29 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

Hilangnya TPG Bisa Ancam Kesejahteraan Guru, Ramai-ramai Tolak RUU Sisdiknas

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Draft rancangan Undang-undang (RUU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) terancam batal masuk program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas 2023. Banyaknya penolakan hingga pembahasan yang tak libatkan masyarakat jadi alasan.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Willy Aditya mengatakan, banyak fraksi di DPR RI yang menolak revisi UU Sisdiknas yang diusulkan pemerintah. Menurut dia, banyak pihak yang mempersoalkan perubahan UU tersebut, karena pemerintah tidak melibatkan masyarakat.

Selain itu, revisi UU Sisdiknas itu dinilai cenderung menggunakan pendekatan omnibus law. Sebab, RUU Sisdiknas dibuat untuk mengintegrasikan tiga UU. Yaitu UU tentang Sisdiknas, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

Politisi Partai Nasdem itu pun meminta pemerintah untuk memperbaiki dan menyempurnakan RUU Sisdiknas. Pemerintah harus melibatkan partisipasi masyarakat. Jika sudah tidak ada masalah lagi, pihaknya siap membahas substansi dari revisi UU tersebut. Salah satunya, terkait penghapusan tunjangan profesi guru yang sekarang banyak diprotes publik. “Kalau sudah tidak ada persoalan lagi, baru akan kita bahas,” terangnya, Selasa (30/8).

Menurut Willy, minggu depan pihaknya akan menetapkan program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas 2023. Jika RUU itu masih banyak masalah, tentu pihaknya tidak akan memasukkan RUU tersebut ke dalam prolegnas prioritas.

Sementara itu, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai, hilangnya pasal tentang tunjangan prestasi guru (TPG) dalam RUU ini bakal berpengaruh besar bagi kehidupan guru dan keluarganya. Mengingat, banyak guru yang menggantungkan hidup dan biaya pendidikan anak-anaknya dari TPG ini. “RUU Sisdiknas yang menghapus pasal TPG seperti mimpi buruk bagi jutaan guru, calon guru, dan keluarga mereka,” ungkap Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim.

Satriwan mengaku kaget terhadap perubahan draft RUU Sisdiknas ini. Pasalnya, pada draf RUU Sisdiknas Februari, pasal 118 ayat 2 dan draf Mei, pasal 102 ayat 3, masih jelas tercantum eksplisit pasal mengenai TPG ini. Namun semua berubah dalam draf yang diserahkan ke Baleg DPR pada Agustus. “Ternyata pasal tentang TPG Guru dihilangkan, ini dapat dibilang dengan istilah korupsi pasal,” ujarnya.

Pada Februari lalu, P2G sendiri pernah diundang uji publik. Tapi menariknya, waktu yang diberikan hanya lima menit untuk mengulas draf RUU yang menyangkut kualitas puluhan juta anak Indonesia, hampir 4 juta guru, dosen, tenaga kependidikan, dan masa depan Indonesia ini.

Janji-janji Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang menyatakan RUU Sisdiknas bakal mensejahterakan guru pun dianggap hanya angin surga. Pasalnya, keterangan yang diberikan oleh pemerintah, tak ada satupun yang merujuk pada naskah RUU Sisdiknas.

“Tidak satupun pasal yang dirujuk dan dikutip. Artinya, argumentasi dan penjelasan yang disampaikan terkait dihilangkannya pasal TPG tidak berdasar hukum yang jelas,” papar Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri. Misal, lanjut dia, disebutkan jika guru akan mendapat penghasilan yang layak, tapi tidak disebutkan pasal dan ayat berapa yang membuktikan hal tersebut. Beda dengan UU Guru dan Dosen yang digunakan saat ini. Ada 6 pasal mengatur hak guru, mulai dari pasal 14 sampai pasal 19 yang diatur secara rinci. “Paradoksal dengan RUU Sisdiknas, hak guru hanya diatur dalam 1 pasal yakni pasal 105 saja. Ini sebuah langkah mundur dalam tata kelola guru,” keluhnya.

