29 C
Medan
Sunday, November 24, 2024
spot_img

Kontroversi Kebijakan Sejumlah Kampus untuk Penggunaan Pinjol, Pemerintah Godok Skema Student Loan

SUMUTPOS.CO – Kontroversi kebijakan sejumlah kampus untuk penggunaan pinjaman online (pinjol) yang disodorkan kepada mahasiswa untuk membayar uang kuliah tunggal (UKT) turut membuat pemerintah mencari jalan keluar.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, pemerintah tengah menggodok skema student loan atau pinjaman mahasiswa untuk berkuliah.

Ani menjelaskan, dewan pengawas Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) meminta LPDP untuk kemungkinan mengembangkan skema student loan.

’’Saat ini terkait dengan adanya mahasiswa yang membutuhkan bantuan pinjaman, kita sekarang sebetulnya sedang membahas dalam dewan pengawas LPDP meminta LPDP untuk mengembangkan kemungkinan men-develop yang disebut student loan. Tapi kita juga waspada, di negara maju seperti AS itu sudah dilakukan dan menimbulkan masalah jangka panjang,’’ ujarnya pada konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, kemarin (30/1). Plus minus kebijakan student loan akan terus dicermati. Sehingga berbagai kemungkinan yang terjadi bisa diantisipasi.

Menkeu menyebut hal itu juga termasuk dari sisi kemampuan bayar agar tidak memberatkan mahasiswa. Namun, pada saat yang sama, pemerintah juga tidak ingin kebijakan itu justru memicu terjadinya moral hazard.

’’LPDP nanti akan merumuskan bagaimana keterjangkauan pinjaman itu sehingga tidak memberatkan student tapi tetap mencegah terjadinya moral hazard dan tetep memberikan afirmasi terutama pada kelompok tidak mampu,’’ tutur mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu.

Seperti diketahui, student loan adalah dana yang dipinjamkan untuk para mahasiswa yang ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi namun kekurangan dana.

Skema pembayarannya dilakukan dengan sistem cicilan. Tenor yang ada pun bermacam-macam, bahkan beberapa ada yang harus melunaskan cicilan sebelum mereka lulus kuliah.

Ani menggarisbawahi, skema student loan yang tengah digodok diharapkan bisa membantu para pelajar. Sebab, sumber daya manusia yang unggul adalah salah satu syarat bagi RI untuk bisa menjadi negara maju.

Dia menjelaskan, LPDP pun mengelola dana yang makin besar. Untuk tahun ini, anggaran yang dikelola LPDP sekitar Rp150 triliun. Hal itu terbagi dalam beberapa alokasi, mulai dari Dana Abadi Pendidikan, Dana Abadi Perguruan Tinggi, Dana Abadi Pesantren, dan lainnya.

Meski begitu, Menkeu menekankan bahwa LPDP bukanlah satu-satunya lembaga yang bertugas mengembangkan bidang pendidikan. Anggaran pendidikan yang setiap tahunnya minimal 20 persen dari belanja APBN pun telah digelontorkan kepada berbagai kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.

’’LPDP adalah komplemennya. Jadi jangan kemudian memikirkan satu-satunya untuk mengadili semua isu hanya LPDP, nggak. Kita punya anggaran di Kementerian Agama, Kemendikbud, BRIN, Transfer ke Daerah, untuk biaya operasi sekolah, untuk PAUD, untuk pendanaan pendidikan, untuk honor para guru, perbaikan kesejahteraan, perbaikan sekolah, itu semuanya ada dalam berbagai Kementerian dan Lembaga. Jadi jangan sampai hanya melihat dari satu sisi (LPDP) saja,’’ katanya.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) angkat suara soal mahasiswa yang terjerat pinjol untuk biaya kuliah. Ketua MUI bidang fatwa Asrorun Ni’am Sholeh mengatakan seluruh elemen perlu merespon adanya skema pinjol untuk biaya kuliah.

