30 C
Medan
Wednesday, December 31, 2025
Home Blog Page 14187

Medan Raih Penghargaan ICT Pura

Siap Songsong Era Ekonomi Digital 2012

MEDAN-Pemerintah Kota Medan dinilai berhasil mengelola teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sehingga memberikan kontribusi manfaat yang signifikan terhadap sistem kehidupan masyarakat. Kota Medan dinilai telah siap menghadapi era ekonomi digital yang akan dimulai pada 2012.

Pengakuan ini diberikan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Republik Indonesia melalui penyerahan piagam Information Communication Technologi (ICT) Pura.

Piagam Penghargaan ICT Pura itu diserahkan langsung Menteri Kominfo Tifatul Sembiring kepada Wali Kota Medan, Rahudman Harahap, di The Empire Palace, Surabaya, Senin (5/12).

Menurut Kabag Humas Pemko Medan, Budi Hariono, program ICT Pura merupakan gerakan pemetaan, penghitungan indeks prestasi dan penghargaan terhadap Kabupaten/Kota Digital di Republik Indonesia yang digagas oleh Kementrian Kominfo. Hal itu dilakukan dalam pemeringkatan dalam kesiapan menuju kemajuan TIK dengan meluasnya perkembangan infra struktur informasi global yang berdampak positif dan memberikan manfaat signifikan bagi kemajuan bangsa serta daya saing naisonal.

“Berdasarkan penjelasan Direktur Jendral Penyelenggara Pos dan Informatik  Syukuri Batubara, program ICT Pura ini dirancang untuk memenuhi sejumlah obyektif utama yaitu, untuk mengetahui tingkat kesiapan setiap Kabupaten/Kota dalam menghadapi era ekonomi digital yang akan dimulai pada 2012. Dan untuk mengukur besaran gap riil antara target dan kondisi sebenarnya pada setiap kabupaten/Kota agar dapat disusun strategi nasional untuk menghasilkan solusi,” jelas Budi Hariono kepada wartawan di ruang kerjanya, Senin (5/12).

Selain itu, lanjut Budi, untuk memberikan motivasi, dukungan, insentif dan apresiasi bagi Kabupaten dan Kota yang bekerja keras dan mempersiapkan diri dalam menghadapi era masyarakat digital melalui beberapa program pembangunan dan penerapan TIK di wilayahnya masing-masing. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, program ICT Pura dikemas menjadi 3 domain kegiatan yang terdiri dari pemetaan entitas, penghitungan indeks dan pemberian apresiasi ICT Pura.

Sebelumnya, dua hari lalu, Sabtu (3/12) di Jakarta, Wali Kota Medan juga berhasil meraih penghargaan penilaian Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pekerjaan Umum 2011 kategori Kota Metropolitan di kantor Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Jakarta, Sabtu (3/12) malam. Penghargaan itu diserahkan langsung Menteri PU RI, Djoko Kirmanto.
“Menteri PU dalam sambutannya mengatakan, pemberian penghargaan ini diberikan sebagai bentuk motivasi dan dorongan kepada kepala daerah dalam meningkatkan pembangunan di bidang infrastruktur. Sebab, pembangunan infra struktur sangat erat hubungannya dengan peningkatan ekonomi masyarakat,” ujar Budi.

Sedangkan, Rahudman usai menerima penghargaan itu, tambah Budi, berjanji akan terus meningkatkan pembangunan infrastruktur. Dengan demikian masyarakat Kota Medan merasa lebih nyaman, serta pembangunan infrastruktur ini diharapkan dapat meningkatkan perekonomian. “Karenanya, Dinas Bina Marga dan Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim)  Kota Medan akan didorong  untuk segera mengerjakan pembangunan infrastruktur di Kota medan,” ucapnya.(adl)

Seksi Tergantung Tonjolan

Nuri Maulida

Selain olah vokal yang bagus penyanyi memperhatikan penampilan yang baik dari kostumnya. Tak sedikit penyanyi yang mengenakan pakaian seksi agar banyak yang melirik dan akhirnya mendengarkan lagunya.

