MARKETING SERIES (23)
Suatu kali saya berdiskusi tentang entrepreneurship dan marketing dengan Ciputra. Sebagai sosok yang kita anggap bapaknya entrepreneurship Indonesia, beliau memang hebat dan selalu mempromosikan kewirausahaan.
Bahkan, beliau pernah mengusulkan untuk memasukkan silabus entrepreneurship ke sekolah-sekolah menengah di Indonesia. Betapa hebat ide itu, betapa lambat inisiatif pemerintah menangkapnya.
Menurut Pak Ci, marketing adalah bagian dari entrepreneurship. John Kao, profesor Harvard Business School yang melakukan penelitian tentang kewirausahaan, menemukan tiga hal. Yaitu opportunity, risk-taking, dan leadership.
Seorang entrepreneur bisa melihat kesempatan, bukan ancaman, dari situasi apa pun. Bahkan, dalam situasi perang pun, ada orang yang tidak melarikan diri karena di sana dia akan bisa berdagang tanpa pesaing. Juga, bisa membeli properti dengan harga yang sangat murah. Selain itu, dia bisa menghitung risiko untuk mengambil keputusan mau “go” atau tidak. Tidak perlu menunggu analisis yang jelimet.
Dia akan mengambil keputusan berani masuk duluan, berjuang mati-matian. Kalau salah, dia akan cepat memutuskan untuk keluar. Akhirnya, dia akan bisa meyakinkan orang lain untuk mendukung idenya, termasuk orang-orang yang mau memberikan sumber dana, terutama pada permulaan pendirian usahanya.
***
Nah, bagaimana dengan marketing sendiri? Buat saya, intinya tetap pada tiga hal utama, yakni brand, positioning, dan diferensiasi. Brand harus dibangun dengan positioning yang jelas sebagai identitas. Tapi, hal tersebut mesti didukung diferensiasi yang solid supaya tidak jadi janji kosong. Selain itu, diferensiasi harus diperkaya terus supaya tidak gampang ditiru orang.
Sebagai gambaran, ketiga hal itu dijalankan secara konsisten di Jawa Pos sebagai koran pelopor yang memperkuat diri dengan kekuatan lokal. Mulai isi, gaya penulisan, hingga angle yang dipilih untuk menulis sesuatu yang dijual kepada pembaca, itu dilakukan sejak zaman Pak Dahlan masih aktif di Jawa Pos; seperti bergulat di medan perang baru.
Sekarang, ketika Pak Dahlan di BUMN, beliau melakukan hal yang sama. Semua perusahaan pelat merah diminta melakukan “inovasi” supaya tidak hanya menghasilkan komoditas yang akhirnya harus berkompetisi dalam harga. Yang muda dan perempuan diberi kesempatan “memimpin” supaya makin banyak pemikiran kreatif.
Dream team di bawah kepemimpinan tunggal CEO adalah cermin manajemen Jawa Pos. Siapa pun, dari mana pun, sekali diangkat jadi pemimpin, ya diberi otoritas penuh. Tapi, tentunya dengan akuntabilitas penuh juga.
Kesimpulannya? Entrepreneurship adalah spirit dan paradigmanya. Marketing adalah radar dan strateginya. Pak Ci seratus persen benar. Seorang entrepreneur yang baik juga harus punya strategi marketing yang baik juga. Philip Kotler, kalau diminta words of wisdom, selalu bilang be a good marketer, be a great entrepreneur. Kredo kesepuluh Marketing 3.0 gather relevant information, but use wisdom in making final decision. Bagaimana pendapat Anda? (*)