KARIR kepelatihan Diego Simeone memang baru seumur jagung. Tetapi, keberhasilannya mengakhiri puasa trofi La Liga yang sudah dialami Atletico Madrid selama 18 tahun merupakan bukti bahwa dirinya adalah pelatih yang berkualitas.
Simeone tidak melakukannya dalam sekejap mata. Dia terlebih dulu melalui proses sulit karena datang saat Atletico tengah mengalami masa-masa yang buruk.
Didatangkan menjelang akhir Desember 2011, Simeone tak mewarisi materi skuad berlimpah bintang. Dia datang ketika tim terlebih dulu kehilangan mesin gol andalannya, Sergio Aguero, Diego Forlan dan David de Gea. Kondisi tim juga sangat menyedihkan.
Saat dirinya datang, Atletico terpuruk di papan bawah, hanya unggul empat poin dari tim penghuni zona degradasi. Tim berjuluk Los Rojiblancos bahkan disingkirkan oleh tim divisi tiga Albacete di pentas Copa del Rey.
Namun, setelah dua setengah tahun membangun tim, tim yang dikalahkan Albacete itu berhasil mengalahkan Chelsea untuk melaju ke final Liga Champions yang pertama dalam kurun 40 tahun terakhir. Di tahun yang sama Atletico juga meraih trofi La Liga yang sudah didamba selama 18 tahun.
Hebatnya, Simeone melakukan itu tanpa perlu melakukan pembelian-pembelian super mahal seperti dua rivalnya, Real Madrid dan Barcelona. Jika kedua tim itu menghabiskan dana hingga triliunan rupiah, Simeone cukup membangunnya dengan pemain-pemain berbakat seperti Diego Costa dan Thibaut Courtois, serta sejumlah pemain senior seperti Koke dan Diego Godin.
Dia bahkan sempat melepas aset andalan tim, Radamel Falcao, yang dijual ke Monaco dengan harga 60 juta euro pada Mei 2013.
Bersama Simeone, Falcao berjasa mempersembahkan trofi Liga Europa 2011/2012 dan Copa del Rey 2012/2013. Namun, bukannya meredup, Atletico sepeninggal Falcao justru semakin berkibar.
”Kami mungkin merasa iri dengan kekayaaan klub lain, tetapi tidak iri dalam hal semangat berjuang,” kata Simeone seperti dilansir The National.
Ya, keberhasilan Simeone membangun Atletico memang terletak pada kemampuannya memberi dan menjaga semangat bermain anak asuhnya. Dalam hal strategi, pelatih asal Argentina itu menyiasati keterbatasan dana klub dengan menerapkan strategi kolektif. Hasilnya adalah permainan ngotot dan konsisten yang diperagakan Atletico di sepanjang musim.
Kini Simeone masih punya satu tugas yang lebih besar, yakni mengalahkan tim bertabur bintang Real Madrid di final Liga Champions, akhir pekan nanti.
Namun, apapun hasilnya nanti, pencapaian fenomenal yang sudah diperlihatkan Atletico di sepanjang musim ini merupakan bukti kualitas dari seorang Simeone. Di bawah arahannya, Atletico membuktikan bahwa dalam sepak bola, uang bukanlah segalanya. (ish)