“Itu kan bergantung karakter masing-masing si solois itu sendiri. Mereka ingin menonjolkan imej seperti itu, dengan lagu yang seperti apa, mungkin memang cocok dengan karakternya,” ujar bintang Cinta Fitri, Nuri Maulida.
Pun begitu, Nuri enggan untuk mengikuti berdandan seksi. Dia lebih memilih imej centilnya yang sesuai dengan singlenya yang ceria. “Kalau aku nggak mungkin dengan single aku dan aku kebetulan nggak suka yang terlalu seksi. Seksi boleh tapi nggak terbuka,” paparnya.

Dia bilang, imej seksi itu berbeda-beda tergantung dari persepsi orang yang melihat. “Tergantung ya, bisa beda-beda ya. orang ini bisa melihat seksi dengan baju terbuka. Mungkin baju tertutup, tapi body fit, yang menonjolkan lekuk tubuh yang oke juga seksi,” tukasnya.

Kini, Nuri berusia 26 tahun. Bertambahnya usia, Nuri berdoa agar cepat mendapatkan jodoh.  “Di percintaan, mudah-mudahan jodohnya cepat. Teman-teman lain kalau ketemu bawa baby semua, ya semoga saja dikasih jalan yang terbaik,” ujar Nuri.

Bintang film Me vs High Heels ini belum mau berharap hubungannya dengan drumer Govinda, Jeje mengarah ke jenjang yang lebih baik.     “Memang ada yang lagi dekat, ke depannya belum tahu juga, karena kemarin kan juga sempat ada yang serius tapi nggak jadi. Ya ke depannya jalanin saja, pokoknya yang terbaik saja. Nggak ada target sama sekali, aku masih ada yang harus dilewati beberapa langkah ke depan, mungkin sampai akhirnya ke pernikahan,” jelasnya. (rm/jpnn)

Cerai Cukup Persetujuan Keluarga

Budaya Nikah Siri di Desa Setu Patok, Cirebon

Lebih dari 600 warga Desa Setu Patok, Cirebon, memilih nikah siri lantaran sudah menjadi kebiasaan turun-menurun.  Kini muncul persoalan garis keturunan.

Pernikahannya sudah berlangsung 17 tahun silam. Tetapi, Madrais (48) masih ingat betul dia hanya butuh uang Rp10 ribu untuk bisa  ‘resmi’ menjadi suami Saniah (36). “Caranya sama seperti orangtua saya menikah,” kenang warga Desa Setu Patok, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, itu.

Yang dimaksud sama oleh Madrais adalah dia menikah tanpa mencatatkannya ke kantor urusan agama (KUA). Karena itulah, resmi di atas mesti diberi tanda kutip. Sebab, pernikahan yang sudah bertahan selama 20 tahun itu tidak dilengkapi dokumen sama sekali.

Namun, Madrais dan orangtuanya sama sekali bukan fenomena singular di desa yang hanya berjarak 30 menit  perjalanan darat dari Stasiun Kota Cirebon itu. Menurut M Yusuf, kuwu atau kepala desa setempat, saat ini ada 675 kepala keluarga di desa yang dekat dengan Waduk Setu Patok tersebut yang tidak memiliki buku nikah dan hanya mengikat pernikahan secara siri. Entah itu siri secara agama atau siri secara negara.

“Tidak punya buku nikah, tidak ada KTP (kartu tanda penduduk). Ibarat motor, bodong,” jelasnya.
Tidak ada KTP? Ya, secara umum warga desa yang memiliki enam dusun itu tergolong sangat rendah kepeduliannya terhedap dokumentasi kependudukan. Dari total 6.180 warga yang wajib berkartu identitas, 1.856
di antaranya tidak memiliki KTP.

Jumlah itu pun sudah jauh berkurang ketimbang sepuluh tahun lalu.
Padahal, Setu Petok sama sekali bukan desa terbelakang. Selain gampang diakses dari Kota Cirebon, kondisi perekonomiannya juga tergolong bagus. Tidak cuma bertani, warga setempat juga membuka toko atau menjadi buruh pabrik.

Menurut Yusuf, sejak 2005 kehidupan warga semakin membaik lantaran mulai berani berdagang dalam partai besar. Terutama impor rempah-rempah seperti jahe atau bawang. “Di sini ada dua belas pengusaha besar,” ujarnya.

