31 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

Pendidikan Budaya dan Karakter Dalam Berbangsa

Oleh: Murni Eva Marlina Rumapea

Berbicara tentang budaya dan karakter adalah menjadi bahan utama dalam kehidupan berbangsa.  Dikatakan demikian melihat dengan banyaknya kejahatan terjadi di negeri kita seperti korupsi dan terrorisme.  

Pendidikan adalah salah satu cara untuk mendidik terutama bagi generasi  muda dalam berbagai aspek kehidupan bangsa. Untuk itu pendidikan formal dan informal adalah urat nadi dalam membentuk pendidikan budaya dan karakter sebagai manusia berkualitas. Pendidikan juga modal untuk membentuk generasi muda menuju masa depan untuk keberlangsungan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Keberlangsungan tersebut memiliki pewarisan budaya dan karakter yang dimiliki masyarakat dan bangsa. Atas pemikiran ini maka pendidikan budaya dan karakter sangat strategis untuk keberlangsungan hidup dan membentuk masa depan. Pengembangannya dilakukan melalui perencanaan yang baik, dan pendekatan yang sesuai serta metode belajar yang sistematis dan efektif.

Dalam keberlangsungan hidup bermasyarakat individu tidak terlepas dari lingkungan dan berperilaku sesuai dengan norma budaya. Jika pendidikan seseorang tidak memiliki konsep/prinsip maka dapat menyebabkan hilang dari akar budayanya. Terjadinya dengan istilah “tidak lagi mengenal budaya sendiri” dan menjadi “orang asing dalam budaya sendiri” sehingga muncul “orang yang tidak menyukai budayanya sendiri”.

Budaya artinya hasil buah pikiran manusia/budi pekerti/cara berpikir/norma/moral. Cara berpikir, norma, moral merupakan hasil interaksi manusia dengan sesama/lingkungannya. Cara berpikir, moral, norma, budi pekerti digunakan manusia untuk menghasilkan sistem pengetahuan, teknologi, sosial, ekonomi, kepercayaan, seni, dan bahasa. Maka ketika kehidupan manusia berkembang maka berkembanglah sistem pengetahuan, teknologi, sosial, ekonomi, kepercayaan, seni, dan bahasa.

Besar pengaruh budaya terhadap seseorang untuk tumbuh dan berkembang baik dalam lingkungan keluarga, kampung (RT, RW), dan lingkungan budaya nasional. Jika seseorang tidak mengenal budaya sendiri maka sangat rentan terhadap budaya luar bahkan mudah menerima budaya luar tanpa mempertimbangkan (valueing).

Semakin kuat seseorang memiliki dasar pertimbangan terhadap budaya luar maka semakin kuat tumbuh berkembang menjadi warga negara yang memiliki identitas budayanya. Dengan demikian maka seseorang dapat menjadi warga negara yang memiliki cara berpikir, cara pandang, cara bertindak, dan cara menyelesaiakan masalah sesuai dengan norma dan nilai budayanya.

Kata karakter artinya watak, akhlak, kepribadian ; dapat sebagai landasan cara berpikir/cara pandang dan berperilaku. Interaksi antar individu dapat membentuk karakter pribadi yang menumbuhkan karakter masyarakat/berbangsa. Dalam membentuk karakter berbangsa sangat dipengaruhi karakter individu karena hidup dalam lingkungan sosial dan budaya tertentu.

Artinya untuk membentuk budaya dan karakter bangsa dilakukan pada proses pendidikan yang tidak terlepas dari lingkungan sosial budaya masyarakat dan bangsa. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan bangsa, maka pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu seseorang. Akan tetapi karena manusia hidup dalam lingkungan sosial dan budaya tertentu maka pengembangan karakter individu hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya yang bersangkutan.

Lingkungan sosial budaya bangsa adalah Pancasila ; jadi pendidikan budaya dan karakter bangsa harus berdasarkan Pancasila. Dengan kata lain mendidik budaya dan karakter bangsa adalah mengembangkan nilai-nilai Pancasila melalui pendidikan formal dan informal.

Dari tulisan ini dengan melihat situasi negara kita sejak tahun 1998 (era reformasi) makin maraknya kekerasan diberbagai lapisan masyarakat. Perkara-perkara sepele yang seharusnya diselesaikan dengan arief dan bijaksana namun sering dituntaskan dengan anarkis air mata.

Generasi muda sudah melakukan perangai anarkis terhadap segala masalah. Misalnya lingkungan sekolah/universitas jika ada persoalan pribadi antar pelajar dan mahasiswa maka akan memperbesar pertaruan demi nama baik sekolah/universitas. Tawuran antar pelajar/mahasiswa tidak dapat dihindarkan, semua memperaksikan kearogahan, kekerasan, kebrutalan, keanarkisan yang telah melekat sebagai karakter. Kaum generasi muda tidak memiliki sikap yang akrab dengan nilai-nilai kearifan dan keluhuran budi tetapi telah bersahabat dengan dunia sex bebas, pesta pora, kekerasan, dan sebagainya. Dekadensi moral dan merosotnya nilai keluhuran budi bagi generasi muda telah seperti suatu jembatan yang longsor.

