30 C
Medan
Sunday, April 28, 2024

Real Madrid Vs Atletico Madrid: Kalem Lawan Temperamen

Pertarungan Real Madrid versus Atletico Madrid di partai puncak kali ini melibatkan dua nama entrenador satu generasi. Yakni Zinedine Zidane (kiri) versus Diego Simeone.
Pertarungan Real Madrid versus Atletico Madrid di partai puncak kali ini melibatkan dua nama entrenador satu generasi. Yakni Zinedine Zidane (kiri) versus Diego Simeone.

Kapal nelayan melawan kapal perang. Demikian mantan allenatore AC Milan dan Timnas Italia Arrigo Sacchi menyimbolkan laga final Liga Champions 2015-2016 ini, antara Real Madrid versus Atletico Madrid.

Atletico, yang disebut kapal nelayan oleh Sacchi, dengan sangat berani menantang kekuatan yang berlipat-lipat di atasnya. Real, sang kapal perang mempersenjatai diri dengan amunisi terbaik punya peluang meluluh lantakkan kapal nelayan itu.

Nah, final Liga Champions musim ini seperti dejavu laga puncak dua tahun lalu di Lisbon. Dini hari nanti (29/5), di San Siro pertarungan Real versus Atletico akan kembali tergelar.

“Final kali ini bukanlah balas dendam. Ini adalah kesempatan baru menjadi juara,” kata entrenador Atletico Madrid Diego Simeone seperti diberitakan ESPN kemarin (26/5).

Seperti ditulis pundit ESPN Miguel Delaney kemarin, Simeone mencoba meredam karakter ‘api’ dalam dirinya. Caranya yakni dengan mengubah cara pandangnya soal final Liga Champions musim ini.

Dua tahun silam di Estadio da Luz, Lisbon Real Madrid di bawah Carlo Ancelotti menancapkan pisau ke jantung Atletico berkat kemenangan 4-1 lewat extra time.

Kalau kali ini Real kembali menang, maka luka Atletico dan Simeone makin perih. Entrenador Real, Zinedine Zidane seperti menabur garam untuk menambah rasa sakit itu.

Final Liga Champions 2015-2016 Minggu (29/5) dini hari lebih pantas disebut Derbi Madrinelo yang dipindahkan. Bukan di Santiago Bernabeu atau Vicente Calderon, melainkan San Siro Milan.

Nah, pertarungan Real Madrid versus Atletico Madrid di partai puncak kali melibatkan dua nama entrenador satu generasi. Yakni Zinedine Zidane versus Diego Simeone. Usia keduanya hanya terpaut tiga tahun. Zidane 43 tahun sementara Simeone 46 tahun.

Sebagai pemain keduanya juga pernah bentrok di kompetisi domestik yang sama. Pertama di kompetisi Serie A. Zidane membela Juventus (1996-2001) sedang Simeone berkostum Inter Milan (1997-1999) dan Lazio (1999-2003).

Pertarungan keduanya berlanjut di La Liga. Zidane pernah membela Real dalam lima tahun (2001-2006). Lalu Simeone bersama Rojiblancos, julukan Atletico, musim 2003-2005.

Sebagai pemain keduanya juga punya style yang berbeda 180 derajat. Zidane dikenal dunia sebagai playmaker elegan. Kaki-kaki Zidane punya daya magis menghipnotis bek dan penonton. Dribbling dan olah bola bapak empat anak itu membuatnya diganjar pemain terbaik dunia tiga kali.

Sementara Simeone lebih diingat sebagai pemain bengal, tukang provokasi, dan sering diving. Dengan label yang demikian tersebut, pria asal Buenos Aires itu tak heran dikenal sebagai salah satu bad boy Serie A maupun La Liga. Namun kemudian karakter ini akhirnya yang menghadirkan nafas dalam permainan Atletico di kemudian hari.

Akan tetapi ketika pensiun dan meniti karir sebagai arsitek tim, Simeone memulai lebih dulu ketimbang Zidane. Di klub terakhirnya, Racing Club Argentina, bapak tiga anak itu memulai meretas karir kepelatihannya di usia 36 tahun.

Sid Lowe menulis di The Guardian Simeone adalah tipikal pelatih yang selalu menghadirkan spirit perjuangan dalam pasukannya. Sehingga setiap pemain merasa kalah menang bukan selalu hal utama. Justru kengototan selama di lapangan adalah punya peran krusial.

“Saya lebih menyenangi tim ini menyerang sekali dan menang 1-0. Ketimbang kami mengepung lawan dalam 15 menit dan melepas banyak tembakan namun tanpa kemenangan,” ucap Simeone.

