23.9 C
Medan
Sunday, June 23, 2024

Meriahnya Pesta Bola di Negeri Basket

 Dahlan Iskan
Dahlan Iskan

Empat topik yang paling hangat dibicarakan publik Amerika Serikat (AS) mengenai Piala Dunia di Brasil saat ini: kapten tim AS yang lagi meluncurkan album rap, mengapa tim Belanda menghancurluluhkan juara bertahan Spanyol, tentang kiper Meksiko yang dibenci Neymar, dan meningkatnya penonton bola di negeri basket itu.

Sambil menunggu pesawat yang akan membawa saya dari Milwaukee (Wisconsin) balik ke New York, saya membaca berbagai media yang membahas empat hal itu. Di luar bandara hujan, angin, halilintar, dan mendung gelap mendominasi suasana.

Kemarin pesawat saya dari Washington ke Chicago juga cancel karena badai yang lagi musim. Mengapa tim Belanda begitu dahsyat sampai mempermalukan Spanyol 5-1 dalam pertandingan awal Piala Dunia Brasil” “Itu karena sepak bola Belanda mau belajar dari permainan hockey,” tulis Jonathan Clegg dari The Wall Street Journal (WSJ). Hah” “Dua staf asisten pelatih Belanda Louis van Gaal itu adalah bekas pemain profesional hockey,” tulisnya.

Tim hockey Belanda memang sering menjadi juara dunia. Bahkan tim wanitanya minggu lalu menjadi juara dunia tujuh kali secara beruntun. Disebutkan, pengaruh hockey ke sepak bola Belanda sudah lama. Yakni, sejak pelatih Johan Cruyff memperkenalkan total football. “Sistem total football itu sepenuhnya mengadopsi hockey,” tulisnya.

Di hockey, perpindahan posisi pemain sangat fleksibel dan terus terjadi sepanjang pertandingan. Dan itulah yang menjadi pokok total football. “Dan Cruyff hampir selalu menonton pertandingan hockey,” tulis Jonathan.

Pembicaraan lain adalah jumlah pemirsa sepak bola. Saat AS menundukkan Ghana itu, jumlah penonton siaran langsungnya mencapai 15 juta orang. Itu perkembangan yang luar biasa! Mengingat, sepak bola dulu amat asing di AS. Jumlah penonton tersebut hanya selisih 2 juta dari final basket pada Minggu lalu antara San Antonio Spurs melawan Miami Heat yang ditonton 17 juta pemirsa.

Kini orang AS mulai tahu di mana indahnya permainan sepak bola, meski tetap mengeluhkan mengapa skornya amat kecil, bahkan bisa 0-0. Mereka sudah terbiasa melihat skor basket dan American football yang bisa mencapai puluhan bahkan lebih dari 100. Mereka juga masih heran mengapa pertandingan sudah mencapai 90 menit, tapi masih belum dihentikan.

Dan akhirnya: Clint Dempsey, si Kapten Amerika. Dia lagi meluncurkan album rap. Judulnya The Redux yang berisi 13 lagu rap, antara lain, “Banging Gs” (cetak gol) dan “Menjadi Kapten Amerika”.

Dempsey memang seorang rapper. Memang sudah ada beberapa olahragawan terkemuka yang meluncurkan album. Tapi, album Dempsey ini bukan sekadar album rata-rata. “Dia rapper yang sebenarnya,” tulis WSJ.

Saya selama di AS hampir selalu bisa nonton pertandingan Piala Dunia. Kadang di bandara sambil menunggu pesawat. Kadang di hotel dan kadang sengaja nonton bareng di kafe. Misalnya, saat Brasil vs Meksiko kemarin, saya nonton di pub yang dipenuhi pendukung Brasil di ibu kota Wisconsin, Madison, di sela-sela rapat yang membahas kerja sama BUMN dengan penemu sistem produksi neutro tanpa reaktor nuklir.

