Cadel Evans, Juara Tour de France 2011
Cadel Lee Evans sejak lama dikenal sebagai sosok yang punya jiwa sosial tinggi. Aktif menjadi donator untuk bocah-bocah di Tibet, akhir tahun ini dia mengadopsi seorang bocah yang berusia setahun
dari Ethiopia.
Hidup di lingkungan masyarakat Aborigin di Barunga, 80 km sebelah timur Katherine, Northern Territory, Australia, menumbuhkan jiwa sosial Evans kecil. Pria kelahiran 14 Februari 1977 tersebut masih bisa merasakan adanya perlakuan diskriminatif pada orang-orang Aborigin di lingkungannya.
Evans kemudian tumbuh menjadi sosok yang pantang menyerah dan bisa menghargai hidup. Sebab, dia nyaris tewas saat berusia tujuh tahun. Saat itu, dia mengalami luka parah di kepalanya karena ditabrak kuda. Akibatnya, dia koma tujuh hari.
Pada 1986 Evans merasakan pengalaman pahit lainnya. Dia terpaksa tinggal dengan neneknya karena orang tuanya (Helen Cocks dan Paul Evans) berpisah.
Sewaktu bersekolah di Melbourne, Evans sangat senang bermain skateboard. Saat berusia belasan tahun, dia mulai tertarik pada olahraga sepeda. Awalnya, dia menekuni mountain bike (MTB) alias sepeda gunung. Pada 1997 dia merebut gelar bergengsi perdananya, di Kejuaraan Dunia U-23.
Evans mulai menekuni road bike pada 2000 setelah berkonsultasi dengan pelatih kenamaan Michele Ferrari. Meski lambat menekuni road bike, dia meraih gelar demi gelar. Puncaknya adalah tahun ini. Dia merebut gelar juara tur paling bergengsi, Tour de France. Menjadi juara di usia 34 tahun, dia merupakan salah seorang juara tertua di ajang tersebut.
Jutaan dolar yang dia dapatkan dari arena balap sepeda disumbangkan untuk kegiatan sosial. Saat menerima satu penghargaan sebagai olahragawan terbaik beberapa tahun lalu, dia menyumbangkan semua hadiah uang yang berjumlah ribuan dolar untuk misi sosial yang membantu sekolah anak-anak di Tibet.
“Apa yang terjadi di Tibet sangat menyedihkan. Saya rasa, itu mirip dengan yang dialami kaum Aborogin di Australia,” kata Evans kepada Seven Network.
Evans mengakhiri masa lajangnya dengan menikahi Chiara Passerini pada 2005. Keduanya aktif dalam banyak kegiatan kemanusiaan di dalam negeri maupun luar negeri, seperti Tibet dan beberapa negara Afrika. Kemudian, mereka memutuskan untuk mengadopsi anak. Mereka menempuh jalan berliku untuk mewujudkan keinginan tersebut. Berbulan-bulan sejak awal tahun lalu, dia mengurus banyak surat untuk mengadopsi anak. Evans dan istrinya mengadopsi seorang bocah asal Ethiopia yang berusia 12 bulan. (nur/c12/ang/jpnn)