Oleh: Ferlando Simanungkalit
“Kepemimpinan adalah gabungan unsur-unsur kecerdasan, sifat amanah (dapat dipercaya), rasa kemanusiaan, keberanian, serta disiplin. Hanya ketika seseorang memiliki kelima unsur ini menjadi satu dalam dirinya, masing-masing dalam porsi yang tepat, baru dia layak dan bisa menjadi seorang pemimpin sejati” (Sun Tzu).
Seluruh tahapan Pemilu Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta akhirnya telah selesai dilakukan dengan dilantiknya pasangan gubernur dan wakil gubernur baru DKI Jakarta, Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama dalam paripurna istimewa DPRD DKI Jakarta.
Pemilu yang dilangsungkan 2 putaran ini menyedot begitu banyak perhatian media massa nasional dan daerah, termasuk menarik perhatian masyarakat Indonesia dan DKI Jakarta itu sendiri. Bahkan acara pelantikan pasangan gubernur dan wakil gubernur baru DKI Jakarta ini disiarkan secara live oleh 2 stasiun televisi dari pagi hingga sore hari ke seluruh penjuru tanah air.
Setelah sekian lama menanti, pilgub DKI Jakarta inilah pesta demokrasi yang sesungguhnya, dimana rakyat tidak hanya bergerak dengan penuh spontanitas untuk memberikan suaranya tetapi juga berpesta pada saat hari pelantikan pasangan yang dimenangkan oleh mereka.
Bukti bahwa betapa besarnya harapan rakyat terhadap sosok seorang pemimpin yang mampu bekerja untuk melayani mereka, berintegritas, amanah, jujur, tegas, berani, dan mampu memanusiakan masyarakat yang dipimpinnya.
Kemenangan pasangan Jokowi-Basuki dalam pilgub DKI Jakarta banyak dinilai sangat fenomenal oleh berbagai kalangan. Pasangan yang sebelumnya tidak diunggulkan tersebut akhirnya berhasil memenangkan pilgub DKI Jakarta dengan menyingkirkan pasangan petahana Fauzi Bowo-Nahrowi Ramli di putaran kedua.
Kunci kemenangan pasangan Jokowi-Basuki ini dinilai tidak terlepas dari integritas dan rekam jejak mereka saat memimpin daerahnya masing-masing, bergeraknya mesin politik akar rumput yang dimotori oleh para relawan dan program kerja solutif yang ditawarkan oleh pasangan tersebut selama masa kampanye pilgub dilangsungkan.
Konstelasi politik DKI Jakarta sangat berpengaruh dan merupakan barometer bagi Pemilu Kepala Daerah (pemilukada) lainnya. Hasil pilgub DKI Jakarta ini mau tidak mau harus membuat partai politik untuk memperhitungkan kembali calon-calon kepala daerah yang akan mereka usung dalam pemilukada-pemilukada yang akan datang.
Ada beberapa hal yang patut untuk dijadikan catatan selama proses pilgub DKI Jakarta berlangsung, diantaranya (1) integritas, rekam jejak dan ketokohan pasangan calon yang diusung ternyata sangat berpengaruh untuk menarik dukungan masyarakat; (2) tidak bergeraknya mesin politik partai di akar rumput, karena jumlah dukungan partai politik terhadap suatu pasangan calon ternyata berbanding terbalik dengan jumlah suara yang diperoleh, bahkan ada beberapa partai politik yang jumlah dukungan suara pada pasangan yang diusungnya lebih kecil daripada jumlah dukungan suara partai tersebut pada pemilu legislatif sebelumnya; (3) sumbangan positif bagi perbaikan demokrasi karena isu-isu primordial seperti SARA ternyata tidak lagi memberikan pengaruh signifikan untuk mempengaruhi pilihan politik masyarakat; (4) modal pendanaan politik yang besar untuk membiayai kampanye dan menjalankan pergerakan mesin politik juga tidak lagi menjadi modal utama dalam mendukung kesuksesan suatu pasangan dalam memenangkan ajang kontestasi politik.
Integritas dan rekam jejak calon dinilai penting untuk menjadi pertimbangan utama bagi partai politik dalam menentukan pasangan calon yang akan diusung dalam pemilukada. Integritas dan rekam jejak pasangan calon ini penting mengingat posisi para kepala daerah sebagai ujung tombak untuk memberikan pelayanan publik dan kebijakan yang memadai bagi masyarakat.
Partai politik harus memperbaiki mekanisme dan proses perekrutan calon untuk meminimalisasi politik dagang sapi dan munculnya calon-calon yang mengusung kepentingan pihak-pihak lain di luar kepentingan rakyat yang dipimpinnya.
Proses penjaringan calon-calon kepala daerah tersebut juga harus memperhatikan aspirasi masyarakat akar rumput yang selama ini seringkali tidak mendapat perhatian yang serius. Kebijakan partai politik yang bias dengan aspirasi masyarakat akar rumput menjadi salah satu penyebab turunnya kepercayaan masyarakat terhadap partai politik.
