32 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Pemerataan Pendidikan dalam Perspektif Otda

Oleh:
Janpatar Simamora, SH, MH

Dalam rangka pengembangan potensi diri, maka pendidikan menjadi sarana tepat bagi manusia. Di sisi lain, tingkat kemajuan dan kesejahteraan rakyat suatu negara juga tidak bisa dilepaskan dari seberapa besar tingkat kualitas pendidikan dari negara dimaksud.

Oleh karena itu, maka pendidikan menjadi salah satu sarana yang begitu urgen untuk membangun dan mewujudkan negara yang sejahtera. Hal itu kian dikuatkan dengan semangat reformasi yang menghendaki agar pendidikan benar-benar dapat diselenggarakan secara merata di seluruh wilayah tanah air.

Semangat reformasi dalam bidang pendidikan di tanah air telah dibuktikan seiring dengan perubahan keempat tahun 2002 UUD 1945. Bahkan masalah pendidikan telah diatur dalam Bab tersendiri, yaitu Bab XIII UUD 1945. Hal ini menunjukkan bagaimana kuatnya arus dukungan dalam rangka membangun dunia pendidikan yang lebih merata dan berkualitas.

Guna menguatkan semangat dalam membangun pendidikan yang lebih baik, maka pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Seluruh regulasi ini diharapkan mampu memayungi tindakan pemerintah dalam rangka membangun pendidikan sebagai pranata sosial yang memikili kekuatan serta wibawa guna mengembangkan manusia Indonesia menjadi manusia yang berkualitas serta berdaya guna, baik bagi pribadi, keluarga, bangsa dan negara terlebih di hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa.

Sesuai dengan penjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 bahwa pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas  sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.

Kemudian dalam rangka mencapai visi dimaksud, maka digariskanlah beberapa misi pendidikan nasional, diantaranya mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia.

Selain itu, pendidikan nasional juga mengemban misi untuk membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak  bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas  proses  pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral; meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global; dan memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Strategi

Selanjutnya, dalam rangka pembaharuan sistem pendidikan nasional, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 juga mengamanatkan beberapa strategi, diantaranya:  pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia; pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi; proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis; evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi pendidikan yang memberdayakan; peningkatan keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan; penyediaan sarana belajar yang mendidik; pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan berkeadilan; penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata; pelaksanaan wajib belajar; pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan; pemberdayaan peran masyarakat; pusat pembudayaan dan pembangunan masyarakat; dan pelaksanaan pengawasan dalam sistem pendidikan nasional.

Secara umum, apa yang telah digariskan dalam konstitusi maupun Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, mulai dari arah pendidikan nasional, visi, misi dan strategi pembaharuannya sudah cukup menggambarkan akan arah dan sasaran pendidikan nasional di masa yang akan datang. Yang menjadi persoalan kemudian adalah bagaimana dengan problem yang ada dalam bidang pendidikan saat ini? Apakah sudah terangkum dan terjawab dalam tataran implementasi?

Sampai saat ini harus diakui bahwa salah satu persoalan mendasar dalam bidang pendidikan adalah bahwa pemerataan pendidikan secara nasional belum berjalan dengan baik.

Selama ini ada kecenderungan bahwa prioritas peningkatan mutu dan kualitas pendidikan hanya fokus pada daerah perkotaan. Sementara nasib pendidikan di daerah pedesaan justru kerap terabaikan dan bahkan tidak tertutup kemungkinan bahwa masih ada sebagian wilayah, khususnya di daerah pelosok yang masih jauh dari jangkauan teknologi belum tersentuh dengan program-program pendidikan berkualitas.

Memaksimalkan Peran Pemda

Dalam perspektif otonomi daerah, persoalan ini memang lebih dipahami oleh daerah masing-masing. Oleh karenanya, maka semangat otonomi daerah semestinya digandeng dengan semangat reformasi pendidikan demi membangun pendidikan yang lebih berkualitas.

Tidak terjangkaunya persoalan dalam bidang pendidikan, khussusnya di daerah pedesaan oleh pemerintah pusat tentunya tidak terlepas dari keterbatasan yang dimiliki. Kendati semangat pemerintah pusat begitu berapi-api dalam rangka membangun pendidikan yang lebih mapan di tanah air, namun proses pendeteksian persoalan yang ada akan tetap terasa sulit tanpa bantuan pemerintah daerah sebagai pihak yang paling mengetahui secara menyeluruh akan ragam persoalan pendidikan yang muncul di daerahnya.