Dia menyadari biaya kuliah itu mahal. Apalagi untuk kuliah yang berkualitas. “Maka tugas negara untuk menjamin akses pendidikan bermutu, dengan biaya terjangkau,” katanya usai mengikuti Konbes NU di Jogjakarta kemarin (30/1).

Asrorun mengatakan di satu sisi ada anak-anak muda yang mendambakan perkuliahan bermutu. Tapi di sisi lain, mereka kesulitan pembiayaan. Sehingga terjebak jadi nasabah pembiayaan. Baik itu pinjol maupun pinjaman offline atau konvensional.

Dia mengatakan mahasiswa jangan sampai jadi korban pinjaman atau pembiayaan yang menghisap. Kemudian juga skema pendanaan yang tidak sesuai regulasi serta syari’ah agama. Asrorun mengatakan MUI mengusulkan beberapa skema pembiayaan untuk membantu mahasiswa tersebut. Sehingga tidak terjerat pinjol atau sejenisnya. “MUI mendorong optimalisasi lembaga filantropi Islam. Seperti zakat, infak, dan sedekah,” katanya.

Dana tersebut disalurkan ke mahasiswa yang mengalami kendala ekonomi biaya biaya kuliah. Asrorun mengatakan dana tersebut bisa berupa bantuan langsung. Atau juga bisa berupa pinjaman tanpa bunga.

Cara berikutnya adalah dengan manfaat dana abadi atau wakaf. Hasil pengelolaan dana tersebut, bisa dijadikan dana bergulir. Khususnya kepada mahasiwa yang memiliki kemampuan akademik bagus tetapi terkendala pembiayaan. Dana bergulir manfaat pengelolaan wakaf itu bisa diberikan ke mahasiswa lain yang membutuhkan.

“Dengan skema seperti itu, bisa memudahkan mahasiswa dan tidak sampai putus kuliah,” katanya.

Saat ini sejumlah kampus papan atas memiliki dana abadi atau Endowment Fund. Hasil pengelolaan dana abadi itu, sebaiknya digunakan untuk menyelamatkan mahasiswa dari jeratan pinjol dengan bunga mencekik.ITB Bahkan di ITB sendiri, yang ramai soal pinjol, memiliki endowment fund bernama dana Lestari ITB.

Melansir website resmi Danacita, perusahan finctech lending tersebut bersama platform Bukas dari Filipina merupakan bagian dari ErudiFi. Sebuah perusahaan teknologi dengan misi membangun masa depan generasi muda Asia Tenggara. Yakni dengan menghadirkan pendanaan pendidikan terjangkau bagi para pelajar dan tenaga profesional.

Mereka menilai, angka partisipasi kasar di Indonesia untuk pendidikan tinggi hanya 35 persen. Merupakan salah satu yang terendah di dunia, bahkan di regional. Di sisi lain, pilihan pendanaan khusus untuk pendidikan masih sangat terbatas di Indonesia.

Nah, Danacita hadir sebagai platform pembiayaan untuk memberikan bantuan membayar biaya kuliah itu. Danacita berdiri pada 2018. Dipimpin Alfonsus Dwiyanto Wibowo sebagai direktur utama. Sebelum bergabung dengan Danacita, Alfonsus yang merupakan alumni dari Universitas Katolik Soegijapranata menjajaki karir di industri manufaktur selama hampir sembulan tahun. Adapula, Menteri Perdagangan periode 2011-2014 Gita Wirjawan sebagai penasihat perusahaan.

Sebagai perusahaan layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi (LPBBTI), Danacita mengantongi izin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berdasarkan Keputusan Anggota Komisioner OJK Nomor KEP-68/D.05/2021 per 2 Agustus 2021. Pada 10 Agustus 2023, mereka menandatangani memorandum of understanding dengan Institut Teknologi Bandung (ITB). Kesepakatan itu bertujuan untuk memberikan fleksibilitas bagi mahasiswa yang belum dapat membayar langsung biaya kuliah atau UKT.