Semua penonton begitu benci kepada kiper Meksiko. “O-cho-a lagi! O-cho-a lagi!” teriak mereka. Memang, tanpa kiper Ochoa, mungkin Brasil bisa mencetak 4 gol. Gara-gara Ochoa, Brasil vs Meksiko jadi 0-0. (*)

 Dahlan Iskan
Dahlan Iskan

Empat topik yang paling hangat dibicarakan publik Amerika Serikat (AS) mengenai Piala Dunia di Brasil saat ini: kapten tim AS yang lagi meluncurkan album rap, mengapa tim Belanda menghancurluluhkan juara bertahan Spanyol, tentang kiper Meksiko yang dibenci Neymar, dan meningkatnya penonton bola di negeri basket itu.

Sambil menunggu pesawat yang akan membawa saya dari Milwaukee (Wisconsin) balik ke New York, saya membaca berbagai media yang membahas empat hal itu. Di luar bandara hujan, angin, halilintar, dan mendung gelap mendominasi suasana.

Kemarin pesawat saya dari Washington ke Chicago juga cancel karena badai yang lagi musim. Mengapa tim Belanda begitu dahsyat sampai mempermalukan Spanyol 5-1 dalam pertandingan awal Piala Dunia Brasil” “Itu karena sepak bola Belanda mau belajar dari permainan hockey,” tulis Jonathan Clegg dari The Wall Street Journal (WSJ). Hah” “Dua staf asisten pelatih Belanda Louis van Gaal itu adalah bekas pemain profesional hockey,” tulisnya.

Tim hockey Belanda memang sering menjadi juara dunia. Bahkan tim wanitanya minggu lalu menjadi juara dunia tujuh kali secara beruntun. Disebutkan, pengaruh hockey ke sepak bola Belanda sudah lama. Yakni, sejak pelatih Johan Cruyff memperkenalkan total football. “Sistem total football itu sepenuhnya mengadopsi hockey,” tulisnya.

Di hockey, perpindahan posisi pemain sangat fleksibel dan terus terjadi sepanjang pertandingan. Dan itulah yang menjadi pokok total football. “Dan Cruyff hampir selalu menonton pertandingan hockey,” tulis Jonathan.

Pembicaraan lain adalah jumlah pemirsa sepak bola. Saat AS menundukkan Ghana itu, jumlah penonton siaran langsungnya mencapai 15 juta orang. Itu perkembangan yang luar biasa! Mengingat, sepak bola dulu amat asing di AS. Jumlah penonton tersebut hanya selisih 2 juta dari final basket pada Minggu lalu antara San Antonio Spurs melawan Miami Heat yang ditonton 17 juta pemirsa.

Kini orang AS mulai tahu di mana indahnya permainan sepak bola, meski tetap mengeluhkan mengapa skornya amat kecil, bahkan bisa 0-0. Mereka sudah terbiasa melihat skor basket dan American football yang bisa mencapai puluhan bahkan lebih dari 100. Mereka juga masih heran mengapa pertandingan sudah mencapai 90 menit, tapi masih belum dihentikan.

Dan akhirnya: Clint Dempsey, si Kapten Amerika. Dia lagi meluncurkan album rap. Judulnya The Redux yang berisi 13 lagu rap, antara lain, “Banging Gs” (cetak gol) dan “Menjadi Kapten Amerika”.

Dempsey memang seorang rapper. Memang sudah ada beberapa olahragawan terkemuka yang meluncurkan album. Tapi, album Dempsey ini bukan sekadar album rata-rata. “Dia rapper yang sebenarnya,” tulis WSJ.

Saya selama di AS hampir selalu bisa nonton pertandingan Piala Dunia. Kadang di bandara sambil menunggu pesawat. Kadang di hotel dan kadang sengaja nonton bareng di kafe. Misalnya, saat Brasil vs Meksiko kemarin, saya nonton di pub yang dipenuhi pendukung Brasil di ibu kota Wisconsin, Madison, di sela-sela rapat yang membahas kerja sama BUMN dengan penemu sistem produksi neutro tanpa reaktor nuklir.

Semua penonton begitu benci kepada kiper Meksiko. “O-cho-a lagi! O-cho-a lagi!” teriak mereka. Memang, tanpa kiper Ochoa, mungkin Brasil bisa mencetak 4 gol. Gara-gara Ochoa, Brasil vs Meksiko jadi 0-0. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/