Oleh: Janpatar Simamora, SH., MH
Setelah sekian tahun tidak pernah menghinggapi Kota Medan, tepatnya 2012 ini Piala Adipura secara resmi diraih Kota Medan untuk kategori Kota Metropolitan. Tidak tanggung-tanggung, setelah Wali Kota Medan berhasil memboyong piala Adipura ke Kota Medan, luapan kegembiraanpun ditunjukkan melalui aksi arakan keliling kota.
Aksi arakan yang dilangsungkan sehari setelah diterimanya penghargaan bergengsi dalam bidang kebersihan dan keindahan kota, tepatnya Rabu, 06 Juni 2012 lalu itu sampai menimbulkan kemacetan di sejumlah titik di Kota Medan. Apa yang dilakukan oleh Pemko Medan sebagai bentuk ucapan syukur atas penerimaan Piala Adipura melalui aksi arak piala keliling Kota tentu patut dimaknai sebagai suatu peristiwa yang biasa terjadi. Karena bagaimanapun, idealnya penerimaan suatu piala atau penghargaan adalah merupakan sesuatu hal yang menggembirakan. Oleh karenanya, sebagai bentuk luapan kegembiraan itu, maka menjadi wajar bila kemudian ditemukan aksi yang mengarah pada “promosi prestasi” dengan harapan akan semakin banyak pihak yang mengetahuinya.
Terkait dengan perolehan piala Adipura, sebenarnya bukan hanya Kota Medan yang meraih penghargaan bergengsi dalam bidang lingkungan hidup itu. Terdapat sekitar 63 daerah yang meraih penghargaan dalam bentuk piala Adipura dan secara kebetulan, Kota Medan menjadi salah satu daerah yang meraih penghargaan Adipura untuk kategori kota metropolitan. Kegiatan dan penghargaan Adipura yang diprakarsai oleh Kementerian Lingkungan Hidup sejak awal diarahkan dalam rangka mendorong dan memacu seluruh daerah di tanah air dalam rangka mewujudkan konsep lingkungan hidup yang hijau dan bersih.
Dengan adanya konsep green and clean city sebagai dasar filosofis kelahiran penghargaan Adipura, maka harapan akan terwujudnya kondisi lingkungan hidup yang benar-benar bersahabat dan mampu menjadi tempat nyaman untuk berdiam bagi masyarakat luas akan sangat dimungkinkan untuk terealisasi. Dalam rangka mengurai persoalan dan memudahkan pemilahan penganugerahan penghargaan Adipura, khususnya mengingat begitu luasnya bentangan wilayah nusantara, maka sejak awal telah ditetapkan mekanisme penilaian oleh pemerintah pusat.
Untuk pemilahan kategori kota, terdapat empat kategori yang didasarkan pada jumlah penduduk yang berdiam dalam satu daerah. Keempat kategori dimaksud yaitu untuk kategori Kota Metropolitan adalah daerah yang didiami oleh lebih dari 1 juta jiwa. Kemudian untuk kategori Kota Besar adalah daerah yang didiami oleh penduduk dengan kisaran 500.001 sampai dengan 1 juta jiwa, sedangkan kategori Kota Sedang adalah daerah dengan jumlah penduduk sekitar 100.001 sampai dengan 500.000 jiwa dan yang terakhir adalah kategori Kota Kecil yang mana dihuni oleh maksimal 100.000 jiwa.
Kemudian terkait dengan indicator pokok yang menjadi senjata pamungkas bagi pemerintah pusat dalam rangka menjatuhkan penilaiannya, maka setidaknya ditemukan dua hal yang menjadi ukuran utama. Pertama adalah terkait dengan kondisi fisik lingkungan perkotaan. Dalam hal ini, yang menjadi pokok persoalan adalah sejauh mana kondisi fisik perkotaan mampu menunjukkan tingkat kebersihan dan keteduhannya. Sedangkan yang kedua adalah terkait dengan kondisi non fisik. Indikator ini dapat diukur dari tingkat kesiapan daerah yang bersangkutan dalam rangka mewujudkan daerah kota yang bersih dan indah.