Dalam pernyataannya yang diterima Jawa Pos (Grup Sumut Pos) kemarin (30/1), Alfonsus enggan Danacita disebut sebagai pinjol. Sebab, istilah tersebut berkonotasi negatif. Sering dikaitkan dengan praktik layanan pendanaan yang tidak legal dan tidak beretika.

“Danacita adalah penyedia layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi (LPBBTI) yang senantiasa berkomitmen untuk melakukan praktik layanan pendanaan yang bertanggung jawab,” tegasnya.

Pihaknya menerapkan prinsip kehati-hatian dalam memberikan pendanaan. Menyesuaikan dengan kemampuan dari penerima dana, dalam hal ini pelajar maupun wali. Sehingga mengedepankan kesejahteraan keuangan dari pelajar dalam jangka panjang.

Danacita juga mengacu kepada pedoman perilaku yang dikeluarkan oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). Misalnya, transparansi produk dan metode penawaran layanan dengan mencantumkan seluruh biaya yang timbul dari setiap pengajuan biaya pendidikan. Termasuk biaya yang timbul di depan seperti biaya persetujuan.

Ada pula biaya bulanan atau disebut juga sebagai bunga atau biaya layanan, biaya keterlambatan, dan lainnya. Semua itu dapat diakses dan dilihat secara transparan oleh pelajar saat pengajuan. Dengan demikian, dapat memberdayakan pelajar untuk menerima pendanaan secara bertanggung jawab. Juga meminimalisasi risiko penipuan ataupun praktik tidak etis.

“Pada dasarnya, semangat dari layanan pendanaan pendidikan yang Danacita berikan adalah untuk tidak memberikan masalah baru kepada pelajar dan/atau wali. Danacita memastikan bahwa pendanaan diberikan sesuai dengan kemampuan dari penerima dana (pelajar) dan/atau wali, tidak melampaui kapabilitas pembayaran pelajar maupun wali, sehingga tidak akan menyulitkan saat melakukan pembayaran kembali,” beber Alfonsus.

Proses analisa dan verifikasi yang mendalam selalu dilakukan. Sebagai penilaian kesanggupan pelajar atau wali untuk melunasi pendanaan yang diberikan selalu dikedepankan. Untuk itu, pelajar atau penerima dana yang masih berusia kurang dari 21 tahun atau belum memiliki penghasilan yang cukup, wajib melakukan pengajuan di Danacita bersama orang tua atau wali.

Alfonsus memastikan bahwa 100 persen pendanaan disalurkan langsung kepada rekening institusi kampus. Bukan ke rekening perorangan dari pelajar atau wali. Agar menjamin dana yang disalurkan digunakan hanya untuk pembayaran kebutuhan pendidikan.

Danacita berkomitmen untuk mematuhi seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Termasuk di dalamnya SEOJK Nomor 19/SEOJK.06/2023 yang mencakup batas maksimum seluruh manfaat ekonomi dalam memfasilitasi pendanaan. Baik berupa bunga atau margin serta biaya administrasi platform untuk setiap pendanaan produktif sebesar 0,1 persen per hari dari nilai pendanaan yang tercantum pada perjanjian. (jpg/ila)

Alfonsus menjelaskan, terdapat dua komponen biaya yang disampaikan secara transparan kepada seluruh pelajar yang mengajukan. Yaitu biaya persetujuan dan biaya platform. Biaya persetujuan hanya dikenakan sekali saat pengajuan sebesar 3 persen dari nominal pendanaan yang disetujui.