Dalam rangka mengurai persoalan dan menembus batas keterjangkauan pemerintah pusat dalam bidang pendidikan, maka setidaknya perlu dilakukan beberapa langkah konkret. Pertama, pentingnya kerjasama dan komunikasi yang intensif antara pemerintah pusat (dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) dengan pemerintah daerah di seluruh Indonesia. Pemerintah daerah harus benar-benar dilibatkan dalam proses pendeteksian seluruh persoalan yang ada, termasuk berbagai alternatif penyelesaiannya. Alternatif penyelesaian dimaksud bisa saja dengan mengusung kearifan dan budaya lokal di daerah masing-masing. Jadi sangat dimungkinkan munculnya alternatif penyelesaian persoalan yang berbeda-beda antara daerah, tergantung daripada tingkatan persoalan yang dihadapi.

Kedua, pemerintah daerah harus benar-benar memaknai amanat konstitusi, khususnya Pasal 31 ayat (4) yang menghendaki agar anggaran pendidikan dialokasikan sebesar 20 persen dari APBD masing-masing daerah. Bahkan bila memang dibutuhkan, pemerintah daerah harus mampu mengalokasikan anggaran lebih dari angka itu. Sebab, konstitusi mengamanatkan bahwa angka 20 persen adalah merupakan angka minimal. Artinya dimungkinkan pengalokasian anggaran melebihi dari angka 20 persen. Demi hasil maksimal, maka besaran anggaran yang dikucurkan untuk bidang pendidikan di daerah semestinya bisa juga dimaksimalkan. Dengan langkah yang demikian, maka sangat diyakini bahwa persoalan ketidakterjangkauan pemerintah dalam bidang pendidikan akan teratasi dengan baik yang dengan sendirinya akan menuntaskan masalah pemerataan pendidikan demi kesejahteraan rakyat dan kemajuan bangsa. (*)

Penulis Adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen Medan; Alumnus Program Pascasarjana
UGM Yogyakarta.

Oleh:
Janpatar Simamora, SH, MH

Dalam rangka pengembangan potensi diri, maka pendidikan menjadi sarana tepat bagi manusia. Di sisi lain, tingkat kemajuan dan kesejahteraan rakyat suatu negara juga tidak bisa dilepaskan dari seberapa besar tingkat kualitas pendidikan dari negara dimaksud.

Oleh karena itu, maka pendidikan menjadi salah satu sarana yang begitu urgen untuk membangun dan mewujudkan negara yang sejahtera. Hal itu kian dikuatkan dengan semangat reformasi yang menghendaki agar pendidikan benar-benar dapat diselenggarakan secara merata di seluruh wilayah tanah air.

Semangat reformasi dalam bidang pendidikan di tanah air telah dibuktikan seiring dengan perubahan keempat tahun 2002 UUD 1945. Bahkan masalah pendidikan telah diatur dalam Bab tersendiri, yaitu Bab XIII UUD 1945. Hal ini menunjukkan bagaimana kuatnya arus dukungan dalam rangka membangun dunia pendidikan yang lebih merata dan berkualitas.

Guna menguatkan semangat dalam membangun pendidikan yang lebih baik, maka pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Seluruh regulasi ini diharapkan mampu memayungi tindakan pemerintah dalam rangka membangun pendidikan sebagai pranata sosial yang memikili kekuatan serta wibawa guna mengembangkan manusia Indonesia menjadi manusia yang berkualitas serta berdaya guna, baik bagi pribadi, keluarga, bangsa dan negara terlebih di hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa.

Sesuai dengan penjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 bahwa pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas  sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.

Kemudian dalam rangka mencapai visi dimaksud, maka digariskanlah beberapa misi pendidikan nasional, diantaranya mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia.