Tampilan fisik pun sudah menggambarkan tingkat perekonomian itu. Sejauh pengamatan Jawa Pos (grup Sumut Pos) yang belum lama ini berkeliling di desa dengan 2.476 KK tersebut, mayoritas rumah sudah berada dalam kondisi ‘sehat’. Artinya, tidak beralas tanah, memiliki ventilasi cukup, mendapat air bersih, dan terbagi dalam beberapa ruang di dalamnya.

Hampir semua rumah juga dilengkapi peralatan elektronik dan kendaraan bermotor. Jalanan desa juga lebar dan beraspal yang memudahkan truk-truk pengangkut hasil pertanian atau barang impor lalu-lalang. Truk seberat 70 ton pun biasa melintas di sana.

Kalau kemudian desa tersebut bisa lekat dengan budaya nikah siri dan secara umum rendah kepedulian terhadap dokumen kependudukan, faktor tradisi yang diperparah dengan buruknya tingkat pendidikan sepertinya bisa ditunjuk sebagai penyebab.

Warga tidak tertarik kepada pendidikan karena bagi mereka yang terpenting adalah mencari uang. Anak-anak muda malas ke sekolah karena melihat sekeliling mereka yang buta huruf pun ternyata tetap bisa makmur. Otomatis, mayoritas warga setempat pun buta huruf.

Jadilah, ketika menikah, mereka juga enggan mengurus ke KUA. Bukan lantaran tidak memiliki materi untuk menyelesaikan segala biaya menikah. Tapi, karena mereka merasa, yang penting adalah memiliki suami atau istri yang ‘sah’ secara tradisi untuk diajak tinggal seatap. “Sedikit yang bisa baca. Mereka pikir, buku nikah tidak penting,” ujar Yusuf yang juga menjadi guru bimbingan konseling di Madrasah Aliyah Setu Patok itu.

Sejak awal, nikah siri di desa tersebut memang sudah merupakan praktik umum. Berdasar cerita turun-temurun, sejak mulai dibangun pada 1918-1923, perkawinan sudah dilakukan secara mudah: yang penting warga sekitar tahu sepasang pria dan wanita telah menikah.

Sarkam, salah seorang warga, mengaku, dulu dia juga menikah hanya bermodal KTP sementara. Otomatis, dia juga tidak punya buku nikah dan dokumen lain. Baru sekarang dia berniat mengurus kartu identitas karena bermaksud mengajukan kredit ke bank.

Pasangan nikah siri termuda di kampung berpenduduk 9.564 jiwa itu adalah Akhmadi (22) yang lahir 1989. Dia mempersunting Buraisah (20) yang usianya lebih mudah dua tahun pada 2008. Sama dengan pengakuan Madrais, keduanya menikah tanpa mencatatkan diri ke KUA. Pasangan siri tertua berdasar catatan Kuwu adalah Abbas bin Ilyas yang lahir 21 November 1947 dan istrinya, Masriyah, kelahiran 1951.

Menurut Kepala Urusan Pemerintahan Desa Setu Patok Rudy, gara-gara banyaknya warga yang nikah siri tanpa tercatat di desa atau KUA, garis keturunan pun kerap menjadi masalah. Ditengarai, banyak anak atau pemuda di desa dengan 2.476 KK itu yang memiliki ayah sama. “Masih dugaan, tetapi kemungkinan itu sangat besar,” jelasnya.

Peliknya lagi, urusan cerai di Setu Petok pun dilakukan dengan asal. Begitu kata cerai keluar dari suami atau istri dan mendapat persetujuan dari keluarga, pasangan tersebut bisa langsung pisah rumah. Setelah itu, dengan mudah pula pasangan tersebut menikah lagi secara siri.

Hal itu membuat pekerjaan rumah perangkat Desa Setu Patok makin menumpuk. Di satu sisi, mereka harus bisa mengedukasi warga untuk tidak lagi melakukan nikah siri. Di sisi lain, mereka juga mengkhawatirkan terjadinya pernikahan sedarah. “Karena kami tidak pernah tahu siapa ayah mereka. Bisa saja sama,” ujar Rudy.

