25 C
Medan
Monday, July 1, 2024

PSMS Memainkan Drama Satu Babak yang Absurd

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka cetakan ketiga 1990 silam, arti kata absurd ada dua yakni: tidak masuk akal dan mustahil. Inti dari catatan ini adalah absurditas itu sendiri yang rupa-rupanya tengah dimainkan oleh PSMS Medan.

Kenapa kata absurd sampai jadi pilihan? Ternyata dalam banyak hal tentang sepak bola, drama demi drama yang absurd kerap menggeliat. Hal serupa juga tak sungkan hinggap di PSMS. Lakon terakhir di babak delapan besar kontra Persiba Bantul kemarin menyisakan perbincangan absurd yang tak bisa dijelaskan via akal sehat.

Ada beberapa hal absurd yang sampai ke telinga saya hingga saat ini. Pertama hasil pertandingan itu sendiri yang benar-benar tragis bin dramatis. Unggul 3-0 di babak pertama rupanya tak jadi jaminan PSMS akan benar-benar unggul hingga laga usai. Sebenarnya PSMS hanya butuh satu gol saja untuk melangkah ke babak semi final-karena di saat bersamaan partai lain antara Mitra Kukar kontra PSAP Sigli dimenangi tuan rumah. Kalau PSMS menang maka klub berjuluk Ayam Kinantan itu akan mendampingi Mitra Kukar melenggang ke babak selanjutnya.

Tapi apa daya, drama absurd yang tak terbantahkan keabsahannya terlakoni dengan tragis. Di sisa laga 45 menit babak kedua, Persiba bangkit hanya dengan satu pencetak gol: Fortune Udo yang sukses cetak tiga angka sekaligus dan memaksa laga berkesudahan imbang 3-3. Ironis.

Laga itu menjadi drama absurd yang lantas melegenda. Banyak orang di Medan tak bisa menerima hasil itu. Sejumlah kalangan baik menengah atas maupun menengah bawah mengutuk PSMS sambil menggerutu dan emosi.
Belum lagi hilang kenangan pedih itu, drama satu babak terkait absurditas itu kembali muncul. Isu suap mendominasi atas pra duga yang selama ini terpendam. Lewat satu corong di tubuh PSMS sendiri, ada upaya suap yang dilancarkan manajemen Persiba Bantul agar PSMS mengalah.

Indikasinya ada dua pemain saja yang tak kuasa tak menerima suap itu. Tapi tak ada bukti valid karena lagi-lagi drama dalam sepak bola itu adalah absurd. Liga sekelas English Primer League pun sempat dibombardir dengan isu suap. Pertengahan November 1993, laga antara Liverpool versus Newcastle menjadi laga yang membuat kiper Liverpool saat itu, Bruce Grobbelaar menjadi bulan-bulanan media. Bruce dituding terima suap dari pihak Newcastle. Apa sebab? Tentu karena Liverpool secara mengejutkan kandas 3-0 oleh klub yang saat itu baru promosi: Newcastle. Padahal di empat laga sebelumnya Liverpool tak pernah kalah. Namun Liverpudian melupakan laga itu sebagai bagian dari drama absurd yang sudah sering terjadi. Tapi apa yang terjadi kemudian membangkitkan amarah seiisi kota Liverpool.

Setahun kemudian, tepatnya 9 November 1994, mereka dihentakkan oleh sebuah artikel kontroversial yang dimuat harian The Sun. Koran kuning asal Inggris tersebut menulis bahwa kiper andalan Liverpool, Bruce Grobbelaar, terlibat skandal pengaturan skor. Demi uang 40 ribu pounds, Grobbelaar sengaja membiarkan gawangnya dibobol striker Newcastle Andy Cole yang mengakibatkan Liverpool kalah 0-3.

Saat Liverpool ditahan imbang MU 3-3 pada Januari 1994, pria asal Zimbabwe itu juga dituding menerima suap sebesar 125 ribu pounds. Tapi akhirnya kasus itu tak pernah terbukti meskipun sempat disidangkan di pengadilan tinggi hingga tujuh tahun lamanya.