Selain itu, pendidikan nasional juga mengemban misi untuk membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak  bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas  proses  pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral; meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global; dan memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Strategi

Selanjutnya, dalam rangka pembaharuan sistem pendidikan nasional, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 juga mengamanatkan beberapa strategi, diantaranya:  pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia; pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi; proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis; evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi pendidikan yang memberdayakan; peningkatan keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan; penyediaan sarana belajar yang mendidik; pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan berkeadilan; penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata; pelaksanaan wajib belajar; pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan; pemberdayaan peran masyarakat; pusat pembudayaan dan pembangunan masyarakat; dan pelaksanaan pengawasan dalam sistem pendidikan nasional.

Secara umum, apa yang telah digariskan dalam konstitusi maupun Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, mulai dari arah pendidikan nasional, visi, misi dan strategi pembaharuannya sudah cukup menggambarkan akan arah dan sasaran pendidikan nasional di masa yang akan datang. Yang menjadi persoalan kemudian adalah bagaimana dengan problem yang ada dalam bidang pendidikan saat ini? Apakah sudah terangkum dan terjawab dalam tataran implementasi?

Sampai saat ini harus diakui bahwa salah satu persoalan mendasar dalam bidang pendidikan adalah bahwa pemerataan pendidikan secara nasional belum berjalan dengan baik.

Selama ini ada kecenderungan bahwa prioritas peningkatan mutu dan kualitas pendidikan hanya fokus pada daerah perkotaan. Sementara nasib pendidikan di daerah pedesaan justru kerap terabaikan dan bahkan tidak tertutup kemungkinan bahwa masih ada sebagian wilayah, khususnya di daerah pelosok yang masih jauh dari jangkauan teknologi belum tersentuh dengan program-program pendidikan berkualitas.

Memaksimalkan Peran Pemda

Dalam perspektif otonomi daerah, persoalan ini memang lebih dipahami oleh daerah masing-masing. Oleh karenanya, maka semangat otonomi daerah semestinya digandeng dengan semangat reformasi pendidikan demi membangun pendidikan yang lebih berkualitas.

Tidak terjangkaunya persoalan dalam bidang pendidikan, khussusnya di daerah pedesaan oleh pemerintah pusat tentunya tidak terlepas dari keterbatasan yang dimiliki. Kendati semangat pemerintah pusat begitu berapi-api dalam rangka membangun pendidikan yang lebih mapan di tanah air, namun proses pendeteksian persoalan yang ada akan tetap terasa sulit tanpa bantuan pemerintah daerah sebagai pihak yang paling mengetahui secara menyeluruh akan ragam persoalan pendidikan yang muncul di daerahnya.

Dalam rangka mengurai persoalan dan menembus batas keterjangkauan pemerintah pusat dalam bidang pendidikan, maka setidaknya perlu dilakukan beberapa langkah konkret. Pertama, pentingnya kerjasama dan komunikasi yang intensif antara pemerintah pusat (dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) dengan pemerintah daerah di seluruh Indonesia. Pemerintah daerah harus benar-benar dilibatkan dalam proses pendeteksian seluruh persoalan yang ada, termasuk berbagai alternatif penyelesaiannya. Alternatif penyelesaian dimaksud bisa saja dengan mengusung kearifan dan budaya lokal di daerah masing-masing. Jadi sangat dimungkinkan munculnya alternatif penyelesaian persoalan yang berbeda-beda antara daerah, tergantung daripada tingkatan persoalan yang dihadapi.

Kedua, pemerintah daerah harus benar-benar memaknai amanat konstitusi, khususnya Pasal 31 ayat (4) yang menghendaki agar anggaran pendidikan dialokasikan sebesar 20 persen dari APBD masing-masing daerah. Bahkan bila memang dibutuhkan, pemerintah daerah harus mampu mengalokasikan anggaran lebih dari angka itu. Sebab, konstitusi mengamanatkan bahwa angka 20 persen adalah merupakan angka minimal. Artinya dimungkinkan pengalokasian anggaran melebihi dari angka 20 persen. Demi hasil maksimal, maka besaran anggaran yang dikucurkan untuk bidang pendidikan di daerah semestinya bisa juga dimaksimalkan. Dengan langkah yang demikian, maka sangat diyakini bahwa persoalan ketidakterjangkauan pemerintah dalam bidang pendidikan akan teratasi dengan baik yang dengan sendirinya akan menuntaskan masalah pemerataan pendidikan demi kesejahteraan rakyat dan kemajuan bangsa. (*)

Penulis Adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen Medan; Alumnus Program Pascasarjana
UGM Yogyakarta.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/