MEDAN, SUMUTPOS.CO – Keputusan menghentikan Liga 2 musim 2022/2023 membuat PSSI terus mendapatkan kritikan. Manajemen ditubuh induk organisasi sepak bola Indonesia itu dinilai bobrok dan diisi orang-orang tidak professional.
“Keputusan menghentikan Liga 2 musim ini menunjukkan PSSI itu tidak mampu mengelola sepak bola di Indonesia. Baru kali ini ada kompetisi dihentikan hanya karena terjadi kerusuhan suporter di satu klub,” ujar pemerhati sepak bola asal Sumatera Utara, Nata Simangunsong di Medan, Minggu (15/1).
PSSI juga dituding tidak peduli dengan sepak bola Indonesia. Mereka disebut tidak memikirkan dampak dari penghentian Liga 2 tersebut. “PSSI sepertinya tidak memikirkan berapa klub rugi akibat kompetisi dihentikan. Sebab putaran pertama sudah berjalan hampir setengah,” tegasnya.
Dia mencontohkan PSMS yang sudah mengeluarkan uang banyak. Dan, performa PSMS pada musim ini juga cukup baik. Namun kompetisi dihentikan, sehingga Ayam Kinantan rugi cukup banyak.
“PSMS sangat serius menghadapi Liga 2 musim ini. Terbukti, PSMS berada di puncak klasemen. Persiapan PSMS juga cukup matang. Meski kompetisi sempat dihentikan, Ayam Kinantan tetap latihan. Tapi akhirnya Liga 2 dihentikan. Siapa yang bayar kerugian itu?” ungkapnya.
PSSI juga tidak memikirkan nasib para pemain di Liga 2. Akibat terhentinya Liga 2 maka para pemain akan kehilangan pendapatan dalam beberapa bulan ke depan.
“Pemain dan perangkat tim sudah pasti kehilangan pendapatan dalam beberapa bulan ke depan. Mereka mau makan apa? Ini tidak dipikirkan PSSI,” tegasnya.
Mantan Ketua SMeCK Hooligan tersebut menambahkan, Liga 2 merupakan korban kebobrokan PSSI. Sebab masalah terjadi di Liga 1, namun Liga 2 dihentikan. “Kalau PSSI mau fair, yang dihentikan seharusnya Liga 1, bukan Liga 2 karena di sanalah terjadi masalah,” ungkapnya.
Melihat kebobrokan PSSI tersebut, Nata tidak heran prestasi Timnas Indonesia juga hancur. “Kompetisi itu bermuara ke prestasi Timnas. Tapi kalau kompetisi juga dihentikan, bagaimana timnas bisa berprestasi,” paparnya.
Nata juga menyesalkan sikap PSSI yang tidak mengizinkan perwakilan PSMS mengikuti Kongres Biasa pada Minggu (15/1). “Dari awal saya berharap agar PSSI ikut berperan menyelesaikan kasus PSMS itu, tapi dibiarkan saja. Kita takut kasus PSMS terus berlarut-larut sehingga kembali mengganggu,” ungkapnya.
Sedangkan Mantan Komite Wasit Asprov PSSI Sumut, Yu Abdillah juga menyesalkan sikap panitia Kongres Biasa PSSI yang menolak kehadiran perwakilan PSMS Medan. Dia menilai kejadian itu memperlihatkan ketidakbecusan pengurusan PSSI dalam melaksanakan Kongres Biasa.
“Kami kalangan pencinta si kulit bundar meminta kepengurusan PSSI perlu direformasi. Kalau ada kepengurusan PSSI yang tidak becus dalam menjalankan roda kepengurusan, lebih baik tidak dilibatkan dalam kepengurusan PSSI. Karena akan merusak tatanan dan pelaksanaan roda kepengurusan PSSI,” tegas Yu Abdillah. (IST)