34.5 C
Medan
Friday, May 3, 2024

Eksistensi Pidana Pelayanan Masyarakat dalam Prespektif Hukum Progresif

OLEH : FITRAH ANATA SARAGIH, S.H.,- MAGISTER ILMU HUKUM, FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Pada tanggal 06 Desember 2022, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Pemerintah berhasil merampungkan dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) menjadi Undang-Undang.

Meskipun terjadi polemik, perlu diakui bahwa hal tersebut merupakan langkah yang didedikasikan untuk mereformasi hukum pidana di Indonesia yang berasal dari masa penjajahan.

Meskipun membawa semangat pembaharuan dalam hukum pidana, namun banyak kritikus yang mengatakan bahwa masih ada pasal-pasal bermasalah yang berpotensi mengancam demokrasi, hak-hka privasi, dan membuka celah kriminalisasi terhadap masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa pembaharuan hukum pidana di Indonesia tidak berhenti pada pengesahan KUHP.

Salah satu strategi pembaharuan yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan Pidana Pelayanan Masyarakat dalam sistem pemasyarakatan. Pidana Pelayanan Masyaraat digunakan sebagai salah satu opsi pemidaan yang menggantikan pidana penjara dengan melibatkan kegiatan-kegiatan sosial yang bertujuan untuk mengubah perilaku pelaku tindak pidana.

Merujuk pada efektivitas sanksi pidana berupa pidana penjara, menunjukkan bahwa tidak semua pemidanaan dapat memberikan efek jera bagi pelakunya dan tidak dapat secara langsung menurunkan angka kejahatan. Maka dalam KUHP terdapat bentuk pemidanaan yang menitikberatkan pada rehabilitasi dan reintegrasi narapidana ke dalam masyarakat dengan mengedepankan pembinaan dan pelatihan.

Dengan demikian warga binaan diberikan kesempatan untuk meningkatkan diri dan mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan agar mampu hidup mandiri dan produktif di masyarakat. Tingkat kebutuhan penerapan hukuman pelayanan masyarakat di Indonesia cukup tinggi karena beberapa alasan yakni salah satunya, banyaknya kejahatan di Indonesia menyebabkan Lembaga Pemasyarakatan cepat penuh dan kurang efektif dalam menangani perlaku kejahatan.

Sistem pemasyarakatan di Indonesia sering kali tidak memberikan sousi efektif bagi rehabilitasi narapidana, sementara hukuman pelayanan masyarakat memberikan kesempatan bagi tahanan untuk meningkatkan diri dan memperoleh keterampulan yang dapat digunakan untuk mencari pekerjaan setelah dibebaskan.

Penerapan hukuman pelayanan masyarakat memerlukan suatu sistem peraturan perundang-undangan yang mengarut dan mengendalikan suatu tindakan atau kegiatan yang dapat kita sebut sebagai kerangkat hukum.

Hal ini mencakup undang-undang dan peraturan yang berlaku, serta mekanisme penerapan dan penegakannya. Kurangnya regulasi dan undang-undang menjadi kendala dalam pengaturan hukuman pelayanan masyarakat. Masih banyk kesenjangan dan tantangan dalam proses pemidanaan ini, yang pertama dan utama adalah kurangnya jumlah aparat penegak hukum untuk menangani kasus-kasus tersebut.

Disamping itu keterbatasan teknologi, infrastruktur dan juga fasilitas yang belum memadai, serta kurangnya dukungan dan sumber daya dari pemerintah dan masyarakat merupakan suatu tantangan yang harus dihadapi. Maka dari itu diperlukan upaya untuk meningkatkan kapasitas dan dukungan aparat penegak hukum agar dapat menjalankan tugasnya dengan lebih efektif dan efisien dalam menangani permasalahan terkait dengan pidana pelayanan masyarakat yang terbilang kompleks ini.

Penerapan pidana pelayanan masyarakat di Indonesia memiliki urgensi yang menting dalam mengatasi ketidakefektifan pidana penjara. Melalui pidana pelayanan masyarakat, individu yang teribat dalam tindak pidana tersebut memiliki kesempatan untuk memperbaiki perilakunya melalui kerja sosial dan membantuk masyarakat.

Beberapa aspek terpenting yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pidana pelayanan masyarakat yakni sistem yang efektif dan transparan, koordinasi dan kerjasama antar instansi terkait, pendidian dan kapasitas penegak hukum, perlindungan hak asasi manusia, serta evaluasi dan monitoring berkelanjutan. Dengan memperbaiki aspek-aspek tersebut maka diharapkan pelaksaanan pidana pelayanan masyarakat di Indonesia dapat ditingkatkan.(*)

OLEH : FITRAH ANATA SARAGIH, S.H.,- MAGISTER ILMU HUKUM, FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Pada tanggal 06 Desember 2022, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Pemerintah berhasil merampungkan dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) menjadi Undang-Undang.