Yang lebih menyedihkan lagi budaya kekerasan bergeser ke dunia pendidikan seperti persoalan pribadi antar pelajar menjadi pertaruhan gengsi dan nama baik sekolah. Tidak lagi mempertontonkan kesantunan dan kearifan tetapi telah menggunakan senjata tajam.

Pembakaran, perusakan, dan penganiayaan terjadi diberbagai tempat. Dapat juga dikatakan generasi muda sekarang telah terjadi krisis moral dan mental. Dengan keadaan ini maka nilai-nilai kearifan dan keluhuran budi yang dulu dimuliakan sebagai karakter dan jati diri bangsa telah menjadi ceruk peradaban. Kekerasan telah menjadi budaya baru  sehingga penyelesiaan masalah dengan menggunakan kejernihan nurani dan kepakaan akal budi telah tertutup keangkuhan dan kemunafikan.

Budaya kekerasan telah berada titik nadir peradaban sehingga menenggelamkan karakter genuine bangsa yang ditahbiskan sebagai bangsa cinta damai, santun, ramah, dan berperabadan tinggi. Berarti negeri ini tidak memperoleh jalan terang menuju bangsa yang beradab dan berbudaya malahan  tersungkur ke dalam kubangan dekadensi moral dan inovasi kultur.

Negeri ini menjadi mudah dan rentan terhadap konflik dan kekerasan. Jika kondisi ini tidak berubah maka budaya kekerasan menjadi tertanam sebagai urat nadi dalam kepribadian bangsa. Untuk itu pendidikan karakter dapat dioptimalkan sebagai alat yang strategis untuk mengembangkan dan mengakarkan nilai-nilai keluhuran budi dan kemanusiaan.

Pemberian pelajaran PKn dan agama tidak cukup untuk membentuk pendidikan budaya dan karakter. Akan tetapi orang tua, pemuka agama, tokoh masyarakat, dan kaum elite bangsa dapat sebagai panutan dalam bersikap dan bertingkah laku untuk hidup di masyarakat. Maka pendidikan budaya dan karakter bangsa pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia yaitu agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional.

Dosen Pendidikan  Antropologi Fakultas  Ilmu  Sosial Universitas  Negeri  Medan (UNIMED)

Oleh: Murni Eva Marlina Rumapea

Berbicara tentang budaya dan karakter adalah menjadi bahan utama dalam kehidupan berbangsa.  Dikatakan demikian melihat dengan banyaknya kejahatan terjadi di negeri kita seperti korupsi dan terrorisme.  

Pendidikan adalah salah satu cara untuk mendidik terutama bagi generasi  muda dalam berbagai aspek kehidupan bangsa. Untuk itu pendidikan formal dan informal adalah urat nadi dalam membentuk pendidikan budaya dan karakter sebagai manusia berkualitas. Pendidikan juga modal untuk membentuk generasi muda menuju masa depan untuk keberlangsungan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Keberlangsungan tersebut memiliki pewarisan budaya dan karakter yang dimiliki masyarakat dan bangsa. Atas pemikiran ini maka pendidikan budaya dan karakter sangat strategis untuk keberlangsungan hidup dan membentuk masa depan. Pengembangannya dilakukan melalui perencanaan yang baik, dan pendekatan yang sesuai serta metode belajar yang sistematis dan efektif.

Dalam keberlangsungan hidup bermasyarakat individu tidak terlepas dari lingkungan dan berperilaku sesuai dengan norma budaya. Jika pendidikan seseorang tidak memiliki konsep/prinsip maka dapat menyebabkan hilang dari akar budayanya. Terjadinya dengan istilah “tidak lagi mengenal budaya sendiri” dan menjadi “orang asing dalam budaya sendiri” sehingga muncul “orang yang tidak menyukai budayanya sendiri”.

Budaya artinya hasil buah pikiran manusia/budi pekerti/cara berpikir/norma/moral. Cara berpikir, norma, moral merupakan hasil interaksi manusia dengan sesama/lingkungannya. Cara berpikir, moral, norma, budi pekerti digunakan manusia untuk menghasilkan sistem pengetahuan, teknologi, sosial, ekonomi, kepercayaan, seni, dan bahasa. Maka ketika kehidupan manusia berkembang maka berkembanglah sistem pengetahuan, teknologi, sosial, ekonomi, kepercayaan, seni, dan bahasa.

Besar pengaruh budaya terhadap seseorang untuk tumbuh dan berkembang baik dalam lingkungan keluarga, kampung (RT, RW), dan lingkungan budaya nasional. Jika seseorang tidak mengenal budaya sendiri maka sangat rentan terhadap budaya luar bahkan mudah menerima budaya luar tanpa mempertimbangkan (valueing).

