32 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Cintai Pelanggan, Hormati Pesaing

MARKETING SERIES (15)

Joe Kamdani, pendiri Data Script, office supplier terbesar di Indonesia, punya cerita darurat yang menarik. Pada suatu ketika, pria yang telah berusia 70 tahun itu hendak cek kesehatan di Mayo Clinic, di Florida, AS.

Itulah klinik terkenal di dunia yang berlokasi di Rochester, kota berpenduduk hanya 100.000 jiwa.

Kota kecil, tapi pasien yang datang dari seluruh dunia. Saya juga pernah menjalani check up dua kali ke sana.

Yang pertama sebenarnya saya dijadwal untuk menjalani pemeriksaan selama lima hari, tapi disuruh stop pada hari ketiga karena semuanya oke.
Yang kedua, dua tahun kemudian, saya dianjurkan supaya tidak datang setiap tahun. “Tiap dua tahun cukup,” kata seorang dokternya.
Yang dialami Pak Joe Kamdani agak unik. Dalam perjalanan menuju Florida, dia terkena serangan jantung dan ditolong oleh orang yang tidak dia kenal di sebuah airport waktu transit menuju Rochester.

Si penolong ternyata adalah seorang dokter di Mayo yang kebetulan ada di airport itu.

Begitu sampai di Mayo langsung dilakukan pemeriksaan intensif. Hasilnya, Joe Kamdani harus langsung dioperasi karena keadaan sudah parah.
Sebagai manusia biasa, Pak Joe pun dihinggapi rasa takut dan kegamangan. Dia masih belum yakin akan keputusan Mayo itu karena dia takut menghadapi ruang operasi.

“May I have a second opinion?” tanya Joe Kamdani.

“Sure, which hospital do you want to do it? We will help you for a registration, since we have a good relationship with all good medical center in US,” jawab dokter dengan segenap keramahan.

Joe Kamdani terdiam.

“Ya sudah langsung operasi aja,” kata Joe kemudian. Dia membatalkan rencananya untuk mencari second opinion ke rumah sakit lain dan minta langsung dioperasi saja di Mayo.

Dia lantas disodori profil tiga dokter yang mungkin melakukan operasi yang bisa dia wawancarai. Joe menanyakan pengalaman masing-masing dokter dan kemungkinan keberhasilan operasi yang akan dilakukan.

Akhirnya, dia memilih salah seorang dokter yang mengatakan bahwa probabilitas suksesnya operasi bisa 98 persen. Dua dokter yang lain hanya berani 90 dan 95 persen.

Singkatnya, operasi jantungnya sukses. Joe Kamdani sehat hingga hari ini dan sekarang dia jadi ambassador Mayo secara suka rela.
Mayo memang berusaha mencintai setiap pasien yang selalu dijadikan pusat pelayanan kesehatan yang diberikan. Mulai dari pendirinya almarhum dokter Mayo dulu, selalu mengusahakan agar pembedahan dilakukan dengan mengurangi rasa takut maupun sakit si pasien.
Mayo tidak melihat pasien sebagai target yang harus diperas uangnya. Juga tidak menerapkan aji mumpung karena brand-nya terkenal dan customer lagi panik karena sakit.

Terhadap saya, Mayo tidak mau menerima uang kalau memang tidak diperlukan.
“Don’t buy unnecessary services from us,” katanya.

Terhadap Joe Kamdani, Mayo menaruh rasa cinta sebagai manusia yang harus diselamatkan jiwanya. Mayo bahkan mau mendaftarkan Pak Joe untuk menjalani pemeriksaan ke rumah sakit kompetitornya demi mencari second opinion.
Mereka tidak segan bekerja sama dengan pesaing untuk menolong pasien.

Padahal, biasanya, sebuah perusahaan akan mengobarkan semangat pada karyawannya untuk fight dengan pesaing dalam menarget pasar.
Target your customers, kill your competitors! Itulah filosofi marketing warfare yang ditulis Al Ries dan Jack Trout. Dan di dalam perang, Anda boleh melakukan apa saja.