Meskipun terjadi polemik, perlu diakui bahwa hal tersebut merupakan langkah yang didedikasikan untuk mereformasi hukum pidana di Indonesia yang berasal dari masa penjajahan.

Meskipun membawa semangat pembaharuan dalam hukum pidana, namun banyak kritikus yang mengatakan bahwa masih ada pasal-pasal bermasalah yang berpotensi mengancam demokrasi, hak-hka privasi, dan membuka celah kriminalisasi terhadap masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa pembaharuan hukum pidana di Indonesia tidak berhenti pada pengesahan KUHP.

Salah satu strategi pembaharuan yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan Pidana Pelayanan Masyarakat dalam sistem pemasyarakatan. Pidana Pelayanan Masyaraat digunakan sebagai salah satu opsi pemidaan yang menggantikan pidana penjara dengan melibatkan kegiatan-kegiatan sosial yang bertujuan untuk mengubah perilaku pelaku tindak pidana.

Merujuk pada efektivitas sanksi pidana berupa pidana penjara, menunjukkan bahwa tidak semua pemidanaan dapat memberikan efek jera bagi pelakunya dan tidak dapat secara langsung menurunkan angka kejahatan. Maka dalam KUHP terdapat bentuk pemidanaan yang menitikberatkan pada rehabilitasi dan reintegrasi narapidana ke dalam masyarakat dengan mengedepankan pembinaan dan pelatihan.

Dengan demikian warga binaan diberikan kesempatan untuk meningkatkan diri dan mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan agar mampu hidup mandiri dan produktif di masyarakat. Tingkat kebutuhan penerapan hukuman pelayanan masyarakat di Indonesia cukup tinggi karena beberapa alasan yakni salah satunya, banyaknya kejahatan di Indonesia menyebabkan Lembaga Pemasyarakatan cepat penuh dan kurang efektif dalam menangani perlaku kejahatan.

Sistem pemasyarakatan di Indonesia sering kali tidak memberikan sousi efektif bagi rehabilitasi narapidana, sementara hukuman pelayanan masyarakat memberikan kesempatan bagi tahanan untuk meningkatkan diri dan memperoleh keterampulan yang dapat digunakan untuk mencari pekerjaan setelah dibebaskan.

Penerapan hukuman pelayanan masyarakat memerlukan suatu sistem peraturan perundang-undangan yang mengarut dan mengendalikan suatu tindakan atau kegiatan yang dapat kita sebut sebagai kerangkat hukum.

Hal ini mencakup undang-undang dan peraturan yang berlaku, serta mekanisme penerapan dan penegakannya. Kurangnya regulasi dan undang-undang menjadi kendala dalam pengaturan hukuman pelayanan masyarakat. Masih banyk kesenjangan dan tantangan dalam proses pemidanaan ini, yang pertama dan utama adalah kurangnya jumlah aparat penegak hukum untuk menangani kasus-kasus tersebut.

Disamping itu keterbatasan teknologi, infrastruktur dan juga fasilitas yang belum memadai, serta kurangnya dukungan dan sumber daya dari pemerintah dan masyarakat merupakan suatu tantangan yang harus dihadapi. Maka dari itu diperlukan upaya untuk meningkatkan kapasitas dan dukungan aparat penegak hukum agar dapat menjalankan tugasnya dengan lebih efektif dan efisien dalam menangani permasalahan terkait dengan pidana pelayanan masyarakat yang terbilang kompleks ini.

Penerapan pidana pelayanan masyarakat di Indonesia memiliki urgensi yang menting dalam mengatasi ketidakefektifan pidana penjara. Melalui pidana pelayanan masyarakat, individu yang teribat dalam tindak pidana tersebut memiliki kesempatan untuk memperbaiki perilakunya melalui kerja sosial dan membantuk masyarakat.

Beberapa aspek terpenting yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pidana pelayanan masyarakat yakni sistem yang efektif dan transparan, koordinasi dan kerjasama antar instansi terkait, pendidian dan kapasitas penegak hukum, perlindungan hak asasi manusia, serta evaluasi dan monitoring berkelanjutan. Dengan memperbaiki aspek-aspek tersebut maka diharapkan pelaksaanan pidana pelayanan masyarakat di Indonesia dapat ditingkatkan.(*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/