Memori SEA Games 2011 di Jakarta November lalu menjadi kenangan kelam baginya. Karateka andalan Indonesia asal Sumut, Tantri Widyasari harus mengubur dalam-dalam tekadnya meraih emas pada kiprah keduanya di ajang multieven Asia Tenggara itu karena cedera.
DONI HERMAWAN-Medan
Di Se aGames itu Tantri walk out di semifinal dari pertarungannya dengan karateka Laos, Lokhampahn di kelas under 61 kg dan harus menyaksikan perjuangan rekan-rekannya dari kursi roda.
Lima bulan berlalu pasca Tantri masuk meja operasi. Kini ia kembali bersiap masuk arena pertarungan. Sumut berharap banyak pada mental petarung Tantri untuk meraih emas di PON XVIII September nanti.
“Sudah pulih. Sejak keluar dari meja operasi perkembangan cedera saya cepat. Sekarang dalam masa penguatan dengan bersepeda dan lari. Untuk tahapan 100 persen pun belum. Sekitar 75 persenlah tapi September nanti sudah ready untuk PON,” katanya ditemui di sela-sela perhelatan Kejurda Forki Sumut Minggu (6/5) kemarin.
Karateka kelahiran Juli 1985 ini menyimpan rasa penasaran yang tinggi karena kegagalan di SEA Games itu. Pun juga dengan emas PON. Pasalnya empat tahun lalu, Tantri juga harus puas dengan perunggu karena cedera.
“Empat tahun lalu hanya dua perunggu. Itu pun juga saya cedera di rahang. Jadinya tidak maksimal. Ya sangat penasaran dengan emas PON di keikutsertaan saya yang kedua ini,” ujar karateka asal Perguruan Inkanas Sumut ini.
Persiapan pun sudah digeber Tantri. Meski tidak dibebankan emas dari Forki Sumut namun mental juara membuat tekadnya tertuju pada posisi teratas. Mental yang telah dibentuk sejak terjun di karate di usia 9 tahun. Prestasi menjadi harga mati ketika sudah banyak yang dikorbankan. Kuliahnya di UMSU jurusan Manajemen terbengkalai. Begitu juga dengan pekerjaan di Bank Sumut yang tidak bisa dilakukannya dengan maksimal karena harus berlatih dan bertanding.
“Sudah banyak yang dikorbankan. Kuliah saya belum selesai. Kerjaan juga terpaksa izin karena harus berlatih. Jadi harus menjadi yang nomor satu. Tidak ada dibebankan emas dari Forki Sumut. Tapi dari pribadi kita tetap mau emas. Apalagi semua tentu punya gengsinya sendiri-sendiri,” tambahnya.
Bersama yang lain Tantri terus berlatih intens demi mencapai targetnya dibawah asuhan pelatih Delphinus dan Mika. “Seminggu kita latihan dua kali. Hanya libur di Kamis dan Senin pagi. Kabarnya juga akan ada latih tanding ke luar negeri dan beberapa try out lainnya,” katanya.
Apalagi ia menyadari peta kekuatan cukup kompetitif. Ia menyebut Jateng dan Sulawesi Selatan sebagai rival yang harus diwaspadai. “Ada Puspita dari Jawa Tengah dia rival saya sejak junior. Di PON 2008 lalu saya kalah di semifinal dari dia. Tapi di Piala Kasad sebagai even paling bergengsi di karate saya menang. Juga ada Ayu Syahfitri dari Sulsel. DKI dan Jabar juga harus diwaspadai. Termasuk tuan rumah,” tambah Best of The Best Piala Kasad 2010 itu.
Sebagai senior di tim karate Sumut, Tantri juga tidak hanya memikirkan dirinya sendiri. Meski terkadang jenuh dengan dunia yang digelutinya, namun ia harus menjadi panutan bagi para juniornya. “Jenuh itu pasti ada. Terkadang mau latihan rasanya malas. Tapi saya harus menjadi motivator bagi para atlet muda. Apalagi saya termasuk senior. Jadi ada tanggung jawab dan disiplin,” pungkasnya. (*)