada di Wamena kebanyakan milik dari warga pendatang. “Kegiatan ekonomi belum berjalan, karena kebanyakan warga pendatang yang buka toko di sana,” ucap Bowo.
Kendati demikian, Bowo memastikan wilayah Wamena kini sudah mulai berangsur kondusif. “Kondisinya kalau keamanan kondusif, hanya situasi di Kota masih belum berjalan normal,” tukas Bowo.
Warga Ingin Eksodus Membludak
Sementara pada Sabtu (28/9) lalu, lebih dari 5 ribu orang yang mendaftar penerbangan ke Jayapura atau luar Papua dengan pesawat Hercules. Meningkat dari jumlah yang tercatat Jumat (27/9), yakni 2.589 orang. Masyarakat pendatang maupun asli Papua yang ingin eksodus bahkan tidak hanya berasal dari Wamena. Tetapi juga kabupaten pemekaran lain di wilayah Pegunungan Tengah Papua seperti Tolikara, Yalimo, Lanny Jaya, dan Mamberamo Tengah.
Kepala Detasemen TNI-AU Wamena Mayor Pnb Arief Sudjatmiko mengakui, jumlah warga yang ingin eksodus membeludak. Sejak kemarin pagi, warga berbondong-bondong mendaftar ke Detasemen TNI-AU Wamena. “Kalau bisa kami kalkulasikan, jumlah pendaftar saat ini dengan yang sudah diterbangkan bukan lagi 5 ribu orang, tetapi sudah menembus 10 ribu,” ungkap dia kepada Cenderawasih Pos di apron kargo Bandara Wamena kemarin (28/9).
Dia memastikan, pendaftar yang tercatat sehari sebelumnya yang sebanyak 2.589 orang mulai diterbangkan kemarin pagi. Namun, pendaftar baru yang sebagian besar berasal dari kabupaten pemekaran lain masih harus antre pesawat.
Menurut dia, eksodus tersebut mungkin terjadi karena warga terpengaruh isu-isu kerusuhan. “Sehingga mereka lebih memilih untuk meninggalkan daerah ini ke tempat yang lebih aman seperti Jayapura dan luar Papua seperti Makassar dan Jawa,” jelas Sudjatmiko.
Saat ini penerbangan Hercules dilakukan dengan pola yang berbeda. Penumpang disusun sesuai kelompok keberangkatan setiap penerbangan. Dengan begitu, dalam sehari bisa dilakukan empat penerbangan dengan kapasitas penumpang 150 sampai 160 orang sekali angkut.
“Mekanisme penerbangan yang saat ini dilakukan memang berbeda dengan yang sebelumnya agar lebih menertibkan para pengungsi yang akan eksodus ke luar Wamena,” terangnya. Detasemen TNI-AU Wamena juga menghindari konflik yang terjadi antara sesama pengungsi, termasuk mengamankan ibu-ibu dan anak-anak. “Sehingga kami membuat daftar untuk setiap kali penerbangan,” imbuh dia.
Secara terpisah, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jayawijaya Pendeta Esmon Walilo mengatakan, persoalan eksodus tidak hanya terjadi pada masyarakat pendatang. Masyarakat asli Lembah Baliem yang tinggal di Kota Wamena kini juga ikut pergi ke tempat yang dinilai lebih aman. “Masyarakat asli yang tinggal di Kota Wamena juga mengungsi ke kampung halamannya. Bahkan, yang dari kampung juga enggan masuk ke kota lantaran takut akibat banyaknya informasi tidak benar yang beredar,” jelasnya.
Dia mencontohkan informasi yang menyebutkan bahwa aparat TNI-Polri mem-back up masyarakat pendatang untuk melakukan penyerangan. “Padahal, itu sama sekali tidak benar,” tegasnya.
Ada juga informasi bahwa setelah sidang PBB, Papua akan merdeka sehingga aparat turun untuk menembak masyarakat. “Saya pikir, masyarakat melakukan eksodus karena memang termakan isu. Sama sekali tidak benar, hanya isu yang terus dikembangkan sehingga masyarakat ketakutan,” tutur dia.
Danlanud Silas Papare Marsekal Pertama Tri Bowo Budi Santoso menjelaskan, hingga kemarin sore ada 1.500 pengungsi yang diangkut dari Wamena ke Jayapura dengan menggunakan pesawat Hercules. TNI-AU mengoperasikan dua Hercules dan satu pesawat CN 235. “Rata-rata kami siapkan tiga flight minimal. Akan kami optimalkan bisa empat flight. Itu pun melihat cuaca, mudah-mudahan bagus,” terangnya.
Dalam setiap penerbangan dari Jayapura, lanjut Tri Bowo, pesawat membawa logistik untuk disalurkan kepada pengungsi di Wamena. Lalu, saat kembali ke Jayapura, pesawat mengangkut pengungsi, terutama yang sakit, ibu-ibu, dan anak-anak. Pengungsi yang tiba di Jayapura ditempatkan di beberapa tempat. Bisa di Lanud Silas Papare, Batalyon Rider 751, Resimen Induk Kodam XVII/Cenderawasih, dan Masjid Al Aqsa Jayapura.
Kemarin satu pesawat Hercules harus pulang ke Jawa untuk mendapatkan perawatan. Pesawat tersebut juga mengangkut pengungsi asal Jawa sebanyak 200 orang. Sebagai gantinya, TNI-AU menerbangkan dua pesawat Hercules. “Satu lagi tambahan pesawat. Malam ini (kemarin, Red) sudah mendarat di Biak,” kata perwira dengan satu bintang di pundak tersebut.
Sementara itu, Kapendam Cenderawasih Letkol Cpl Eko Daryanto menerangkan, pasca kerusuhan pihaknya telah menurunkan 59 dokter TNI untuk mengurus kebutuhan medis di pengungsian. “Khususnya dari TNI-AL ada 49 orang dokter,” ucapnya.
Tenaga Medis
Permintaan eksodus tenaga medis masih terjadi. Namun, tidak sedikit dokter yang mau bertahan. Menurut Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Papua Donald Aronggear, koordinasi dengan berbagai pihak terus dilakukan. Kemarin pihaknya melakukan rapat dengan stakeholder terkait untuk membicarakan penanganan medis dan eksodus tenaga medis ke luar Papua. “Di Wamena sekarang ada 27 dokter. Sebagian besar lulusan Universitas Cenderawasih,” ujarnya.
Untuk yang bertahan, pihaknya meminta selalu mengenakan baju putih sebagai tanda bahwa mereka dokter. Donald juga meminta sejawatnya tetap berada di wilayah aman. “Untuk dokter di Wamena yang tugas di puskesmas yang jauh, kami minta untuk di kota saja,” katanya. Donald juga meminta tenaga medis yang bekerja dijaga pihak keamanan. (jo/idr/lyn/han/tau/wan/c11/c9/fal/jpc)