99,99 Persen Indonesia Disanksi FIFA
JAKARTA-Sanksi dari FIFA untuk PSSI tinggal menghitung hari. Setelah kongres yang berakhir ricuh pada Jumat malam lalu (20/5), nasib sepak bola negeri ini akan dibicarakan pada sidang Komite Eksekutif (Exco) FIFA pada 31 Mei mendatang di Zurich, Swiss. Setelah itu, hasil rapat Exco tersebut diumumkan dalam kongres FIFA pada 1 Juni.
Pada kongres pemilihan presiden FIFA itu, dua perwakilan PSSI yang mendapat undangan adalah Ketua Komite Normalisasi (KN) Agum Gumelar dan anggota KN Joko Driyono. “Keputusan ada atau tidaknya sanksi bisa diketahui pada 31 Mei,” kata Joko Driyono kepada koran ini kemarin.
Sumber koran ini yang tidak bersedia dipublikasikan namanya mengungkapkan, sekitar pukul 23.00–01.30 setelah kongres Jumat lalu, perwakilan FIFA dan AFC mengadakan pertemuan. “Saya turut hadir pada meeting itu. Tapi, untuk tempat dan siapa saja yang hadir saya tidak bisa mengungkapkan. Yang pasti, ada Thierry Regennas (direktur Asosiasi dan Pengembangan FIFA),” ujarnya. “Dari pertemuan itu bisa saya simpulkan bahwa 99,99 persen FIFA akan menjatuhkan sanksi kepada Indonesia,” lanjutnya.
Dalam pesan singkatnya kepada koran ini tadi malam Dubes RI untuk Swiss Djoko Susilo juga mengatakan, dirinya mendapat informasi bahwa sanksi untuk PSSI segera dijatuhkan. “Sumber-sumber saya di FIFA mengonfirmasi bahwa sanksi segera dijatuhkan. Deadline laporan apa yang terjadi di kongres PSSI ditunggu FIFA hingga 25 Mei,” tulis Djoko.
Dalam surat FIFA pada 6 Mei lalu disebutkan, jika sanksi dijatuhkan, hukuman baru dapat dicabut pada kongres FIFA berikutnya. Secara umum ada dua jenis hukuman dari FIFA untuk negara anggotanya yang “nakal.” Yaitu, dilarang tampil di semua arena internasional dalam kurun waktu tertentu dan yang lebih berat lagi dicabut keanggotaannya.
Pelarangan tampil di arena internasional dalam jangka waktu tertentu merupakan hukuman yang lebih sering dijatuhkan. Sedangkan pencabutan keanggotaan hanya untuk kategori pelanggaran yang sangat berat. Misalnya, yang dialami Afrika Selatan (Afsel) ketika rezim berkuasa menerapkan kebijakan apartheid. Untuk bisa masuk FIFA lagi, negara seperti Afsel pun harus melamar lagi dari nol.
Dari contoh negara-negara yang pernah terkena sanksi FIFA (lihat grafis), durasi masa hukuman berbeda-beda, bergantung pada kasus per kasus. Kalau negara yang dihukum itu segera memperbaiki kesalahan yang menyebabkan FIFA menjatuhkan sanksi, hukuman bisa dicabut lebih cepat. Tapi, kalau masih membandel seperti Brunei Darussalam, otomatis negara tersebut terus dicekal dari berbagai perhelatan sepak bola antarbangsa.
Bisa dibayangkan betapa besar kerugian yang dialami Indonesia kalau benar dijatuhi sanksi. Yang paling terpukul tentu saja Pasukan Garuda tak bisa tampil di depan publik sendiri di SEA Games tahun ini. Sriwijaya FC dan Persipura Jayapura yang bersusah payah lolos ke babak selanjutnya di ajang Piala AFC juga bakal dieliminasi.
Sedemikian besar kerugian itu membayang, tapi toh tetap saja belum ada titik terang tentang cara mengatasi kemelut di PSSI. Para pendukung duet George Toisutta-Arifin Panigoro yang tergabung dalam Kelompok 78 masih bertahan dengan sikapnya yang tidak merasa menjadi penyebab kericuhan kongres. Padahal, banyak pihak menuding merekalah biang keroknya. Di dunia maya sudah ramai gerakan yang menghendaki kelompok ngeyel itu dibubarkan.
Dalam jumpa pers di Hotel Sahid kemarin siang, selain kukuh mendukung George Toisutta-Arifin Panigoro yang jelas-jelas dicekal FIFA, mereka menegaskan tidak bertanggung jawab atas bubarnya kongres. Kelompok itu juga yakin FIFA tidak akan menjatuhkan sanksi.
