26 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Hotman Paris Sudah Menduga, Irjen Teddy Dituntut Mati

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Polisi Teddy Minahasa dituntut hukuman pidana mati, dalam kasus peredaran narkotika jenis sabu yang disisihkan dari barang bukti pengungkapan sabu di Polres Bukittinggi. Hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

“Menjatuhkan Pidana terhadap Terdakwa Teddy Minahasa Putra bin H Abu Bakar (Alm) dengan pidana mati dengan perintah terdakwa tetap ditahan,” ujar Jaksa membacakan tuntutannya, Kamis (30/3).

Tuntutan itu, kata jaksa, mengingat bahwa terdakwa Teddy Minahasa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan secara tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, menjadi perantara dalam jual beli, menukar dan menyerahkan Narkotika Golongan I bukan tanaman, yang beratnya lebih dari lima gram. Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Jo Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut, tak ada hal yang meringankan Teddy Minahasa terkait dengan kasus yang menjeratnya soal peredaran narkotika jenis sabu. “Hal-hal yang meringankan tidak ada,” kata Jaksa.

Pertimbangan tak adanya hal meringankan untuk Teddy ini berbeda dari para terdakwa lain dalam kasus ini, seperti AKBP Dody Prawiranegara, Kompol Kasranto, Linda Pujiastuti, maupun Syamsul Maarif. Terhadap para terdakwa di atas, sebelumnya ada hal meringankan berupa pengakuan salah dan perasaan menyesal dari para terdakwa.

Mendengar tuntutan hukuman pidana mati dari Jaksa Penuntut Umum (JPU), Irjen Pol Teddy Minahasa bergeming dari kursinya. Teddy terlihat terus duduk tanpa reaksi apapun di kursinya hingga Hakim Ketua Jon Sarman Saragih menutup persidangan tersebut. Setelah ditutup, barulah ia terlihat bangkit dari kursinya dan bersalaman dengan kuasa hukumnya.

Teddy terlihat bersalaman cukup lama dengan Hotman Paris sambil terlihat berbicara beberapa lama. Teddy juga sempat berpelukan dengan kuasa hukumnya yang lain.

Setelah itu, ia kemudian merespons panggilan wartawan dari arah kursi penonton dan melambaikan tangannya ke arah wartawan sejenak sebelum akhirnya pergi meninggalkan ruangan persidangan.

Kuasa Hukum Teddy Minahasa, Hotman Paris Hutapea sudah menduga bahwa tuntutan JPU akan seperti yang terjadi saat ini, yaitu pidana mati. Hal itu menurutnya sudah mulai tercium melihat tuntutan sebelumnya kepada AKBP Dody Prawiranegara.

“Kalau melihat Dody (dituntut) 20 tahun, sudah rada-rada mikir ke sana (pidana mati untuk Teddy),” ujar Hotman kepada wartawan usai persidangan.

Namun begitu, ia mengatakan bahwa kasus ini masih akan berjalan panjang. Oleh karena itu, Hotman mengaku akan melanjutkan terus tahapan persidangan hingga tahap Peninjauan Kembali (PK). “Jangan lupa ini kasus sampai banding, kasasi, PK,” ucapnya.

Ia meyakini kalaupun putusan pengadilan negeri akan memberangkatkan kliennya, yaitu Teddy Minahasa, di tingkat banding ataupun kasasi keputusan itu dapat berubah. “Mungkin kalau di tingkat Pengadilan Negeri biasanya tekanan publik itu lebih banyak dibandingkan dengan apabila kita banding, kasasi, PK,” tegas Hotman.

Sementara, Kejaksaan Agung menyebut, pertimbangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hukuman mati terhadap mantan Kapolda Sumatera Barat Teddy Minahasa lantaran dianggap berperan sebagai pelaku utama. Karenanya, hukuman yang dituntut mesti lebih berat ketimbang terdakwa lain dalam kasus narkoba ini.

“Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung menyampaikan salah satu pertimbangan Jaksa Penuntut Umum, yaitu terdakwa adalah pelaku intelektual (intelectual dader) atau pelaku utama dari seluruh perkara yang ditangani di Kejaksaan sehingga hukumannya harus lebih berat daripada terdakwa lainnya,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangan tertulis, Kamis (30/3).

