Jika kita ulas balik asal muasal dari keberadaan manusia dimuka bumi ini maka kita akan dipertemukan pada dua teori yang saling kontradiksi tentang dari mana manusia itu berasal.
Pada prinsipnya, semua manusia yang menganut pemikiran yang berdasar pada pemahaman agama, maka mereka sepakat bahwa manusia itu adalah mahluk ciptaan Tuhan yang diberi kelebihan dari mahluk ciptaan lainnya berupa akal yang dapat digunakan untuk berfikir guna memilah mana hal yang baik dan buruk, mana sesuatu yang benar dan salah untuk kemaslahatan hidupnya yang senantiasa selalu saling berketergantungan antar satu sama yang lainnya.
Sebab salah satu sifat mendasar manusia adalah mahluk sosial yang memiliki fungsi biologis, proteksi, sosialisasi/pendidikan dan tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain.
Dan mereka sepakat bahwa manusia pertama yang diciptakan Tuhan didunia itu adalah Adam bersama istrinya Hawa yang kemudian menghasilkan keturunan-keturunan yang menjadi cikal bakal meluasnya populasi manusia didunia ini sampai sekarang.
Barlawanan dengan teori asal mula manusia yang didasari dari pemahaman yang berorientasi pada faham agama tersebut, seorang peneliti yang bernama Charles Darwin justru mengatakan dengan teori Evolusinya bahwa manusia itu berasal dari kera yang kemudian menjadi nenek moyang dari manusia modern yang ada pada saat ini.
Beliau melakukan eksperimen tersebut untuk membuktikan dari mana sebenarnya manusia itu berasal, dan mengambil kesimpulan bahwa manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin untuk manusia) yang merupakan sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi.
Bahkan Socrates yang merupakan filsuf dari Yunani pernah mengatakan bahwa manusia itu sebagai Zoon Politicon yang berarti Hewan Yang Bermasyarakat, dan dibenarkan oleh Max Schaller yang mengatakan bahwa manusia adalah Das Krantetier yang berarti Hewan Yang Selalu Bermasalah.
Teori ini lantas ditentang keras oleh para pemuka agama diberbagai belahan dunia yang tidak sepakat dengan teori Darwin yang mengatakan bahwa nenek moyang menusia tersebut berasal dari kera. Hingga saat ini perselisihan pendapat mengenai asal mula dari manusia itu sendiri belum dapat terpecahkan karena belum ada benang merah yang dapat ditarik untuk mempertemukan kedua teori tersebut menjadi suatu kesimpulan real darimana manusia itu sebenarnya berasal.
Terlepas dari permasalahan tentang asal mula manusia itu sendiri, mari kita membahas hal yang tak kalah urgennya dari asal manusia itu sendiri yakni mengenai apa sebenarnya yang menjadi hakikat dasar manusia untuk hidup didunia. Banyak hal yang dapat kita jadikan landasan berfikir untuk mengetahui apa sebenarnya yang menjadi hakikat, sifat-sifat mendasar dan bagaimana pola karakter dari setiap manusia.
Dimulai dari hakikat setiap manusia itu sendiri yang di teliti oleh Independent Awareness yang mengatakan bahwa manusia itu adalah makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Hal ini terbukti dari bagaimana seorang manusia dapat mengusahakan segala hal untuk memanuhi hasrat dan kebutuhannya walaupun terkadang hal tersebut sukar untuk dilakukan atau dengan kata lain tidak bisa dilakukan setiap saat, seperti usaha yang dilakukan oleh para petugas pertolongan dinegara Chili yang berhasil mengangkat para penambang yang terjebak selama 69 hari dikedalaman 625 meter di Kota San Jose Chili pada tanggal 13 Oktober 2010 dan mendapat apresiasi luar biasa dari masyarakat dunia dan terutama Presiden Chili, Evo Morales.
Selain itu hakikat manusia adalah individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial yang dapat diartikan dengan sifat jumawa yang dimiliki oleh setiap insan manusia dimana siap untuk mepertangguang jawabkan suatu keadaan melalui pola fikir dan memanfaatkan kemampuan yang ia miliki seperti yang dilakukan oleh Profesor Robert Edwards yang merupakan orang pertama yang merintis IVF atau Bayi Tabung, dimana ia merasa memiliki tanggung jawab untuk membantu orang disekitarnya yang tidak dapat memiliki keturunan.
Lebih lanjut, penelitian Awareness tersebut mengemukakan beberapa hal lagi yang menjadi hakikat manusia yakni Mahluk yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol dirinya dan mampu menentukan nasibnya, Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati, Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas, Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan jahat, Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusiaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.
Namun selain hal-hal yang menjadi hakikat dasarnya, manusia juga memiliki sifat-sifat mendasar yang senantiasa menyertainya dalam kehidupan seperti Melankolis (Sempurna atau dengan kata lain selalu berusaha untuk menuju kesempurnaan) karena manusia memanglah mahluk yang diciptakan jauh dari rasa puas akan apa yang telah ia capai dan dapatkan, sehingga selalu ingin meras lebih dari apa yang dimiliki oleh orang lain.
Yang kedua manusia juga memiliki sifat Plegmatis atau pecinta damai, ini dibuktikan bahwa hampir tidak ada konflik yang ditimbulkan oleh manusia didunia ini yang tidak terselesaikan.
Ini mengindikasikan bahwa manusia memiliki sifat yang pendamai. Selain itu manusia juga memiliki sifat Sanguis yang berarti selalu merasa dirinya hebat, paling benar, tanpa kelemahan, dan menganggap orang lain selalu lebih rendah sehingga ia dikatakan sebagai superstar. Inilah yang sering memicu konflik horizontal antar sesama manusia yang hidup saling berdampingan.
Dan sifat mendasar yang terakhir adalah Koleris yang berarti ingin selalu berada diatas, ingin selalu menang, tidak mau menjadi nomor dua, sehingga dapat menjadi pemimpin yang bisa memerintahkan orang lain untuk mencapai kesempurnaan dan kenikmatan dalam hidupnya. (*)
Penulis: Kabid PTKP HMI
dan Staf Pusham Unimed