“Apa hanya karena Agum Gumelar meninggalkan kongres, terus FIFA menjatuhkan sanksi kepada kita” Tidak akan ada sanksi. Alasan hukumnya apa” Tidak ada alasan konstitusional bagi FIFA untuk menjatuhkan sanksi kepada PSSI,” kata Yunus Nusi, salah satu pentolan Kelompok 78.
Direktur Bisnis Persisam Samarinda itu juga menuding Agum tidak sopan karena meninggalkan kongres begitu saja. “Kongres kan berjalan biasa saja. Tidak ada kericuhan. Tidak ada pemukulan. Hanya dinamika biasa,” lanjutnya.
Catur Agus Saptono, pentolan kelompok 78 lain dari klub Nusa Ina FC Ambon, menuding Agum melindungi misi lain yang besar. “Saya curiga kepada Agum. Ada apa di balik kengototannya yang tidak mau memberi kesempatan kepada Komite Banding Pemilihan (KBP) untuk menjelaskan keputusannya,” ujar Catur.
“Ketika Agum mengetukkan palu menutup kongres, kami bertanya-tanya, ada apa ini. Mungkin Agum tidak ingin kongres ini selesai. Saya curiga ada agenda besar sehingga kongres dibatalkan,” sambung pria yang terlihat paling sering mengajukan interupsi selama kongres itu.
Pengacara Kelompok 78 Patrick Mbaya juga yakin FIFA tidak akan serta menjatuhkan sanksi kepada PSSI. Kepada media setelah kisruh kongres tengah malam kemarin, Patrick malah menyalahkan Agum yang memutuskan menghentikan kongres.
“Komite normalisasi menghentikan kongres karena pemilik suara yang menginginkan voting adalah sesuatu yang salah. Itu sulit dipahami,” ujar Patrick. “Melihat kondisi itu, tidak ada alasan bagi FIFA untuk menjatuhkan sanksi kepada Indonesia. Mengapa kongres tidak berlangsung sampai akhir adalah tanggung jawab komite normalisasi yang menjadi representasi FIFA,” lanjutnya.
Mantan hakim CAS itu juga mempertanyakan keberadaan Direktur Asosiasi FIFA Thierry Regenass yang duduk di samping KN di deret kursi pimpinan sidang. Padahal, statusnya hanyalah observer FIFA.
Jika FIFA tetap menjatuhkan sanksi kepada Indonesia, Patrick dengan tegas menyatakan akan mati-matian membela. “Kami akan melawannya dengan semua bukti yang kami punya. Termasuk rekaman video saat kongres. Semua melihat, ketika kongres dihentikan karena para pemilik suara menginginkan dilakukan voting,” ungkap Patrick.
Dia menambahkan, kalau dalam rapat Exco FIFA nanti diputuskanya adanya sanksi untuk PSSI, pihaknya akan meminta Exco FIFA mendengarkan keterangan dari pemilik suara yang hadir saat kongres. “Setelah itu silakan mereka mengambil keputusan yang mereka inginkan. Jika sanksi tetap dijatuhkan, kami akan melakukan pembelaan. Sebab, tidak ada alasan untuk menjatuhkan sanksi kepada PSSI. Kongres ditinggalkan oleh FIFA. Yang mengendalikan kongres dari awal sampai akhir adalah orang-orang FIFA.
“Yang membuka kongres adalah orang FIFA dan ditutup juga oleh orang FIFA. Menurut saya, semua keputusan diambil oleh perwakilan FIFA. Jadi, saya pikir Regenass yang bertanggung jawab dalam hal ini,” paparnya.
Hampir pasti jatuhnya sanksi dari FIFA ini membuat Badan Tim Nasional (BTN) yang sudah lama menyiapkan timnas U-23 untuk berlaga di SEA Games November nanti sangat kecewa. Program character building yang diikuti calon pemain di Batujajar lalu pun bakal sia-sia.
Dampak kisruh kongres itu juga membuat pelatih Alfred Riedl sangat mungkin hengkang dari timnas Merah Putih. Kontrak Riedl bersama timnas sebenarnya baru berakhir pertengahan tahun depan. “Saya sudah menghubungi Alfred (Riedl), menjelaskan semua yang terjadi di kongres PSSI. Alfred bilang Indonesia crazy, Indonesia crazy,” kata Iman Arif, deputi bidang teknik BTN, tadi malam.
Menurut salah satu calon Ketum PSSI periode 2011-2015 itu, untuk memutuskan segala sesuatunya, Riedl akan datang ke Jakarta pada 25 Mei lusa. “Esoknya (26 Mei) kami mengadakan pertemuan dengan pihak-pihak terkait. Antara lain, Alfred Riedl, Rahmad Darmawan, Wolfgang Pikal, Widodo C. Putro, dan beberapa pemain,” jelas Iman Arif. (ali/c2/ttg/jpnn)