Copa America baru akan dilangsungkan di Cile tahun depan. Namun, aroma persaingan sudah mulai terasa sejak Piala Dunia 2014 di Brasil kali ini. Itu setelah sebanyak lima negara Amerika Selatan yang berafiliasi dengan zona CONMEBOL dan dua negara dari zona CONCACAF memastikan langkahnya.
ESTADIO Jornalista Mario Filho, Maracana, Rio de Janeiro sepertinya sudah menjadi arena penentuan nasib tim-tim Amerika Latin di Piala Dunia 2014 ini. Reinaldo Rueda pun harus menjadi salah satu sosok yang paling menyesal setelah gagal membawa anak asuhnya mengikuti jejak negara Amerika Selatan lainnya.
Andai saja Ekuador tidak bermain imbang melawan Prancis, Kamis dini hari kemarin (26/6), maka bisa jadi dominasi Amerika Latin menguat tahun ini. Sebab, sebelumnya, sudah ada Brasil, Cile, Kolombia, Argentina, dan Uruguay yang memastikan langkahnya dari fase grup.
Dengan ditambah dua wakil dari zona CONCACAF yang sudah pasti lolos, Meksiko dan Kosta Rika, nyaris saja aroma Copa America benar-benar sempurna. Amerika Serikat yang bertanding dini hari tadi pun berpeluang menambah besar kans terjadinya Copa America di Piala Dunia ini.
Bukan hanya itu, jika Ekuador lolos, maka juga akan mencatatkan sejarah jumlah tim-tim dari Amerika Latin yang lolos ke babak 16 Besar. Selama ini, yang tertinggi hanya ketika Piala Dunia 2010 di Afsel lalu, juga dengan lima tim.
Kosta Rika dan Kolombia menjadi dua negara yang paling merasakan indahnya gelaran Piala Dunia di benua Amerika kali ini. Karena, pada tahun ini mereka bisa kembali ke babak 16 Besar sejak menorehkan catatan tersebut pada Piala Dunia di Italia 24 tahun silam.
Bukan asal lolos, Los Cofeteros ‘ julukan Kolombia’ juga menjadi pemuncak di Grup C mengungguli Yunani dan Pantai Gading. “Comeback yang bagus bagi Kolombia setelah bertahun-tahun frustasi,” ujar pelatih Kolombia, Jose Pekerman, seperti yang dikutip di Reuters.
Negara-negara Eropa memang datang dengan komposisi pemain dari klub elit yang ada di benua biru. Tapi, itu bukan jaminan utama. Faktor keterbiasaan pemain dari tim-tim negara Amerika Latin dengan kondisi iklim di Brasil disebut-sebut menjadi faktor kuncinya. Mulai dari panasnya suhu dan tingginya kelembaban jadi alasan.
Salah satunya seperti yang diungkapkan pelatih Prancis, Didier Deschamps. Sebelum menghadapi Ekuador, Deschamps menyebut Piala Dunia kali ini bakal memberikan dampak positif bagi negara-negara Amerika Selatan. Demikian seperti yang diberitakan di AFP.
“Ini sungguh rumit. Beberapa negara-negara dengan kekuatan besar dalam sepak bola di Eropa tereliminasi sejak fase grup. Ingat, kami sekarang berada di Brasil, sehingga tim-tim dari Amerika Selatanlah yang jelas dapat beraklimatisasi dengan bagus,” ungkap Deschamps.
Bukan hanya iklim, kedekatan dengan negaranya dari sisi jarak geografis juga memberi keuntungan. Pendukung tim-tim dari Amerika Latin tidak perlu terbang berjam-jam dari negaranya hanya untuk menonton tim kesebelasannya. “Dengan kedekatan, banyaknya jumlah pendukung bisa menambah kekuatan dan energi mereka,” imbuhnya.
Pernyataan yang sama juga diungkapkan Der Trainer Jerman, Joachim Loew. Menurut Loew, sekalipun tim-tim Amerika Latin dimainkan pada siang hari pada suhu udara yang mencapai 30 derajat Celcius. “Mereka bisa dengan mudah beradaptasi suhu itu meski bermain di teriknya matahari pada siang hari,” tegasnya kepada TheScore.
Jerman menjadi satu di antara sekian banyak negara Eropa yang masih bertahan sejauh ini. Padahal, berdasarkan penelitian dari Bloomberg, Die Mannschaft punya jadwal pada fase grup yang buruk. Hampir semua pertandingannya dimainkan pada saat sore hari di tiga kota penyelenggara yang dikenal punya suhu panas, Salvador, Fortaleza, dan Recife. (ren/jpnn/rbb)