25 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Tere dan Kemuskilan Demokrat

Oleh:Janpatar Simamora, SH., MH

Di tengah gejolak politik yang begitu kuat melanda eksistensi Partai Demokrat karena sejumlah kadernya terjerat dalam berbagai kasus hukum, salah satu kader terbaiknya Theresia Ebenna Ezeria Pardede yang lebih populer dengan nama Tere menempuh jalur pengunduran diri sebagai wakil rakyat dari parlemen.

Penyanyi yang kemudian berkiprah ke panggung politik lewat jalur Partai Demokrat itu memilih jalan lain dengan mengundurkan diri sebagai anggota DPR. Sementara dalam berbagai kesempatan, Tere menuturkan bahwa latar belakang pengunduran dirinya adalah terkait dengan masalah keluarga.

Tere hendak berusaha untuk konsen untuk mengurus sang ayah, Tombang Mulia Pardede yang dalam keadaan sakit serta dalam rangka merampungkan studinya. Namun kemudian, banyak pihak yang tidak mengalamatkan respon yang sejalan dengan alasan pengunduran diri yang dikemukakan Tere.Bahkan kemudian ada pihak yang justru mengaitkannya dengan sejumlah persoalan korupsi yang melanda para elit Demokrat.

Selain itu, ada juga kalangan yang mendukung penuh langkah Tere, apalagi kemudian dalam beberapa kesempatan belakangan ini, Tere justru kerap mengaitkan pengunduran dirinya dengan berbagai masalah yang sedang melanda bangsa ini, khususnya persoalan korupsi.

Terlepas dari apa sesungguhnya motif yang melatarbelakangi pengunduran diri Tere dari Senayan, namun patut dipahami bahwa langkah Tere kali ini merupakan persoalan serius yang mesti disikapi Demokrat. Apalagi belakangan diketahui bahwa Tere bukan hanya sekadar mundur dari Senayan, tetapi juga mundur dari keanggotaannya di Demokrat. Hal inilah yang kemudian membuat publik kian bertanya terkait dengan kondisi partai penguasa saat ini.

Bagaimanapun bahwa pengunduran diri Tere jelas merupakan pukulan telak bagi Demokrat. Persoalan ini kian menjadi-jadi dan berpotensi menimbulkan efek negatif seiring dengan ragam persoalan hukum yang melanda partai asuhan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini. Sebut saja misalnya Nazaruddin dan Angelina Sondakh yang merupakan kader Demokrat dan saat ini sedang terbelit dalam perkara korupsi seiring dengan kegigihan KPK dalam menelusuri berbagai kasus yang menimpa sejumlah elit partai.

Apa yang telah dilakukan KPK yang telah berhasil membongkar berbagai kasus korupsi yang secara kebetulan melibatkan sejumlah kader Demokrat tentu menjadi ancaman serius bagi Partai Demokrat. Pasalnya, sangat diyakini bahwa kasus yang melilit Angelina Sondakh kali ini tidak akan berhenti sampai di situ. Sangat dimungkinkan akan terjeratnya nama lain dalam kasus yang sama dan nama lain itu kemungkinan besar berasal dari Partai Demokrat sendiri. Bahkan tidak tertutup kemungkinan bahwa nama lain dimaksud adalah orang nomor satu di Partai Demokrat saat ini.

Sebagaimana diketahui bahwa nama Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum berulang kali disebut oleh Nazaruddin, Mindo Rosalina Manullang dan juga oleh Yulianis terlibat dalam proyek dengan nilai 191 miliar rupiah itu. Fakta ini tentu menjadi peluang besar bagi KPK untuk menyeret lebih jauh pihak-pihak yang terlibat dalam perkara yang satu ini. Bagaimanapun, Anas Urbaningrum tidak akan gampang keluar dari pusaran persoalan ini.

Kian Meruncing
Masalah inipun kian meruncing manakala di antara elit Partai Demokrat saat ini justru menunjukkan sikap berbeda dalam menyikapi persoalan ini. Sebagian elit Demokrat justru meminta Anas untuk segera mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua Umum.

Namun demikian, sebagian lagi, khususnya kalangan dekat Anas Urbaningrum justru memberikan dorongan bagi Anas untuk tetap bercikol di kursi kekuasaannya. Pendapat politik semacam ini tentu menjadi ancaman serius bagi eksistensi Demokrat di masa yang akan datang.

Melihat kondisi yang ada, Demokrat saat ini benar-benar sedang dililit persoalan besar. Sejumlah elit partainya benar-benar telah menjadi bulan-bulanan KPK. Kendati belum dapat dipastikan apakah KPK berani atau tidak untuk memperhadapkan Anas Urbaningrum ke hadapan pengadilan, namun kondisi yang ada saat ini cukup menunjukkan bagaimana rumitnya persoalan politik yang dihadapi Demokrat. Situasi itu kian diperparah seiring dengan tidak adanya satu pemahaman bagi elit Demokrat dalam menyikapi persoalan ini.