Sejumlah Pertanyaan
Lalu kalau kemudian dikorelasikan dengan kondisi fisik maupun non fisik Kota Medan saat ini, apakah memang ditemukan sejumlah indikator yang mengarah pada perolehan penghargaan Adipura?. Sudahkah kota yang sekarang ini di bawah kendali Wali Kota Rahudman Harahap ini mampu mencerminkan kota yang benar-benar bersih dan nyaman serta memberikan keindahan bagi masyarakatnya?. Atau setidaknya, adakah indicator yang memungkinkan bahwa perolehan piala Adipura bagi Kota Medan berbanding lurus dengan fakta di lapangan?.
Barangkali sejumlah pertanyaan ini lebih tepat bila dijawab dengan peninjauan langsung di lapangan. Masyarakat tentu bisa melihat fakta yang ada bahwa betapa kondisi kebersihan dan keindahan Kota Medan saat ini masih sangat jauh dari apa yang diharapkan publik, termasuk harapan dalam hal penganugerahan Adipura.konkritnya, marilah bercermin pada fakta yang ada terkait dengan sejauh mana sesungguhnya kota ini layak menyandang predikat kota bersih dan indah dipandang serta memberikan suasana yang nyaman bagi warga dan pihak-pihak yang menyinggahinya.
Jujur harus diakui bahwa masih terdapat sejumlah titik di Kota Medan yang sama sekali tidak mencerminkan kondisi ramah lingkungan. Lihat saja misalnya kondisi sejumlah pajak tradisional di kota ini seperti pajak Sukaramai, Petisah, Jalan Bulan, Jalan Veteran dan kawasan-kawasan lainnya. Fisiknya sendiri justru masih amburadul dan diwarnai dengan tumpukan sampah di sana sini. Apalagi kemudian kalau sampai pada pola penataan yang justru berkutat pada pola lama. Persoalan yang dialami dan menimpa para pedagang tradisional bukanlah hal baru, bahkan sudah menahun. Namun sampai detik ini belum ditemukan solusi konkrit yang ditawarkan oleh Pemko dalam rangka mengurai persoalan ini.
Demikian juga dengan kondisi fisik sejumlah ruas jalan yang masih berlubang dan drainase yang juga menunjukkan persoalan yang sama buruknya. Maka tidak heran bila terjadi hujan, maka sejumlah kawasan di Kota Medan seketika akan menjadi kawasan banjir. Kalaupun ditemukan sejumlah ruas dan titik jalan yang mampu menunjukkan fisik yang begitu mulus, paling-paling hanya karena dilatarbelakangi bahwa jalan dimaksud memang menjadi jalan protokol yang sangat dimungkinkan akan menjadi daerah perlintasan bagi para pejabat negara maupun daerah.
Lalu kalau demikian halnya, apa sesungguhnya yang mesti dibanggakan dari raihan Adipura bagi Kota Medan kali ini?. Apalagi kemudian sampai melakukan aksi arak-arakan yang justru menambah beban bagi masyarakat karena mengakibatkan terganggungnya aktivitas publik selama aksi arak-arakan berlangsung. Tanpa bermaksud menafikkan raihan dan torehan prestasi versi Pemko Medan, sesungguhnya euforia Adipura bagi kota ini justru mengindikasikan adanya respon yang salah makna dan bahkan salah alamat.
Kalau memang kondisi lingkungan Kota Medan berkorelasi positif dengan penganugerahan Adipura, maka luapan kegembiraan yang digelorakan Pemko menjadi suatu kewajaran. Namun fakta justru berkata lain, segudang persoalan lingkungan hidup di seputar Kota Medan masih mengendap hingga detik ini. Oleh karena itu, maka jangan salahkah bila sejumlah pihak merespon dingin penganugerahan Adipura bagi Kota Medan, bahkan kemudian euforia Adipura pun bisa jadi salah alamat dan tak lebih dari sekadar alat politik guna mencitrakan diri serta kinerja sejumlah pihak.
Penulis: Wakil Direktur Laboratorium Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen Medan.