Sedangkan biaya platform dikenakan secara bulanan berkisar antara 1,6 persen hingga 1,75 persen per bulan bergantung pada jangka waktu pembayaran yang dipilih.  “Keseluruhan biaya yang diterapkan oleh Danacita adalah berkisar 0,07 persen per hari, di mana masih di bawah batas maksimum yang telah ditetapkan oleh OJK sebesar 0,1 persen per hari,” ujarnya. (jpg/ila)

SUMUTPOS.CO – Kontroversi kebijakan sejumlah kampus untuk penggunaan pinjaman online (pinjol) yang disodorkan kepada mahasiswa untuk membayar uang kuliah tunggal (UKT) turut membuat pemerintah mencari jalan keluar.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, pemerintah tengah menggodok skema student loan atau pinjaman mahasiswa untuk berkuliah.

Ani menjelaskan, dewan pengawas Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) meminta LPDP untuk kemungkinan mengembangkan skema student loan.

’’Saat ini terkait dengan adanya mahasiswa yang membutuhkan bantuan pinjaman, kita sekarang sebetulnya sedang membahas dalam dewan pengawas LPDP meminta LPDP untuk mengembangkan kemungkinan men-develop yang disebut student loan. Tapi kita juga waspada, di negara maju seperti AS itu sudah dilakukan dan menimbulkan masalah jangka panjang,’’ ujarnya pada konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, kemarin (30/1). Plus minus kebijakan student loan akan terus dicermati. Sehingga berbagai kemungkinan yang terjadi bisa diantisipasi.

Menkeu menyebut hal itu juga termasuk dari sisi kemampuan bayar agar tidak memberatkan mahasiswa. Namun, pada saat yang sama, pemerintah juga tidak ingin kebijakan itu justru memicu terjadinya moral hazard.

’’LPDP nanti akan merumuskan bagaimana keterjangkauan pinjaman itu sehingga tidak memberatkan student tapi tetap mencegah terjadinya moral hazard dan tetep memberikan afirmasi terutama pada kelompok tidak mampu,’’ tutur mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu.

Seperti diketahui, student loan adalah dana yang dipinjamkan untuk para mahasiswa yang ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi namun kekurangan dana.

Skema pembayarannya dilakukan dengan sistem cicilan. Tenor yang ada pun bermacam-macam, bahkan beberapa ada yang harus melunaskan cicilan sebelum mereka lulus kuliah.

Ani menggarisbawahi, skema student loan yang tengah digodok diharapkan bisa membantu para pelajar. Sebab, sumber daya manusia yang unggul adalah salah satu syarat bagi RI untuk bisa menjadi negara maju.

Dia menjelaskan, LPDP pun mengelola dana yang makin besar. Untuk tahun ini, anggaran yang dikelola LPDP sekitar Rp150 triliun. Hal itu terbagi dalam beberapa alokasi, mulai dari Dana Abadi Pendidikan, Dana Abadi Perguruan Tinggi, Dana Abadi Pesantren, dan lainnya.

Meski begitu, Menkeu menekankan bahwa LPDP bukanlah satu-satunya lembaga yang bertugas mengembangkan bidang pendidikan. Anggaran pendidikan yang setiap tahunnya minimal 20 persen dari belanja APBN pun telah digelontorkan kepada berbagai kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.

’’LPDP adalah komplemennya. Jadi jangan kemudian memikirkan satu-satunya untuk mengadili semua isu hanya LPDP, nggak. Kita punya anggaran di Kementerian Agama, Kemendikbud, BRIN, Transfer ke Daerah, untuk biaya operasi sekolah, untuk PAUD, untuk pendanaan pendidikan, untuk honor para guru, perbaikan kesejahteraan, perbaikan sekolah, itu semuanya ada dalam berbagai Kementerian dan Lembaga. Jadi jangan sampai hanya melihat dari satu sisi (LPDP) saja,’’ katanya.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) angkat suara soal mahasiswa yang terjerat pinjol untuk biaya kuliah. Ketua MUI bidang fatwa Asrorun Ni’am Sholeh mengatakan seluruh elemen perlu merespon adanya skema pinjol untuk biaya kuliah.