Dalam kondisi yang demikian, maka sangat mungkin terjadi bagi partai ini akan segera dirasuki oleh lawan-lawan politiknya, khususnya yang merasa bahwa Demokrat sebagai salah satu saingan terberat dalam pemilu yang akan datang. Kalau hal ini tidak diwaspadai para petinggi Demokrat, maka tidak tertutup kemungkinan bahwa partai asuhan Susilo Bambang Yudhoyono ini hanya akan tinggal menantikan detik-detik kehancuran.

Memang persoalan ini bisa jadi disadari sepenuhnya oleh para elit Demokrat. Namun karena ketidakmampuannya dalam membentuk benteng pertahanan partai yang begitu kokoh, maka persoalan inipun seolah menjadi tidak direspon dengan baik. Demokrat bisa jadi linglung dalam menghadapi serangan bertubi-tubi yang sedang digencarkan KPK. Apalagi kemudian KPK dengan sejumlah alat buktinya justru sulit diredam langkah garangnya.

ntuk mengakhiri polemik di tubuh Demokrat dan demi mempertahankan citra serta wibawa partai ini, maka tiada jalan lain bahwa SBY harus segera turun tangan dan mengambil langkah tegas. SBY harus berani untuk mendorong penuntasan kasus-kasus korupsi yang melilit kader partainya. langkah itu sekaligus menjadi bukti bahwa Partai Demokrat benar-benar merupakan partai yang anti terhadap korupsi. Janji dan kampanye antikorupsi yang diusung SBY dan Demokrat pada pemilu 2009 silam masih segar dalam ingatan publik. Oleh karenanya, maka komitmen untuk mewujudkan janji dimaksud akan tercermin dari langkah yang ditunjukkan SBY dan elit Demokrat saat ini.

Kalau kemudian persoalan ini dibiarkan mengambang dan berlarut-larut, maka hal itu sama saja dengan menggantung nasib Demokrat sendiri. Masa depan partai yang satu ini bisa jadi tinggal menghitung hari, sebab publik akan terus melakukan pengawasan terhadap kiprahnya, khususnya dalam merespon persoalan korupsi yang sedang melilit sejumlah kader terbaiknya. Kalau Demokrat tidak mampu keluar dari kondisi kemuskilan yang kian parah seperti saat ini, khususnya pasca penguduran diri Tere, maka pintu kemenangan pada pemilu 2014 mendatang bagi Demokrat bisa jadi tertutup sudah.

(Penulis Wakil Direktur Laboratorium Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen Medan).

Oleh:Janpatar Simamora, SH., MH

Di tengah gejolak politik yang begitu kuat melanda eksistensi Partai Demokrat karena sejumlah kadernya terjerat dalam berbagai kasus hukum, salah satu kader terbaiknya Theresia Ebenna Ezeria Pardede yang lebih populer dengan nama Tere menempuh jalur pengunduran diri sebagai wakil rakyat dari parlemen.

Penyanyi yang kemudian berkiprah ke panggung politik lewat jalur Partai Demokrat itu memilih jalan lain dengan mengundurkan diri sebagai anggota DPR. Sementara dalam berbagai kesempatan, Tere menuturkan bahwa latar belakang pengunduran dirinya adalah terkait dengan masalah keluarga.

Tere hendak berusaha untuk konsen untuk mengurus sang ayah, Tombang Mulia Pardede yang dalam keadaan sakit serta dalam rangka merampungkan studinya. Namun kemudian, banyak pihak yang tidak mengalamatkan respon yang sejalan dengan alasan pengunduran diri yang dikemukakan Tere.Bahkan kemudian ada pihak yang justru mengaitkannya dengan sejumlah persoalan korupsi yang melanda para elit Demokrat.

Selain itu, ada juga kalangan yang mendukung penuh langkah Tere, apalagi kemudian dalam beberapa kesempatan belakangan ini, Tere justru kerap mengaitkan pengunduran dirinya dengan berbagai masalah yang sedang melanda bangsa ini, khususnya persoalan korupsi.

Terlepas dari apa sesungguhnya motif yang melatarbelakangi pengunduran diri Tere dari Senayan, namun patut dipahami bahwa langkah Tere kali ini merupakan persoalan serius yang mesti disikapi Demokrat. Apalagi belakangan diketahui bahwa Tere bukan hanya sekadar mundur dari Senayan, tetapi juga mundur dari keanggotaannya di Demokrat. Hal inilah yang kemudian membuat publik kian bertanya terkait dengan kondisi partai penguasa saat ini.

Bagaimanapun bahwa pengunduran diri Tere jelas merupakan pukulan telak bagi Demokrat. Persoalan ini kian menjadi-jadi dan berpotensi menimbulkan efek negatif seiring dengan ragam persoalan hukum yang melanda partai asuhan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini. Sebut saja misalnya Nazaruddin dan Angelina Sondakh yang merupakan kader Demokrat dan saat ini sedang terbelit dalam perkara korupsi seiring dengan kegigihan KPK dalam menelusuri berbagai kasus yang menimpa sejumlah elit partai.

