Kita semua tentu masih ingat kasus yang pernah menjerat pelawak Polo, Gogon, hingga penyanyi dangdut kawakan, Imam S Arifin. Mereka sempat terjerambab dalam lembah hitam narkoba yang mengantarkan mereka ke pengapnya jeruji besi penjara.
Oleh: Eka Azwin Lubis
Para artis yang memiliki segudang prestasi tersebut seakan lupa bahwa mereka selalu mendapat sorotan publik dimana dan kapanpun berada termasuk ketika mereka tersandung kasus penyalahgunaan obat-obatan terlarang. Nama besar yang selama ini meraka usahakan, seolah hancur seketika menyusul terungkapnya perbuatan kotor mereka yang akrab dengan narkoba.
Faktor limpahan materi agaknya menjadi penyebab mereka untuk mencoba terjun ke dunia hitam yang tanpa disadari akan merampas populariotasnya. Tidak hanya kalangan artis yang senantiasa terlibat dalam penggunaan narkoba, bahkan keluarga pesohor republik ini juga kerap menggunakan narkoba. Satu contoh adalah Raka Widyarma yang merupakan anak dari aktor sekaligus wakil gubernur banten, Rano Karno yang tertangkap polisi saat memesan lima butir ekstasi via online dari Malaysia. Belakangan kasus tentang keterlibatan artis dalam penggunaan narkoba kembali muncul
pasca ditangkapnya Raffi Ahmad bersama 17 temannya termasuk pasangan Irwansyah dan Zaskia Sungkar serta artis senior Wanda Hamidah, saat melakukan pesta narkoba di rumah miliknya. Kejadian ini kembali mempertegas bahwa nama besar dan limpaham materi yang mereka menjadikan mereka akrab dengan barang haram tersebut.
Indonesia sendiri merupakan negara yang manjadikan Narkoba sebagai barang yang ilegal dan tidak dibenarkan untuk beredar di negara ini. Sehingga bagi siapa saja baik itu warga negara Indonesia maupun warga negara asing yang kedapatan berhubungan dengan narkoba baik itu pengguna, pengedar, atau bahkan hanya sekedar kurir diwilayah hukum Indonesia, maka pihak kepolisian akan segera menindak tegas mereka tanpa memandang latar belakangnya.
Namun meskipun tindakan tegas telah dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya pemberantasan narkoba di Indonesia tetap saja peredaran narkoba masih merajalela di negeri ini. Terlihat dari jumlah pecandunya di Indonesia yang makin tahun semakin meningkat. Yang menjadi sasaran dari kejahatan narkoba tidak hanya mereka yang memiliki uang banyak, melainkan hampir semua lapisan masyarakat baik tua maupun muda, dari yang kaya sampai yang hidup pas-pasan, hingga mereka yang berpendidikan sampai yang buta akan ilmu pengetahuan ikut terlibat dalam penyalahgunaan narkoba.
Untuk kaum muda yang merupakan pemangku peredaban masa depan dan sedang menempuh jenjang pendidikan saja, jumlah mereka yang akrab dengan narkoba sangat memprihatinkan. Bayangkan saja hasil survei Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebutkan, prevalensi penyalahgunaan narkoba di lingkungan pelajar mencapai 4,7 persen dari jumlah pelajar dan mahasiswa di Indonesia atau sekitar 921.695 orang. Angka ini tentu saja tidak bisa ditolerir lagi. Sebab seandainya hal ini terus dibiarkan maka bukan tidak mungkin Indonesia kedepannya akan menjadi negara yang berpredikat sebagai surga narkoba dunia.
Menurut Kabid Pembinaan dan Pencegahan Badan Narkotika Provinsi Sumatera Utara, Arifin Sianipar, dari jumlah tersebut, 61 persen diantaranya menggunakan narkoba jenis analgesic dan 39 persen jenis ganja, amphetamine, ekstasi dan lem. Hal tersebut mempertegas indikasi bahwa narkoba tidak hanya digunakan oleh kaum proletar yang memiliki dana besar untuk mendapatkannya. Sebab bagi seorang siswa SMP sekalipun untuk membeli sekaleng lem cukup dengan menyisihkan uang jajan yang diberikan orang tuanya.