Lalu bagaimana dengan isu suap yang kini tengah dimainkan PSMS, akankah ada bukti yang siap dipaparkan di persidangan? Atau hanya akan menjadi bagian dari absurditas drama dalam sepak bola yang tengah dimainkan susah payah oleh PSMS itu sendiri? Hanya sejarahlah yang mampu mencatatnya. (*)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka cetakan ketiga 1990 silam, arti kata absurd ada dua yakni: tidak masuk akal dan mustahil. Inti dari catatan ini adalah absurditas itu sendiri yang rupa-rupanya tengah dimainkan oleh PSMS Medan.

Kenapa kata absurd sampai jadi pilihan? Ternyata dalam banyak hal tentang sepak bola, drama demi drama yang absurd kerap menggeliat. Hal serupa juga tak sungkan hinggap di PSMS. Lakon terakhir di babak delapan besar kontra Persiba Bantul kemarin menyisakan perbincangan absurd yang tak bisa dijelaskan via akal sehat.

Ada beberapa hal absurd yang sampai ke telinga saya hingga saat ini. Pertama hasil pertandingan itu sendiri yang benar-benar tragis bin dramatis. Unggul 3-0 di babak pertama rupanya tak jadi jaminan PSMS akan benar-benar unggul hingga laga usai. Sebenarnya PSMS hanya butuh satu gol saja untuk melangkah ke babak semi final-karena di saat bersamaan partai lain antara Mitra Kukar kontra PSAP Sigli dimenangi tuan rumah. Kalau PSMS menang maka klub berjuluk Ayam Kinantan itu akan mendampingi Mitra Kukar melenggang ke babak selanjutnya.

Tapi apa daya, drama absurd yang tak terbantahkan keabsahannya terlakoni dengan tragis. Di sisa laga 45 menit babak kedua, Persiba bangkit hanya dengan satu pencetak gol: Fortune Udo yang sukses cetak tiga angka sekaligus dan memaksa laga berkesudahan imbang 3-3. Ironis.

Laga itu menjadi drama absurd yang lantas melegenda. Banyak orang di Medan tak bisa menerima hasil itu. Sejumlah kalangan baik menengah atas maupun menengah bawah mengutuk PSMS sambil menggerutu dan emosi.
Belum lagi hilang kenangan pedih itu, drama satu babak terkait absurditas itu kembali muncul. Isu suap mendominasi atas pra duga yang selama ini terpendam. Lewat satu corong di tubuh PSMS sendiri, ada upaya suap yang dilancarkan manajemen Persiba Bantul agar PSMS mengalah.

Indikasinya ada dua pemain saja yang tak kuasa tak menerima suap itu. Tapi tak ada bukti valid karena lagi-lagi drama dalam sepak bola itu adalah absurd. Liga sekelas English Primer League pun sempat dibombardir dengan isu suap. Pertengahan November 1993, laga antara Liverpool versus Newcastle menjadi laga yang membuat kiper Liverpool saat itu, Bruce Grobbelaar menjadi bulan-bulanan media. Bruce dituding terima suap dari pihak Newcastle. Apa sebab? Tentu karena Liverpool secara mengejutkan kandas 3-0 oleh klub yang saat itu baru promosi: Newcastle. Padahal di empat laga sebelumnya Liverpool tak pernah kalah. Namun Liverpudian melupakan laga itu sebagai bagian dari drama absurd yang sudah sering terjadi. Tapi apa yang terjadi kemudian membangkitkan amarah seiisi kota Liverpool.

Setahun kemudian, tepatnya 9 November 1994, mereka dihentakkan oleh sebuah artikel kontroversial yang dimuat harian The Sun. Koran kuning asal Inggris tersebut menulis bahwa kiper andalan Liverpool, Bruce Grobbelaar, terlibat skandal pengaturan skor. Demi uang 40 ribu pounds, Grobbelaar sengaja membiarkan gawangnya dibobol striker Newcastle Andy Cole yang mengakibatkan Liverpool kalah 0-3.

Saat Liverpool ditahan imbang MU 3-3 pada Januari 1994, pria asal Zimbabwe itu juga dituding menerima suap sebesar 125 ribu pounds. Tapi akhirnya kasus itu tak pernah terbukti meskipun sempat disidangkan di pengadilan tinggi hingga tujuh tahun lamanya.

Lalu bagaimana dengan isu suap yang kini tengah dimainkan PSMS, akankah ada bukti yang siap dipaparkan di persidangan? Atau hanya akan menjadi bagian dari absurditas drama dalam sepak bola yang tengah dimainkan susah payah oleh PSMS itu sendiri? Hanya sejarahlah yang mampu mencatatnya. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/