Menurutnya, permintaan para guru sederhana. Kemendikbudristek dan Baleg mencantumkan kembali hak-hak dasar guru seperti TPG dan Tunjangan Fungsional guru secara eksplisit dalam RUU Sisdiknas. Sebagaimana sangat detil dimuat dalam UU Guru dan Dosen. (lum/mia/jpg)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Draft rancangan Undang-undang (RUU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) terancam batal masuk program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas 2023. Banyaknya penolakan hingga pembahasan yang tak libatkan masyarakat jadi alasan.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Willy Aditya mengatakan, banyak fraksi di DPR RI yang menolak revisi UU Sisdiknas yang diusulkan pemerintah. Menurut dia, banyak pihak yang mempersoalkan perubahan UU tersebut, karena pemerintah tidak melibatkan masyarakat.

Selain itu, revisi UU Sisdiknas itu dinilai cenderung menggunakan pendekatan omnibus law. Sebab, RUU Sisdiknas dibuat untuk mengintegrasikan tiga UU. Yaitu UU tentang Sisdiknas, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

Politisi Partai Nasdem itu pun meminta pemerintah untuk memperbaiki dan menyempurnakan RUU Sisdiknas. Pemerintah harus melibatkan partisipasi masyarakat. Jika sudah tidak ada masalah lagi, pihaknya siap membahas substansi dari revisi UU tersebut. Salah satunya, terkait penghapusan tunjangan profesi guru yang sekarang banyak diprotes publik. “Kalau sudah tidak ada persoalan lagi, baru akan kita bahas,” terangnya, Selasa (30/8).

Menurut Willy, minggu depan pihaknya akan menetapkan program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas 2023. Jika RUU itu masih banyak masalah, tentu pihaknya tidak akan memasukkan RUU tersebut ke dalam prolegnas prioritas.

Sementara itu, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai, hilangnya pasal tentang tunjangan prestasi guru (TPG) dalam RUU ini bakal berpengaruh besar bagi kehidupan guru dan keluarganya. Mengingat, banyak guru yang menggantungkan hidup dan biaya pendidikan anak-anaknya dari TPG ini. “RUU Sisdiknas yang menghapus pasal TPG seperti mimpi buruk bagi jutaan guru, calon guru, dan keluarga mereka,” ungkap Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim.

Satriwan mengaku kaget terhadap perubahan draft RUU Sisdiknas ini. Pasalnya, pada draf RUU Sisdiknas Februari, pasal 118 ayat 2 dan draf Mei, pasal 102 ayat 3, masih jelas tercantum eksplisit pasal mengenai TPG ini. Namun semua berubah dalam draf yang diserahkan ke Baleg DPR pada Agustus. “Ternyata pasal tentang TPG Guru dihilangkan, ini dapat dibilang dengan istilah korupsi pasal,” ujarnya.

Pada Februari lalu, P2G sendiri pernah diundang uji publik. Tapi menariknya, waktu yang diberikan hanya lima menit untuk mengulas draf RUU yang menyangkut kualitas puluhan juta anak Indonesia, hampir 4 juta guru, dosen, tenaga kependidikan, dan masa depan Indonesia ini.

Janji-janji Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang menyatakan RUU Sisdiknas bakal mensejahterakan guru pun dianggap hanya angin surga. Pasalnya, keterangan yang diberikan oleh pemerintah, tak ada satupun yang merujuk pada naskah RUU Sisdiknas.

“Tidak satupun pasal yang dirujuk dan dikutip. Artinya, argumentasi dan penjelasan yang disampaikan terkait dihilangkannya pasal TPG tidak berdasar hukum yang jelas,” papar Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri. Misal, lanjut dia, disebutkan jika guru akan mendapat penghasilan yang layak, tapi tidak disebutkan pasal dan ayat berapa yang membuktikan hal tersebut. Beda dengan UU Guru dan Dosen yang digunakan saat ini. Ada 6 pasal mengatur hak guru, mulai dari pasal 14 sampai pasal 19 yang diatur secara rinci. “Paradoksal dengan RUU Sisdiknas, hak guru hanya diatur dalam 1 pasal yakni pasal 105 saja. Ini sebuah langkah mundur dalam tata kelola guru,” keluhnya.

Menurutnya, permintaan para guru sederhana. Kemendikbudristek dan Baleg mencantumkan kembali hak-hak dasar guru seperti TPG dan Tunjangan Fungsional guru secara eksplisit dalam RUU Sisdiknas. Sebagaimana sangat detil dimuat dalam UU Guru dan Dosen. (lum/mia/jpg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/