Dia menyadari biaya kuliah itu mahal. Apalagi untuk kuliah yang berkualitas. “Maka tugas negara untuk menjamin akses pendidikan bermutu, dengan biaya terjangkau,” katanya usai mengikuti Konbes NU di Jogjakarta kemarin (30/1).

Asrorun mengatakan di satu sisi ada anak-anak muda yang mendambakan perkuliahan bermutu. Tapi di sisi lain, mereka kesulitan pembiayaan. Sehingga terjebak jadi nasabah pembiayaan. Baik itu pinjol maupun pinjaman offline atau konvensional.

Dia mengatakan mahasiswa jangan sampai jadi korban pinjaman atau pembiayaan yang menghisap. Kemudian juga skema pendanaan yang tidak sesuai regulasi serta syari’ah agama. Asrorun mengatakan MUI mengusulkan beberapa skema pembiayaan untuk membantu mahasiswa tersebut. Sehingga tidak terjerat pinjol atau sejenisnya. “MUI mendorong optimalisasi lembaga filantropi Islam. Seperti zakat, infak, dan sedekah,” katanya.

Dana tersebut disalurkan ke mahasiswa yang mengalami kendala ekonomi biaya biaya kuliah. Asrorun mengatakan dana tersebut bisa berupa bantuan langsung. Atau juga bisa berupa pinjaman tanpa bunga.

Cara berikutnya adalah dengan manfaat dana abadi atau wakaf. Hasil pengelolaan dana tersebut, bisa dijadikan dana bergulir. Khususnya kepada mahasiwa yang memiliki kemampuan akademik bagus tetapi terkendala pembiayaan. Dana bergulir manfaat pengelolaan wakaf itu bisa diberikan ke mahasiswa lain yang membutuhkan.

“Dengan skema seperti itu, bisa memudahkan mahasiswa dan tidak sampai putus kuliah,” katanya.

Saat ini sejumlah kampus papan atas memiliki dana abadi atau Endowment Fund. Hasil pengelolaan dana abadi itu, sebaiknya digunakan untuk menyelamatkan mahasiswa dari jeratan pinjol dengan bunga mencekik.ITB Bahkan di ITB sendiri, yang ramai soal pinjol, memiliki endowment fund bernama dana Lestari ITB.

Melansir website resmi Danacita, perusahan finctech lending tersebut bersama platform Bukas dari Filipina merupakan bagian dari ErudiFi. Sebuah perusahaan teknologi dengan misi membangun masa depan generasi muda Asia Tenggara. Yakni dengan menghadirkan pendanaan pendidikan terjangkau bagi para pelajar dan tenaga profesional.

Mereka menilai, angka partisipasi kasar di Indonesia untuk pendidikan tinggi hanya 35 persen. Merupakan salah satu yang terendah di dunia, bahkan di regional. Di sisi lain, pilihan pendanaan khusus untuk pendidikan masih sangat terbatas di Indonesia.

Nah, Danacita hadir sebagai platform pembiayaan untuk memberikan bantuan membayar biaya kuliah itu. Danacita berdiri pada 2018. Dipimpin Alfonsus Dwiyanto Wibowo sebagai direktur utama. Sebelum bergabung dengan Danacita, Alfonsus yang merupakan alumni dari Universitas Katolik Soegijapranata menjajaki karir di industri manufaktur selama hampir sembulan tahun. Adapula, Menteri Perdagangan periode 2011-2014 Gita Wirjawan sebagai penasihat perusahaan.

Sebagai perusahaan layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi (LPBBTI), Danacita mengantongi izin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berdasarkan Keputusan Anggota Komisioner OJK Nomor KEP-68/D.05/2021 per 2 Agustus 2021. Pada 10 Agustus 2023, mereka menandatangani memorandum of understanding dengan Institut Teknologi Bandung (ITB). Kesepakatan itu bertujuan untuk memberikan fleksibilitas bagi mahasiswa yang belum dapat membayar langsung biaya kuliah atau UKT.