Menurut Ketut, terdapat delapan hal yang memberatkan Teddy dalam tuntutan ini di antaranya yaitu, ia merupakan anggota Polri dengan jabatan Kapolda Sumatra Barat, di mana sebagai seorang penegak hukum terlebih dengan jabatan Kapolda seharusnya terdakwa menjadi garda terdepan dalam memberantas peredaran gelap narkotika.

Dia juga dinilai telah menikmati keuntungan dari hasil penjualan narkotika jenis sabu. Selain itu, Teddy juga tidak mengakui perbuatannya. Jaksa menerangkan tidak ada hal meringankan untuk Teddy.

Tindak pidana ini melibatkan sejumlah pihak. Selain Teddy, para terdakwa dalam kasus ini adalah AKBP Dody Prawiranegara, Kompol Kasranto, Aiptu Janto P. Situmorang, Linda Pujiastuti alias Anita, Muhammad Nasir, dan Syamsul Maarif.

Dody dituntut jaksa dengan pidana 20 tahun penjara dan denda Rp2 miliar subsider 6 bulan kurungan dalam perkara ini. Sedangkan Linda dituntut dengan pidana 18 tahun penjara dan denda Rp2 miliar subsider 6 bulan penjara. Sementara itu, Kasranto dan Syamsul Ma’arif sama-sama dituntut pidana 17 tahun penjara dan denda Rp2 miliar subsider 6 bulan penjara dalam kasus ini.

Sebelumnya, Teddy didakwa memperjualbelikan barang bukti sabu hasil sitaan Polres Bukittinggi sebanyak 5 kilogram (kg).

Awalnya, kasus ini terjadi ketika Polres Bukittinggi mengungkap peredaran narkoba dan menyita barang bukti jenis sabu seberat 41,387 kg pada 14 Mei 2022. Kala itu, Dody yang menjabat sebagai Kapolres Bukittinggi melaporkan kasus tersebut kepada Teddy yang menjabat sebagai Kapolda Sumatra Barat. Teddy lalu memerintahkan Dody untuk dibulatkan menjadi seberat 41,4 kg. Selain itu, Teddy juga meminta agar Dody menukar sabu itu sebanyak 10 kg. (jpc/bbs/adz)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Polisi Teddy Minahasa dituntut hukuman pidana mati, dalam kasus peredaran narkotika jenis sabu yang disisihkan dari barang bukti pengungkapan sabu di Polres Bukittinggi. Hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

“Menjatuhkan Pidana terhadap Terdakwa Teddy Minahasa Putra bin H Abu Bakar (Alm) dengan pidana mati dengan perintah terdakwa tetap ditahan,” ujar Jaksa membacakan tuntutannya, Kamis (30/3).

Tuntutan itu, kata jaksa, mengingat bahwa terdakwa Teddy Minahasa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan secara tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, menjadi perantara dalam jual beli, menukar dan menyerahkan Narkotika Golongan I bukan tanaman, yang beratnya lebih dari lima gram. Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Jo Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut, tak ada hal yang meringankan Teddy Minahasa terkait dengan kasus yang menjeratnya soal peredaran narkotika jenis sabu. “Hal-hal yang meringankan tidak ada,” kata Jaksa.

Pertimbangan tak adanya hal meringankan untuk Teddy ini berbeda dari para terdakwa lain dalam kasus ini, seperti AKBP Dody Prawiranegara, Kompol Kasranto, Linda Pujiastuti, maupun Syamsul Maarif. Terhadap para terdakwa di atas, sebelumnya ada hal meringankan berupa pengakuan salah dan perasaan menyesal dari para terdakwa.

Mendengar tuntutan hukuman pidana mati dari Jaksa Penuntut Umum (JPU), Irjen Pol Teddy Minahasa bergeming dari kursinya. Teddy terlihat terus duduk tanpa reaksi apapun di kursinya hingga Hakim Ketua Jon Sarman Saragih menutup persidangan tersebut. Setelah ditutup, barulah ia terlihat bangkit dari kursinya dan bersalaman dengan kuasa hukumnya.

Teddy terlihat bersalaman cukup lama dengan Hotman Paris sambil terlihat berbicara beberapa lama. Teddy juga sempat berpelukan dengan kuasa hukumnya yang lain.