Pertarungan Real Madrid versus Atletico Madrid di partai puncak kali ini melibatkan dua nama entrenador satu generasi. Yakni Zinedine Zidane (kiri) versus Diego Simeone.
Pertarungan Real Madrid versus Atletico Madrid di partai puncak kali ini melibatkan dua nama entrenador satu generasi. Yakni Zinedine Zidane (kiri) versus Diego Simeone.

Kapal nelayan melawan kapal perang. Demikian mantan allenatore AC Milan dan Timnas Italia Arrigo Sacchi menyimbolkan laga final Liga Champions 2015-2016 ini, antara Real Madrid versus Atletico Madrid.

Atletico, yang disebut kapal nelayan oleh Sacchi, dengan sangat berani menantang kekuatan yang berlipat-lipat di atasnya. Real, sang kapal perang mempersenjatai diri dengan amunisi terbaik punya peluang meluluh lantakkan kapal nelayan itu.

Nah, final Liga Champions musim ini seperti dejavu laga puncak dua tahun lalu di Lisbon. Dini hari nanti (29/5), di San Siro pertarungan Real versus Atletico akan kembali tergelar.

“Final kali ini bukanlah balas dendam. Ini adalah kesempatan baru menjadi juara,” kata entrenador Atletico Madrid Diego Simeone seperti diberitakan ESPN kemarin (26/5).

Seperti ditulis pundit ESPN Miguel Delaney kemarin, Simeone mencoba meredam karakter ‘api’ dalam dirinya. Caranya yakni dengan mengubah cara pandangnya soal final Liga Champions musim ini.

Dua tahun silam di Estadio da Luz, Lisbon Real Madrid di bawah Carlo Ancelotti menancapkan pisau ke jantung Atletico berkat kemenangan 4-1 lewat extra time.

Kalau kali ini Real kembali menang, maka luka Atletico dan Simeone makin perih. Entrenador Real, Zinedine Zidane seperti menabur garam untuk menambah rasa sakit itu.

Final Liga Champions 2015-2016 Minggu (29/5) dini hari lebih pantas disebut Derbi Madrinelo yang dipindahkan. Bukan di Santiago Bernabeu atau Vicente Calderon, melainkan San Siro Milan.

Nah, pertarungan Real Madrid versus Atletico Madrid di partai puncak kali melibatkan dua nama entrenador satu generasi. Yakni Zinedine Zidane versus Diego Simeone. Usia keduanya hanya terpaut tiga tahun. Zidane 43 tahun sementara Simeone 46 tahun.

Sebagai pemain keduanya juga pernah bentrok di kompetisi domestik yang sama. Pertama di kompetisi Serie A. Zidane membela Juventus (1996-2001) sedang Simeone berkostum Inter Milan (1997-1999) dan Lazio (1999-2003).

Pertarungan keduanya berlanjut di La Liga. Zidane pernah membela Real dalam lima tahun (2001-2006). Lalu Simeone bersama Rojiblancos, julukan Atletico, musim 2003-2005.

Sebagai pemain keduanya juga punya style yang berbeda 180 derajat. Zidane dikenal dunia sebagai playmaker elegan. Kaki-kaki Zidane punya daya magis menghipnotis bek dan penonton. Dribbling dan olah bola bapak empat anak itu membuatnya diganjar pemain terbaik dunia tiga kali.

Sementara Simeone lebih diingat sebagai pemain bengal, tukang provokasi, dan sering diving. Dengan label yang demikian tersebut, pria asal Buenos Aires itu tak heran dikenal sebagai salah satu bad boy Serie A maupun La Liga. Namun kemudian karakter ini akhirnya yang menghadirkan nafas dalam permainan Atletico di kemudian hari.

Akan tetapi ketika pensiun dan meniti karir sebagai arsitek tim, Simeone memulai lebih dulu ketimbang Zidane. Di klub terakhirnya, Racing Club Argentina, bapak tiga anak itu memulai meretas karir kepelatihannya di usia 36 tahun.

Sid Lowe menulis di The Guardian Simeone adalah tipikal pelatih yang selalu menghadirkan spirit perjuangan dalam pasukannya. Sehingga setiap pemain merasa kalah menang bukan selalu hal utama. Justru kengototan selama di lapangan adalah punya peran krusial.

“Saya lebih menyenangi tim ini menyerang sekali dan menang 1-0. Ketimbang kami mengepung lawan dalam 15 menit dan melepas banyak tembakan namun tanpa kemenangan,” ucap Simeone.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/