25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Mantan PSMS Kecam K-78

MEDAN-Kekisruhan yang melanda sepak bola Indonesia sekarang ini menimbulkan keresahan orang-orang yang bersentuhan langsung dengan olah raga paling populer di dunia itu.

Di seantro nusantara, tak terkecuali di Sumatera Utara, kelompok 78 (K-78)  yang pada kongres PSSI lalu mengusung salah satu calon ketua PSSI,  dituding sebagai biang kerok atas kekisruhan yang terjadi.
Bayangan akan hilangnya mata pencarian mulai tergambar di pelupuk mata para pemain, wasit atau pun perangkat pertandingan. Betapa ironisnya.

Menyikapi hal tersebut, mantan pemain PSMS yang juga mantan pilar  timnas di era 80 an Juanda mengatakan jika Indonesia sampai terkena sanksi dari FIFA, maka yang harus bertanggung jawab untuk itu adalah K-78.
“Mereka terlalu memaksakan kehendak untuk sesuatu yang dilarang oleh FIFA, selaku induk organisasi sepak bola dunia. Jika mereka (K-78) tidak mau mengikuti aturan FIFA, lantas mereka mau mengikuti aturan siapa? Berjuanglah untuk mencapai tujuan, tapi harus mengikuti sistem yang berlaku,” bilang Juanda.

“Ngapain sih ngotot-ngotot menjadi ketua PSSI. Kalau memang mau membina sepak bola, kan bisa di klub, atau bahkan di level kampung sekali pun. Itu kalau niatnya memang ingin membina, bukan ingin mencari popularitas demi mencapai tujuan, yang sesungguhnya  tidak bersentuhan dengan sepak bola itu sendiri,” tambah Juanda lagi.
Karena hal tersebut Juanda juga menyesalkan sikap beberapa oknum pengurus PSSI Sumut yang secara terang-terangan menjadi bagian atau antek-antek K-78.

“Sumut tidak membutuhkan orang-orang seperti itu. Sumut membutuhkan pengurus yang peduli nasib pemain, nasib wasit atau punnasib perangkat pertandingan. Mau di bawa ke mana sepak bola  Sumut bila dipimpin oleh orang-orang seperti itu?” tandas mantan winger  itu.

Hal senada juga diungkapkan oleh mantan pemain PSMS lainnya, yang juga mantan kapten timnas yang pernah menjadi permain termahal di Indonesia saat ditransfer dari PSMS ke Pelita Jaya, Ansyari Lubis.
Pria akrab disapa Uwak itu  mengatakan bahwa apa kyang terjadi menggambarkan jika sepak bola Indonesia jatuh ke titik nadir.

Ansyari mencotohkan, bila sebuah klub menjadi juara di ajang ISL, maka klub itu tidak akan dapat berkompetisi di level yang lebih tinggi, seperti Liga Champions AFC, atau pun sejenisnya.

Parahnya lagi, masih menurut Ansyari, ketika Indonesia menjadi tuan rumah Sea Games, timnas justru tak dapat tampil karena sedang terkena sanksi. “Ini baru namanya menjadi tamu di rumah sendiri,” bilang Ansyari.
Terpisah, Asosiasi Pemain Sepak Bola Indonesia (APSI) pun tak kalah gemasnya dengan sepak terjang K-78 saat berlangsungnya kongres PSSI.

“Kami akan menuntut peserta kongres yang memaksakan kehendaknya (K-78) apabila Indonesia mendapat sanksi dari FIFA,” seru Bambang Pamungkas, striker timnas yang membacakan pernyataan sikap APSI. (jun/uma/jpnn)

MEDAN-Kekisruhan yang melanda sepak bola Indonesia sekarang ini menimbulkan keresahan orang-orang yang bersentuhan langsung dengan olah raga paling populer di dunia itu.

Di seantro nusantara, tak terkecuali di Sumatera Utara, kelompok 78 (K-78)  yang pada kongres PSSI lalu mengusung salah satu calon ketua PSSI,  dituding sebagai biang kerok atas kekisruhan yang terjadi.
Bayangan akan hilangnya mata pencarian mulai tergambar di pelupuk mata para pemain, wasit atau pun perangkat pertandingan. Betapa ironisnya.

Menyikapi hal tersebut, mantan pemain PSMS yang juga mantan pilar  timnas di era 80 an Juanda mengatakan jika Indonesia sampai terkena sanksi dari FIFA, maka yang harus bertanggung jawab untuk itu adalah K-78.
“Mereka terlalu memaksakan kehendak untuk sesuatu yang dilarang oleh FIFA, selaku induk organisasi sepak bola dunia. Jika mereka (K-78) tidak mau mengikuti aturan FIFA, lantas mereka mau mengikuti aturan siapa? Berjuanglah untuk mencapai tujuan, tapi harus mengikuti sistem yang berlaku,” bilang Juanda.

“Ngapain sih ngotot-ngotot menjadi ketua PSSI. Kalau memang mau membina sepak bola, kan bisa di klub, atau bahkan di level kampung sekali pun. Itu kalau niatnya memang ingin membina, bukan ingin mencari popularitas demi mencapai tujuan, yang sesungguhnya  tidak bersentuhan dengan sepak bola itu sendiri,” tambah Juanda lagi.
Karena hal tersebut Juanda juga menyesalkan sikap beberapa oknum pengurus PSSI Sumut yang secara terang-terangan menjadi bagian atau antek-antek K-78.

“Sumut tidak membutuhkan orang-orang seperti itu. Sumut membutuhkan pengurus yang peduli nasib pemain, nasib wasit atau punnasib perangkat pertandingan. Mau di bawa ke mana sepak bola  Sumut bila dipimpin oleh orang-orang seperti itu?” tandas mantan winger  itu.

Hal senada juga diungkapkan oleh mantan pemain PSMS lainnya, yang juga mantan kapten timnas yang pernah menjadi permain termahal di Indonesia saat ditransfer dari PSMS ke Pelita Jaya, Ansyari Lubis.
Pria akrab disapa Uwak itu  mengatakan bahwa apa kyang terjadi menggambarkan jika sepak bola Indonesia jatuh ke titik nadir.

Ansyari mencotohkan, bila sebuah klub menjadi juara di ajang ISL, maka klub itu tidak akan dapat berkompetisi di level yang lebih tinggi, seperti Liga Champions AFC, atau pun sejenisnya.

Parahnya lagi, masih menurut Ansyari, ketika Indonesia menjadi tuan rumah Sea Games, timnas justru tak dapat tampil karena sedang terkena sanksi. “Ini baru namanya menjadi tamu di rumah sendiri,” bilang Ansyari.
Terpisah, Asosiasi Pemain Sepak Bola Indonesia (APSI) pun tak kalah gemasnya dengan sepak terjang K-78 saat berlangsungnya kongres PSSI.

“Kami akan menuntut peserta kongres yang memaksakan kehendaknya (K-78) apabila Indonesia mendapat sanksi dari FIFA,” seru Bambang Pamungkas, striker timnas yang membacakan pernyataan sikap APSI. (jun/uma/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/