Di Moskow, calo sangat sulit ditemui pada area sekitar stadion. Ini akibat dari sikap keras pemerintah Rusia terhadap mereka. Pengawasan juga ketat karena ratusan polisi terus berpatroli. Jangankan calo, polisi-polisi itu juga bisa mengendus pemuda-pemuda berpakaian rapi yang memiliki modus menjual air putih kemasan di area stadion. Padahal, mereka memasukkan minumannya tersebut di dalam tas yang bersih.
Namun di luar Moskow seperti di Sochi, Saransk, atau Nizhny Novgorod, calo lebih mudah terlihat. Namun mereka juga beroperasi secara sembunyi-sembunyi dan menawarkan barangnya dengan cara berbisik. Pelan sekali.
Pada Piala Dunia 2018 terdapat dua jenis calo. Pertama mereka yang memang membeli banyak tiket untuk mencari keuntungan. Dan yang kedua, adalah mereka yang sebetulnya ingin menonton pertandingan. Namun, mereka belakangan memutuskan menjual tiketnya karena tergiur selisih harga yang sangat besar.
Jawa Pos menemui tipe yang kedua. Pemuda yang tidak bersedia namanya disebut itu mengatakan bahwa dia biasanya mengambil keuntungan USD 100 sampai USD 150 dari setiap lembar tiketnya.
“Saya membeli empat tiket. Awalnya ingin menonton semua pertandingan. Namun, kemudian saya merasa bahwa nonton satu pertandingan saja cukup, jadi ya saya jual tiketnya,” ungkap dia.
Cowok ini menjual tiket-tiket itu lewat jalur pertemanan, dari jaringan WhatsApp dan Line. “Kalau tidak laku, saya akan titipkan tiket itu ke teman-teman yang datang ke stadion. Meminta mereka untuk menjualkan tiket saya,” imbuhnya.
Dia mengaku hanya memanfaatkan situasi saja. Jadi memang tidak benar-benar berniat menjadi calo. Berbeda dengan yang benar-benar profesional. “Saya punya tiga lembar tiket babak 16 besar. Pertandingan antara 1 F dan 2 E (juara grup F dan runner-up Grup E). Ada teman yang menitipkannya kepada saya. Kalau berminat, bisa kontak saya,”ucapnya berpromosi, lantas tersenyum. (*/na/jpc/don)