JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Keberadaan tawanan 10 ABK Kapal tugboat Brahma 12 sudah mulai mendapat titik terang. Militer Filipina disebut sudah mengetahui titik lokasi kelompok Abu Sayyaf menyembunyikan tawanan asal Indonesia tersebut.
“Ada di wilayah Filipina. Mereka (Militer Filipina, red) sudah tahu lokasinya, setiap saat memantau,” ujar Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo usai acara penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi Tahun Pajak 2015 di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta, Rabu (30/3).
Tapi sayangnya, mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) itu mengaku belum mengetahui secara detail lokasi tersebut dari pihak Filipina. Dia memastikan, otoritas negara yang berada di utara Sulawesi itu akan memantau terus keberadaan dan aktivitasnya. Dia juga terus melakukan komunikasi intensif dengan Panglima tentara Filipina, Jenderal Irriberri.
Dalam kesempatan tersebut, Gatot juga menegaskan jika TNI belum memberangkatkan alutsista apapun ke wilayah Filipina. Sebab hingga saat ini, Filipina belum meminta bantuan kekuatan militer kepada Indonesia. Sementara memasukkan alutsista ke negara lain buka perkara mudah.
Namun Jenderal bintang empat itu memastikan semua prajurit TNI berada dalam kondisi siap jika sewaktu-waktu dibutuhkan. “Siapnya bagaimana, itu adalah urusan saya. Siapnya bagaimana adalah urusan saya,” kata Gatot dengan suara meninggi.
Disinggung soal wacana Tarakan yang digunakan sebagai tempat pangkalan operasi pembebasan, Gatot langsung membantah hal tersebut. Menurutnya, di Tarakan memang ada pangkalan Angkatan Laut yang selalu siaga di sana setiap waktunya.
Selain itu, lanjutnya, di Tarakan saat ini juga tengah ada latihan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) TNI. Dia menegaskan jika latihan tersebut merupakan latihan rutin tahunan yang tidak berkaitan dengan penyanderaan WNI. “Di mana tempat latihannya, itu tergantung saya,” tuturnya.
Dari hasil koordinasi, Jenderal kelahiran Tegal itu juga menerangkan, militer Filipina masih meneliti fraksi mana yang melakukan penawaran. Sebab, diketahui Abu Sayyaf memiliki banyak fraksi dan sempalan. Sedangkan kontribusi Indonesia dalam penelitian itu sebatas memberi informasi yang berkaitan dengan kelompok tersebut. “Sama seperti yang disampaikan Menteri Luar Negeri. Prioritas kami adalah menyelamatkan WNI,” terangnya.