MARKETING SERIES (98)
Anak saya, Michael dan Stephanie, keduanya saya kirim ke Amerika sejak jenjang sekolah menengah pertama. Cara menyekolahkan ini jadi semacam balas dendam karena dulu saya tidak punya kesempatan seperti itun
Waktu itu Mike, panggilan Michael, masih berusia lima belas tahun, setelah lulus dari SMPK Santa Maria Surabaya. Karena tidak cukup duit, saya titipkan dia kepada keluarga Indonesia yang sudah punya green card di AS.
Setahun kemudian, Mike pindah ngekos pada sebuah keluarga Filipina dan bersekolah secara gratis di sekolah negeri di Upland, California, selama tiga tahun. Setelah lulus dengan nilai 4.0, dia masuk ke University of Texas, Austin, universitas peringkat kelima untuk pemasaran dengan biaya murah karena termasuk institusi pendidikan negeri juga. Guna pengiritan, saya memaksa agar gelar bachelor diselesaikan dalam waktu tiga tahun dari masa studi yang normalnya empat tahun.
Setelah balik ke Indonesia, dia bekerja di Andersen Consulting sambil mempelajari professional consultant. Gelar master dia dapat setelah setahun di Kellogg School of Management, Northwestern University, tempat Philip Kotler serta banyak ahli marketing melakukan riset dan mengajar.
Setelah itu, dia bekerja lagi di perusahaan konsultan A.T. Kearney yang merupakan pecahan McKinsey. Enam tahun lalu Mike mulai membantu MarkPlus dengan mulai bekerja sebagai head of consulting division. Sekarang dia sudah membantu saya sebagai COO dan mulai 1 November 2012 jadi deputy CEO.
Stephanie, adiknya yang lebih muda lima tahun, mulai bersekolah di St Stephen High School, Austin, di kelas sembilan, setara dengan kelas tiga SMP. Pengalamannya di boarding school selama empat tahun membuat dia jadi orang serbabisa. Di situ, bakat imajinasinya berkembang karena pelajaran menggambar mendapat penekanan khusus. Sejak masa kecilnya di Surabaya, Stephanie sudah demen menulis cerita detektif yang penuh dengan strategi dan taktik. Selesai di Austin, dia mengambil jurusan ekonomi di University of Michigan di Ann Arbor.
Itu adalah jurusan yang saya anjurkan karena Asia, terutama, lagi kena badai krisis besar-besaran. Dia juga bisa menyelesaikan bachelor-nya dengan nilai cum laude setahun lebih cepat daripada rencana. Setelah balik ke Indonesia, dia merintis bisnis bersama tiga orang teman sekampus. Kenangan dengan tempat studinya di Ann Arbor dan kota tempat bermain ketika kuliah dia patri dalam ingatan dan dia kreasi menjadi sebuah brand furnitur dengan nama Arbor and Troy. Dalam tempo tak lebih dari lima tahun, apa yang dikreasinya telah jadi the best local brand. Itu dia lakukan secara sembunyi-sembunyi tanpa sepengetahuan saya sebagai orang tuanya.
Tahun ini Stephanie terpilih sebagai Woman Entrepreneur Ernst and Young 2012 atas usahanya membangun Arbor and Troy. Dalam Fortune 40 Under 40 dia dipilih sebagai eksekutif muda yang sukses membangun usaha di bawah usia 40 tahun.
Melihat keduanya bergiat mengembangkan diri dan kemampuan masing-masing, saya seperti berada di sebuah kepingan miniatur Indonesia. Sebuah keluarga di kampung Kapasan, Surabaya, dengan sinar matahari pagi yang menyehatkan, yang menerobos lewat jendela. Menapaki hari baru di usia saya yang ke-65 tahun, ini sungguh energi yang luar biasa.
Indonesia ke depan pasti akan dipenuhi anak-anak muda seperti itu. Yang menyalip dan melaju lebih cepat ketimbang orang tuanya dengan kehebatan dan impiannya tentang masa depan Indonesia yang lebih bersinar. (*)