Semakin kuat seseorang memiliki dasar pertimbangan terhadap budaya luar maka semakin kuat tumbuh berkembang menjadi warga negara yang memiliki identitas budayanya. Dengan demikian maka seseorang dapat menjadi warga negara yang memiliki cara berpikir, cara pandang, cara bertindak, dan cara menyelesaiakan masalah sesuai dengan norma dan nilai budayanya.

Kata karakter artinya watak, akhlak, kepribadian ; dapat sebagai landasan cara berpikir/cara pandang dan berperilaku. Interaksi antar individu dapat membentuk karakter pribadi yang menumbuhkan karakter masyarakat/berbangsa. Dalam membentuk karakter berbangsa sangat dipengaruhi karakter individu karena hidup dalam lingkungan sosial dan budaya tertentu.

Artinya untuk membentuk budaya dan karakter bangsa dilakukan pada proses pendidikan yang tidak terlepas dari lingkungan sosial budaya masyarakat dan bangsa. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan bangsa, maka pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu seseorang. Akan tetapi karena manusia hidup dalam lingkungan sosial dan budaya tertentu maka pengembangan karakter individu hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya yang bersangkutan.

Lingkungan sosial budaya bangsa adalah Pancasila ; jadi pendidikan budaya dan karakter bangsa harus berdasarkan Pancasila. Dengan kata lain mendidik budaya dan karakter bangsa adalah mengembangkan nilai-nilai Pancasila melalui pendidikan formal dan informal.

Dari tulisan ini dengan melihat situasi negara kita sejak tahun 1998 (era reformasi) makin maraknya kekerasan diberbagai lapisan masyarakat. Perkara-perkara sepele yang seharusnya diselesaikan dengan arief dan bijaksana namun sering dituntaskan dengan anarkis air mata.

Generasi muda sudah melakukan perangai anarkis terhadap segala masalah. Misalnya lingkungan sekolah/universitas jika ada persoalan pribadi antar pelajar dan mahasiswa maka akan memperbesar pertaruan demi nama baik sekolah/universitas. Tawuran antar pelajar/mahasiswa tidak dapat dihindarkan, semua memperaksikan kearogahan, kekerasan, kebrutalan, keanarkisan yang telah melekat sebagai karakter. Kaum generasi muda tidak memiliki sikap yang akrab dengan nilai-nilai kearifan dan keluhuran budi tetapi telah bersahabat dengan dunia sex bebas, pesta pora, kekerasan, dan sebagainya. Dekadensi moral dan merosotnya nilai keluhuran budi bagi generasi muda telah seperti suatu jembatan yang longsor.

Yang lebih menyedihkan lagi budaya kekerasan bergeser ke dunia pendidikan seperti persoalan pribadi antar pelajar menjadi pertaruhan gengsi dan nama baik sekolah. Tidak lagi mempertontonkan kesantunan dan kearifan tetapi telah menggunakan senjata tajam.

Pembakaran, perusakan, dan penganiayaan terjadi diberbagai tempat. Dapat juga dikatakan generasi muda sekarang telah terjadi krisis moral dan mental. Dengan keadaan ini maka nilai-nilai kearifan dan keluhuran budi yang dulu dimuliakan sebagai karakter dan jati diri bangsa telah menjadi ceruk peradaban. Kekerasan telah menjadi budaya baru  sehingga penyelesiaan masalah dengan menggunakan kejernihan nurani dan kepakaan akal budi telah tertutup keangkuhan dan kemunafikan.

Budaya kekerasan telah berada titik nadir peradaban sehingga menenggelamkan karakter genuine bangsa yang ditahbiskan sebagai bangsa cinta damai, santun, ramah, dan berperabadan tinggi. Berarti negeri ini tidak memperoleh jalan terang menuju bangsa yang beradab dan berbudaya malahan  tersungkur ke dalam kubangan dekadensi moral dan inovasi kultur.

Negeri ini menjadi mudah dan rentan terhadap konflik dan kekerasan. Jika kondisi ini tidak berubah maka budaya kekerasan menjadi tertanam sebagai urat nadi dalam kepribadian bangsa. Untuk itu pendidikan karakter dapat dioptimalkan sebagai alat yang strategis untuk mengembangkan dan mengakarkan nilai-nilai keluhuran budi dan kemanusiaan.

Pemberian pelajaran PKn dan agama tidak cukup untuk membentuk pendidikan budaya dan karakter. Akan tetapi orang tua, pemuka agama, tokoh masyarakat, dan kaum elite bangsa dapat sebagai panutan dalam bersikap dan bertingkah laku untuk hidup di masyarakat. Maka pendidikan budaya dan karakter bangsa pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia yaitu agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional.

Dosen Pendidikan  Antropologi Fakultas  Ilmu  Sosial Universitas  Negeri  Medan (UNIMED)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/