Generasi muda yang merupakan generasi produktif merupakan sasaran empuk bagi penyebaran narkoba di Indonesia. Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebutkan Jumlah pengguna narkoba terbanyak adalah mereka yang berada pada usia 20 hingga 34 tahun. Sedangkan jenis narkoba yang paling banyak digunakan oleh pecandunya yang mendapatkan terapi dan rehabilitasi adalah jenis heroin yang mencapai 10.768 orang, lalu mereka yang menggunakan ganja yang mencapai 1.774 orang dan sabu-sabu sebanyak 984 orang.
Para pecandu narkoba umumnya cenderung menutup diri atau tidak terbuka dengan orang lain tentang apa kegiatan negatif yang mereka lakukan.
Praktis hanya sebagian kecil yang berani untuk menyatakan dirinya sebagai pengguna narkoba dan berusaha untuk mengakhiri ketergantungannya akan obat-obat terlarang tersebut. Hal ini terlihat dari jumlah pecandu narkoba yang mendapatkan terapi dan rehabilitasi di seluruh Indonesia. Berdasarkan data Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) tahun 2010 hanya 17.734 orang. Ini menunjukan bahwa betapa minimnya niat para pecandu narkoba untuk mengakhiri penggunaan narkoba dalam hidup mereka.
Padahal jumlah pengguna narkoba di Indonesia menurut Badan Narkotika Nasional (BNN) mencapai 3,2 juta orang atau 1,5 % dari jumlah seluruh penduduk Indonesia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 8.000 orang menggunakan narkoba dengan alat bantu berupa jarum suntik, yang berakibat 60 persen pecandu dengan alat bentu tersebut terjangkit HIV/AIDS, serta sekitar 15.000 orang meninggal setiap tahun karena menggunakan napza (narkotika, psikotropika dan zat adiktif) lain. BNN menambahkan ada beberapa langkah yang perlu dilakukan guna mencegah maraknya peredaran narkoba, yakni pencegahan dengan cara melakukan sosialisasi secara intensif akan bahaya narkoba, penindakan bagi yang terbukti menjadi pengedar dan pengguna, serta rehabilitasi dan pendampingan terhadap pengguna narkoba.
Indonesia Lahan Subur Peredaran Narkoba
Berdasarkan data dari BNN, peredaran narkoba di Indonesia memiliki nilai yang fantastis sehingga menjadi daya tarik besar buat para pemainnya. Pada periode Januari sampai November 2011 saja peredaran narkoba mencapai 28 Milyar Rupiah lebih, tapi nilai ini hanyalah sebagian kecil dari peredaran sesungguhnya di Indonesia. Selain itu perbandingan harga narkoba di Indonesia dengan diluar negeri sangat jauh berbeda. Salah satu contohnya adalah narkoba favorit di kalangan para pemakainya adalah shabu-shabu, di Malaysia di bandrol Rp300 ribu, tapi di sini bisa berharga sampai Rp2 Milyar lebih.
Cara yang dilakukan oleh pengedar narkoba ini seolah juga tidak ada habisnya. Belakangan ada hal baru yang mulai terungkap oleh aparat kepolisian tentang cara transaksi narkoba dari luar negeri. Internet yang selama ini akrab dengan kehidupan kaula muda perlahan mulai dimanfaatkan untuk media transaksi narkoba.
Menurut Kepala Humas BNN Kombes Polisi Sumirat Dwiyanto, sejak awal Februari 2012 lalu dalam pertemuan internasional yang dihadiri BNN, sudah dibahas mengenai kemungkinan digunakannya media online untuk transaksi narkoba di Indonesia. Melalui intelejen BNN, disimpulkan bahwa pengedar narkoba internasional via internet biasanya kerap menggunakan kode atau sandi tertentu untuk melakukan transaksi.
Pemerintah harus lebih pro aktif dalam memberantas peredaran Narkoba di Indonesia, sebab perlahan cara yang digunakan oleh para pengedar narkoba juga semakin canggih dan terorganisir. Oleh sebab itu peran aktif pemerintah dan petugas yang berwenang harus lebih ditingkatkan demi memelihara kondusifitas anak bangsa agar tidak terkontaminasi narkotika. (*)
Penulis: Kabis PTKP HMI FIS dan Staf Pusham Unimed