Marketing Series 11
Orang-orang accounting secara tradisional adalah ‘musuh’ orang marketing di sebuah perusahaan. Mereka selalu jadi rem ketika orang-orang marketing nge-gas.
Orang accounting selalu jadi penjaga gawang yang mengingatkan apakah suatu target penjualan akan tercapai atau tidak. Mereka juga suka melakukan analisis detail di bagian mana tidak tercapainya meski tanpa mau tahu penyebabnya.
Orang accounting juga selalu mengawasi budget biaya yang sudah ditetapkan dan memberikan peringatan bahwa cost-budget sudah terlampaui. Orang accounting juga selalu peduli pada bottom line jangka pendek.
Tak ada gunanya top line tercapai tanpa ada profit. Tapi, itu kan ketika perusahaan masih tertutup. Ketika perusahaan sudah jadi perusahaan publik atau perusahaan terbuka, persoalannya akan beda.
Pemegang saham yang bukan pengendali perusahaan atau yang minoritas hanya dapat laporan keuangan tiap kuartal. Harga saham pun naik turun, antara lain, bergantung pada laporan yang dikeluarkan.
Tentu saja, ada faktor lain seperti rencana manajemen ke depan, prospek industri, dan situasi makro yang memengaruhi.
Di situlah laporan keuangan jadi salah satu indikator kunci dari kesehatan sebuah perusahaan. Ketika berhadapan dengan ‘pihak luar’, orang-orang accounting diminta menyatu dengan manajemen puncak untuk sebisanya memberikan optimisme kepada publik.
Karena itulah, lantas keluar istilah creative accounting karena ada berbagai cara untuk membuat sebuah perusahaan kelihatan beautiful. Kontrak penjualan jangka panjang diakali supaya masuk ke pendapatan yang dicatat untuk tahun berjalan.
Depresiasi pada sebuah fixed asset dibikin lebih panjang supaya beban biaya pada tahun berjalan mengecil. Begitu juga dengan amortisasi pada intangible asset.
Belum lagi yang namanya asset revaluation atau menilai kembali aset yang ada supaya balance sheet kelihatan bagus.
Creative marketing selalu diharapkan bisa memberikan nilai tambah pada customer. Creative accounting sebaliknya, sangat berbahaya untuk capital market.
Kenapa?
Sebab, minority shareholder selalu dalam situasi yang tidak diuntungkan. Ada asimetris informasi antara pihak manajemen yang menggunakan management accounting untuk pengambilan keputusan dengan public accounting yang terlalu kreatif.
Enron dan berbagai perusahaan publik di Amerika Serikat sudah jadi bukti bahwa mereka bermain dengan kualitas kesehatan keuangan perusahaan. Itu sama saja dengan yang dilakukan orang marketing yang ‘bermain’ dengan kualitas produk.
Menjanjikan suatu kualitas yang bagus lewat komunikasi yang kreatif, tapi lantas tidak pernah men-deliver-nya.
Lebih berbahaya lagi apabila perusahaan yang bergerak di bidang financial services industry yang terlalu kreatif dalam pengembangan produknya.
Krisis keuangan Amerika 2008 membuktikan bahwa banyak produk finansial yang merupakan derivatif dari produk-produk lain yang berisiko tinggi dijual secara kreatif. Look sophisticated outside, but vulnerable inside.
Ini persis dengan yang terjadi di Amerika, yakni piutang properti yang subprime tapi dipaket lagi dan dijual perusahaan yang bereputasi tinggi dengan harga tinggi pula. Itulah pembohongan kepada customer secara kreatif.
Orang marketing sering dituduh melakukan pembohongan yang tidak bertanggung jawab. Orang marketing juga sering dituduh melakukan ‘push’ yang keterlaluan sehingga pelanggan ‘lari’ karena jengah gara-gara dikejar terus.
Orang marketing juga sering dianggap melakukan promosi yang berlebihan hingga membuat orang membeli barang yang tidak diperlukan.
Tapi, ternyata orang keuangan, baik itu accounting maupun finance, lebih ‘berat’ lagi.
Mainnya bukan pada hal-hal kecil seperti orang-orang marketing, tapi sekali pukul langsung gede. Dampak dari pukulan itu bisa langsung pada kerusakan ekonomi secara makro.
Kenapa? Karena dampaknya bisa ke customer, investor, dan bahkan ke institusi besar.
Satire dalam film Too Big To Fail adalah pengungkapan praktik kotor lembaga keuangan di Amerika yang menghalalkan segala cara. Akhirnya, pemerintah AS terpaksa membantu berbagai perusahaan yang sudah telanjur kegedean, tapi keropos.
Kalau dibiarkan, kebobrokannya bisa menimbulkan ketidakpercayaan secara makro yang bisa menghancurkan perekonomian nasional.
Karena itulah, orang accounting lantas bikin good corporate governance atau GCG. Itu dilakukan agar perusahaan-perusahaan selalu diingatkan untuk tidak melakukan cara-cara kreatif, tapi palsu dan penuh daya tipu.
Bagaimana pendapat Anda? (*)