Apa yang telah dilakukan KPK yang telah berhasil membongkar berbagai kasus korupsi yang secara kebetulan melibatkan sejumlah kader Demokrat tentu menjadi ancaman serius bagi Partai Demokrat. Pasalnya, sangat diyakini bahwa kasus yang melilit Angelina Sondakh kali ini tidak akan berhenti sampai di situ. Sangat dimungkinkan akan terjeratnya nama lain dalam kasus yang sama dan nama lain itu kemungkinan besar berasal dari Partai Demokrat sendiri. Bahkan tidak tertutup kemungkinan bahwa nama lain dimaksud adalah orang nomor satu di Partai Demokrat saat ini.

Sebagaimana diketahui bahwa nama Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum berulang kali disebut oleh Nazaruddin, Mindo Rosalina Manullang dan juga oleh Yulianis terlibat dalam proyek dengan nilai 191 miliar rupiah itu. Fakta ini tentu menjadi peluang besar bagi KPK untuk menyeret lebih jauh pihak-pihak yang terlibat dalam perkara yang satu ini. Bagaimanapun, Anas Urbaningrum tidak akan gampang keluar dari pusaran persoalan ini.

Kian Meruncing
Masalah inipun kian meruncing manakala di antara elit Partai Demokrat saat ini justru menunjukkan sikap berbeda dalam menyikapi persoalan ini. Sebagian elit Demokrat justru meminta Anas untuk segera mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua Umum.

Namun demikian, sebagian lagi, khususnya kalangan dekat Anas Urbaningrum justru memberikan dorongan bagi Anas untuk tetap bercikol di kursi kekuasaannya. Pendapat politik semacam ini tentu menjadi ancaman serius bagi eksistensi Demokrat di masa yang akan datang.

Melihat kondisi yang ada, Demokrat saat ini benar-benar sedang dililit persoalan besar. Sejumlah elit partainya benar-benar telah menjadi bulan-bulanan KPK. Kendati belum dapat dipastikan apakah KPK berani atau tidak untuk memperhadapkan Anas Urbaningrum ke hadapan pengadilan, namun kondisi yang ada saat ini cukup menunjukkan bagaimana rumitnya persoalan politik yang dihadapi Demokrat. Situasi itu kian diperparah seiring dengan tidak adanya satu pemahaman bagi elit Demokrat dalam menyikapi persoalan ini.

Dalam kondisi yang demikian, maka sangat mungkin terjadi bagi partai ini akan segera dirasuki oleh lawan-lawan politiknya, khususnya yang merasa bahwa Demokrat sebagai salah satu saingan terberat dalam pemilu yang akan datang. Kalau hal ini tidak diwaspadai para petinggi Demokrat, maka tidak tertutup kemungkinan bahwa partai asuhan Susilo Bambang Yudhoyono ini hanya akan tinggal menantikan detik-detik kehancuran.

Memang persoalan ini bisa jadi disadari sepenuhnya oleh para elit Demokrat. Namun karena ketidakmampuannya dalam membentuk benteng pertahanan partai yang begitu kokoh, maka persoalan inipun seolah menjadi tidak direspon dengan baik. Demokrat bisa jadi linglung dalam menghadapi serangan bertubi-tubi yang sedang digencarkan KPK. Apalagi kemudian KPK dengan sejumlah alat buktinya justru sulit diredam langkah garangnya.

ntuk mengakhiri polemik di tubuh Demokrat dan demi mempertahankan citra serta wibawa partai ini, maka tiada jalan lain bahwa SBY harus segera turun tangan dan mengambil langkah tegas. SBY harus berani untuk mendorong penuntasan kasus-kasus korupsi yang melilit kader partainya. langkah itu sekaligus menjadi bukti bahwa Partai Demokrat benar-benar merupakan partai yang anti terhadap korupsi. Janji dan kampanye antikorupsi yang diusung SBY dan Demokrat pada pemilu 2009 silam masih segar dalam ingatan publik. Oleh karenanya, maka komitmen untuk mewujudkan janji dimaksud akan tercermin dari langkah yang ditunjukkan SBY dan elit Demokrat saat ini.

Kalau kemudian persoalan ini dibiarkan mengambang dan berlarut-larut, maka hal itu sama saja dengan menggantung nasib Demokrat sendiri. Masa depan partai yang satu ini bisa jadi tinggal menghitung hari, sebab publik akan terus melakukan pengawasan terhadap kiprahnya, khususnya dalam merespon persoalan korupsi yang sedang melilit sejumlah kader terbaiknya. Kalau Demokrat tidak mampu keluar dari kondisi kemuskilan yang kian parah seperti saat ini, khususnya pasca penguduran diri Tere, maka pintu kemenangan pada pemilu 2014 mendatang bagi Demokrat bisa jadi tertutup sudah.

(Penulis Wakil Direktur Laboratorium Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen Medan).

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/