Dalam pernyataannya yang diterima Jawa Pos (Grup Sumut Pos) kemarin (30/1), Alfonsus enggan Danacita disebut sebagai pinjol. Sebab, istilah tersebut berkonotasi negatif. Sering dikaitkan dengan praktik layanan pendanaan yang tidak legal dan tidak beretika.

“Danacita adalah penyedia layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi (LPBBTI) yang senantiasa berkomitmen untuk melakukan praktik layanan pendanaan yang bertanggung jawab,” tegasnya.

Pihaknya menerapkan prinsip kehati-hatian dalam memberikan pendanaan. Menyesuaikan dengan kemampuan dari penerima dana, dalam hal ini pelajar maupun wali. Sehingga mengedepankan kesejahteraan keuangan dari pelajar dalam jangka panjang.

Danacita juga mengacu kepada pedoman perilaku yang dikeluarkan oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). Misalnya, transparansi produk dan metode penawaran layanan dengan mencantumkan seluruh biaya yang timbul dari setiap pengajuan biaya pendidikan. Termasuk biaya yang timbul di depan seperti biaya persetujuan.

Ada pula biaya bulanan atau disebut juga sebagai bunga atau biaya layanan, biaya keterlambatan, dan lainnya. Semua itu dapat diakses dan dilihat secara transparan oleh pelajar saat pengajuan. Dengan demikian, dapat memberdayakan pelajar untuk menerima pendanaan secara bertanggung jawab. Juga meminimalisasi risiko penipuan ataupun praktik tidak etis.

“Pada dasarnya, semangat dari layanan pendanaan pendidikan yang Danacita berikan adalah untuk tidak memberikan masalah baru kepada pelajar dan/atau wali. Danacita memastikan bahwa pendanaan diberikan sesuai dengan kemampuan dari penerima dana (pelajar) dan/atau wali, tidak melampaui kapabilitas pembayaran pelajar maupun wali, sehingga tidak akan menyulitkan saat melakukan pembayaran kembali,” beber Alfonsus.

Proses analisa dan verifikasi yang mendalam selalu dilakukan. Sebagai penilaian kesanggupan pelajar atau wali untuk melunasi pendanaan yang diberikan selalu dikedepankan. Untuk itu, pelajar atau penerima dana yang masih berusia kurang dari 21 tahun atau belum memiliki penghasilan yang cukup, wajib melakukan pengajuan di Danacita bersama orang tua atau wali.

Alfonsus memastikan bahwa 100 persen pendanaan disalurkan langsung kepada rekening institusi kampus. Bukan ke rekening perorangan dari pelajar atau wali. Agar menjamin dana yang disalurkan digunakan hanya untuk pembayaran kebutuhan pendidikan.

Danacita berkomitmen untuk mematuhi seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Termasuk di dalamnya SEOJK Nomor 19/SEOJK.06/2023 yang mencakup batas maksimum seluruh manfaat ekonomi dalam memfasilitasi pendanaan. Baik berupa bunga atau margin serta biaya administrasi platform untuk setiap pendanaan produktif sebesar 0,1 persen per hari dari nilai pendanaan yang tercantum pada perjanjian. (jpg/ila)

Alfonsus menjelaskan, terdapat dua komponen biaya yang disampaikan secara transparan kepada seluruh pelajar yang mengajukan. Yaitu biaya persetujuan dan biaya platform. Biaya persetujuan hanya dikenakan sekali saat pengajuan sebesar 3 persen dari nominal pendanaan yang disetujui.

Sedangkan biaya platform dikenakan secara bulanan berkisar antara 1,6 persen hingga 1,75 persen per bulan bergantung pada jangka waktu pembayaran yang dipilih.  “Keseluruhan biaya yang diterapkan oleh Danacita adalah berkisar 0,07 persen per hari, di mana masih di bawah batas maksimum yang telah ditetapkan oleh OJK sebesar 0,1 persen per hari,” ujarnya. (jpg/ila)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/