Setelah itu, ia kemudian merespons panggilan wartawan dari arah kursi penonton dan melambaikan tangannya ke arah wartawan sejenak sebelum akhirnya pergi meninggalkan ruangan persidangan.

Kuasa Hukum Teddy Minahasa, Hotman Paris Hutapea sudah menduga bahwa tuntutan JPU akan seperti yang terjadi saat ini, yaitu pidana mati. Hal itu menurutnya sudah mulai tercium melihat tuntutan sebelumnya kepada AKBP Dody Prawiranegara.

“Kalau melihat Dody (dituntut) 20 tahun, sudah rada-rada mikir ke sana (pidana mati untuk Teddy),” ujar Hotman kepada wartawan usai persidangan.

Namun begitu, ia mengatakan bahwa kasus ini masih akan berjalan panjang. Oleh karena itu, Hotman mengaku akan melanjutkan terus tahapan persidangan hingga tahap Peninjauan Kembali (PK). “Jangan lupa ini kasus sampai banding, kasasi, PK,” ucapnya.

Ia meyakini kalaupun putusan pengadilan negeri akan memberangkatkan kliennya, yaitu Teddy Minahasa, di tingkat banding ataupun kasasi keputusan itu dapat berubah. “Mungkin kalau di tingkat Pengadilan Negeri biasanya tekanan publik itu lebih banyak dibandingkan dengan apabila kita banding, kasasi, PK,” tegas Hotman.

Sementara, Kejaksaan Agung menyebut, pertimbangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hukuman mati terhadap mantan Kapolda Sumatera Barat Teddy Minahasa lantaran dianggap berperan sebagai pelaku utama. Karenanya, hukuman yang dituntut mesti lebih berat ketimbang terdakwa lain dalam kasus narkoba ini.

“Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung menyampaikan salah satu pertimbangan Jaksa Penuntut Umum, yaitu terdakwa adalah pelaku intelektual (intelectual dader) atau pelaku utama dari seluruh perkara yang ditangani di Kejaksaan sehingga hukumannya harus lebih berat daripada terdakwa lainnya,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangan tertulis, Kamis (30/3).

Menurut Ketut, terdapat delapan hal yang memberatkan Teddy dalam tuntutan ini di antaranya yaitu, ia merupakan anggota Polri dengan jabatan Kapolda Sumatra Barat, di mana sebagai seorang penegak hukum terlebih dengan jabatan Kapolda seharusnya terdakwa menjadi garda terdepan dalam memberantas peredaran gelap narkotika.

Dia juga dinilai telah menikmati keuntungan dari hasil penjualan narkotika jenis sabu. Selain itu, Teddy juga tidak mengakui perbuatannya. Jaksa menerangkan tidak ada hal meringankan untuk Teddy.

Tindak pidana ini melibatkan sejumlah pihak. Selain Teddy, para terdakwa dalam kasus ini adalah AKBP Dody Prawiranegara, Kompol Kasranto, Aiptu Janto P. Situmorang, Linda Pujiastuti alias Anita, Muhammad Nasir, dan Syamsul Maarif.

Dody dituntut jaksa dengan pidana 20 tahun penjara dan denda Rp2 miliar subsider 6 bulan kurungan dalam perkara ini. Sedangkan Linda dituntut dengan pidana 18 tahun penjara dan denda Rp2 miliar subsider 6 bulan penjara. Sementara itu, Kasranto dan Syamsul Ma’arif sama-sama dituntut pidana 17 tahun penjara dan denda Rp2 miliar subsider 6 bulan penjara dalam kasus ini.

Sebelumnya, Teddy didakwa memperjualbelikan barang bukti sabu hasil sitaan Polres Bukittinggi sebanyak 5 kilogram (kg).

Awalnya, kasus ini terjadi ketika Polres Bukittinggi mengungkap peredaran narkoba dan menyita barang bukti jenis sabu seberat 41,387 kg pada 14 Mei 2022. Kala itu, Dody yang menjabat sebagai Kapolres Bukittinggi melaporkan kasus tersebut kepada Teddy yang menjabat sebagai Kapolda Sumatra Barat. Teddy lalu memerintahkan Dody untuk dibulatkan menjadi seberat 41,4 kg. Selain itu, Teddy juga meminta agar Dody menukar sabu itu sebanyak 10 kg. (jpc/bbs/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/