Hal ini akan menyebabkan kebijakan elit partai politik untuk mengusung suatu pasangan calon seringkali tidak diikuti oleh konstituen akar rumputnya, sehingga menyebabkan perolehan suara pasangan calon yang diusung menjadi tidak maksimal.
Pilgubsu
Pemilu Gubernur Sumatera Utara yang akan dilangsungkan pada tahun 2013 masih berada dalam tahapan persiapan dan pematangan. Masing-masing partai politik masih membuka pintu untuk pendaftaran pasangan calon yang akan diusung menjadi pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Sumatera Utara.
Sumatera Utara juga merupakan daerah yang penting untuk dimenangkan oleh masing-masing partai politik mengingat pengaruhnya sebagai salah satu barometer politik di Indonesia dan pijakan untuk memenangkan pemilukada-pemilukada lainnya di Pulau Sumatera.
Posisi Sumatera Utara sebagai pintu gerbang perekonomian Indonesia di sebelah barat juga membuat Sumatera Utara membutuhkan sosok pemimpin yang berintegritas dan bersih untuk menjalankan roda pembangunan daerahnya.
Posisi penting Sumatera Utara ini harus menjadi pertimbangan bagi partai politik untuk memunculkan pasangan-pasangan calon alternatif yang berintegritas untuk kepentingan rakyat serta memiliki rekam jejak yang bersih dan cemerlang dalam berbagai aktivitas politik, pemerintahan dan profesional sebelumnya, sehingga masyarakat Sumatera Utara tidak dihadapkan pada pilihan-pilihan politik dagang sapi dalam menentukan pemimpin daerahnya.
Calon-calon alternatif yang mengusung perubahan dengan rekam jejak yang bersih dan berintegritas dalam mengusung kepentingan rakyat juga merupakan sosok yang dirindukan oleh masyarakat Sumatera Utara di tengah-tengah manisnya politik pencitraan yang semu dan penuh kepura-puraan di Republik ini.
Penduduk Sumatera Utara yang heterogen dengan berbagai keanekaragaman suku, agama, ras dan kebudayaan juga harus diperhatikan dalam mempersiapkan materi yang akan digunakan sebagai isu-isu kampanye masing-masing pasangan calon agar tidak lagi terjebak dengan kesalahan yang sama seperti pada pilgub DKI Jakarta.
Pilgub Sumatera Utara hendaknya terbebas dari isu-isu primordial seperti SARA agar seluruh lapisan masyarakat tetap bersatu padu mendukung pembangunan Sumatera Utara. Pilgub Sumatera Utara kali ini juga diharapkan berlangsung dinamis dan memberikan kontribusi bagi pematangan demokrasi dengan mengedepankan pertarungan program-program yang solutif dan materi kampanye yang memberikan pendidikan politik bagi masyarakat.
Pasangan-pasangan yang akan berkompetisi dalam pilgub Sumatera Utara kali ini juga harus mampu menjaga kondusifitas keamanan dan ketertiban selama seluruh tahapan pemilu berlangsung. Belajar dari sikap kenegarawanan pasangan Fauzi Bowo-Nahrowi Ramli yang mampu menerima kekalahannya, memberikan ucapan selamat dan tidak melakukan sengketa hasil pemilu ke mahkamah konstitusi, juga membuat hasil pemilu DKI Jakarta semakin terlihat lebih demokratis.
Sikap kenegarawanan pasangan Foke-Nara itu juga membuat keadaan stabilitas politik serta keamanan di DKI Jakarta tetap kondusif dan akhirnya menciptakan suasana yang membuat masyarakat lebih mudah cair kembali.
Masyarakat Sumatera Utara juga diharapkan untuk kritis dan cerdas dalam menentukan pilihan politiknya pada pemilu gubernur kali ini dengan (1) tidak lagi memilih para calon yang telah terbukti terlibat atau diduga terlibat kasus korupsi, serta memiliki rekam jejak yang tidak bersih; (2) memilih para calon yang mampu bekerja untuk kepentingan rakyat Sumatera Utara, bukan kepentingan pribadi, golongan ataupun para pengusungnya, yang ditunjukkan dengan rekam jejak kinerja masing-masing kandidat calon dalam aktivitas politik, pemerintahan dan pengalaman profesional sebelumnya; (3) memilih para calon yang mempunyai visi dan wawasan kebangsaan yang luas untuk mendukung pembangunan Sumatera Utara, yang ditunjukkan dengan program kerja yang solutif, riil dan menyentuh masyarakat; (4) tidak lagi memilih calon-calon yang menggunakan politik uang untuk mendongkrak perolehan dukungan suaranya.
Belajar dari pemilu gubernur DKI Jakarta, itulah seruan yang tepat bagi elit-elit partai politik untuk mengusung pasangan-pasangan calon yang berintegritas dan memiliki rekam jejak yang bersih dalam pemilu gubernur Sumatera Utara, dengan materi kampanye yang cerdas, mendidik dan mengedepankan program-program solutif bagi pembangunan Sumatera Utara. (*)
Penulis adalah Pengamat Sosial Politik, Alumnus Pascasarjana UGM