Marketing dengan human spirit mengajak untuk mencintai customer dan respek terhadap kompetitor.
Sulit memang pelaksanaannya, tapi itulah pilihan terbaiknya sekarang.
Bagaimana pendapat Anda? (*)

MARKETING SERIES (15)

Joe Kamdani, pendiri Data Script, office supplier terbesar di Indonesia, punya cerita darurat yang menarik. Pada suatu ketika, pria yang telah berusia 70 tahun itu hendak cek kesehatan di Mayo Clinic, di Florida, AS.

Itulah klinik terkenal di dunia yang berlokasi di Rochester, kota berpenduduk hanya 100.000 jiwa.

Kota kecil, tapi pasien yang datang dari seluruh dunia. Saya juga pernah menjalani check up dua kali ke sana.

Yang pertama sebenarnya saya dijadwal untuk menjalani pemeriksaan selama lima hari, tapi disuruh stop pada hari ketiga karena semuanya oke.
Yang kedua, dua tahun kemudian, saya dianjurkan supaya tidak datang setiap tahun. “Tiap dua tahun cukup,” kata seorang dokternya.
Yang dialami Pak Joe Kamdani agak unik. Dalam perjalanan menuju Florida, dia terkena serangan jantung dan ditolong oleh orang yang tidak dia kenal di sebuah airport waktu transit menuju Rochester.

Si penolong ternyata adalah seorang dokter di Mayo yang kebetulan ada di airport itu.

Begitu sampai di Mayo langsung dilakukan pemeriksaan intensif. Hasilnya, Joe Kamdani harus langsung dioperasi karena keadaan sudah parah.
Sebagai manusia biasa, Pak Joe pun dihinggapi rasa takut dan kegamangan. Dia masih belum yakin akan keputusan Mayo itu karena dia takut menghadapi ruang operasi.

“May I have a second opinion?” tanya Joe Kamdani.

“Sure, which hospital do you want to do it? We will help you for a registration, since we have a good relationship with all good medical center in US,” jawab dokter dengan segenap keramahan.

Joe Kamdani terdiam.

“Ya sudah langsung operasi aja,” kata Joe kemudian. Dia membatalkan rencananya untuk mencari second opinion ke rumah sakit lain dan minta langsung dioperasi saja di Mayo.

Dia lantas disodori profil tiga dokter yang mungkin melakukan operasi yang bisa dia wawancarai. Joe menanyakan pengalaman masing-masing dokter dan kemungkinan keberhasilan operasi yang akan dilakukan.

Akhirnya, dia memilih salah seorang dokter yang mengatakan bahwa probabilitas suksesnya operasi bisa 98 persen. Dua dokter yang lain hanya berani 90 dan 95 persen.

Singkatnya, operasi jantungnya sukses. Joe Kamdani sehat hingga hari ini dan sekarang dia jadi ambassador Mayo secara suka rela.
Mayo memang berusaha mencintai setiap pasien yang selalu dijadikan pusat pelayanan kesehatan yang diberikan. Mulai dari pendirinya almarhum dokter Mayo dulu, selalu mengusahakan agar pembedahan dilakukan dengan mengurangi rasa takut maupun sakit si pasien.
Mayo tidak melihat pasien sebagai target yang harus diperas uangnya. Juga tidak menerapkan aji mumpung karena brand-nya terkenal dan customer lagi panik karena sakit.

Terhadap saya, Mayo tidak mau menerima uang kalau memang tidak diperlukan.
“Don’t buy unnecessary services from us,” katanya.

Terhadap Joe Kamdani, Mayo menaruh rasa cinta sebagai manusia yang harus diselamatkan jiwanya. Mayo bahkan mau mendaftarkan Pak Joe untuk menjalani pemeriksaan ke rumah sakit kompetitornya demi mencari second opinion.
Mereka tidak segan bekerja sama dengan pesaing untuk menolong pasien.

Padahal, biasanya, sebuah perusahaan akan mengobarkan semangat pada karyawannya untuk fight dengan pesaing dalam menarget pasar.
Target your customers, kill your competitors! Itulah filosofi marketing warfare yang ditulis Al Ries dan Jack Trout. Dan di dalam perang, Anda boleh melakukan apa saja.

Marketing dengan human spirit mengajak untuk mencintai customer dan respek terhadap kompetitor.
Sulit memang pelaksanaannya, tapi itulah pilihan terbaiknya sekarang.
Bagaimana pendapat Anda? (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/