Karena itu, perangkat desa mencoba menggulirkan program isbat nikah. Bukan menikahkan ulang dalam format nikah masal. Perangkat desa yakin, isbat atau penetapan dirasa lebih tepat karena sifatnya yang lekang oleh waktu. Artinya, meski mereka ditetapkan sebagai suami istri saat ini, pasangan tetap dicatat telah menikah sesuai dengan ikatan mereka.

Berbeda dengan menikah masal yang membuat mereka hanya tercatat telah menikah saat ini. Melalui isbat, perangkat desa berencana untuk melakukan pencarian jejak keturunan.

Sebab, dalam prosesi isbat, pasangan dan para saksi akan dikumpulkan kembali. Mereka Ditanyai berbagai hal, seperti apakah pernah menikah atau punya anak sebelumnya.

Isbat nikah sudah berlangsung sejak Senin (31/10). Saat itu ada 195 pasangan yang dinikahkan. Selanjutnya, desa tersebut juga melakukan isbat lagi untuk 204 pasangan. Untuk sisanya, belum diketahui dengan kapan bisa diisbatkan karena pemerintah desa kekurangan dana untuk membayar biaya administrasi.

Maklum, setiap pasangan dikenakan biaya Rp196 ribu untuk biaya panjar perkara Rp156 ribu dan alat tulis Rp40 ribu dan seluruh biaya ditanggung desa. Biaya itu didapatkan perangkat seperti kuwu dengan menyewakan tanah bengkok miliknya.

Selain itu, sejak 2005 pemerintah desa secara resmi juga sudah tidak lagi ‘merestui’ pernikahan siri. Nikah tanpa pecatatan ke KUA hanya boleh dilakukan bagi pasangan yang ‘musibah’ saja. Seperti suami yang diketahui memiliki istri lain di Desa Setu Patok atau kasus hamil di luar nikah. “Biasanya, untuk menghindari konflik,” kata Yusuf lagi. (dim/c1/ttg)

Soal JR Saragih, KPK Jangan Terpengaruh

MEDAN- Harapan besar masyarakat Sumatera Utara (Sumut) terhadap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru sangat besar, dalam menuntaskan kasus-kasus korupsi di provinsi ini. Terlebih yang telah ditangani KPK, untuk segera dilakukan proses hukum untuk kepastian hukum yang sebenarnya.

Hal ini berkaitan dengan adanya kasus dugaan suap dan korupsi yang diduga dilakukan Bupati Simalungun, JR Saragih. Hal itu dikemukakan Anggota DPRD Sumut dari Fraksi PDI P Syamsul Hilal, saat dimintai komentarnya mengenai penanganan kasus dugaan korupsi Bupati Simalungun JR Saragih di KPK, Senin (5/12).

“Kita berharap, pimpinan KPK yang baru tidak berhenti melakukan proses hukum atau pemeriksaan terhadap kasus-kasus dugaan korupsi yang diduga dilakukan Kepala Daerah di Sumut, baik itu Bupati Simalungun maupun bupati dan wali kota lainnya. Dan kita meminta agar kasus-kasus yang ada segera diproses hukum, untuk kepastian yang diinginkan rakyat terutama di Simalungun,” tegas Syamsul Hilal.

Saat disinggung satu per satu kasus yang diduga menyeret-nyeret Bupati Simalungun JR Saragih, dari kasus dugaan suap ke hakim Mahkamah Konstitusi (MK) senilai Rp1 miliar lebih, dugaan suap ke Ketua Pokja KPUD Simalungun sebesar Rp50 juta, dugaan pengalihan dana insentif guru non PNS sejumlah Rp1,2 miliar serta  dugaan penyelewengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Simalungun 2010 sebesar Rp48 miliar, Syamsul Hilal mengakui, kasus yang dihadapi JR Saragih relatif lebih banyak, jika dibandingkan dengan kasus-kasus dugaan korupsi yang dilakukan kepala daerah lain di Sumut, yang ditangani KPK.

Bahkan, Syamsul Hilal menegaskan, KPK tetap independen dalam menangani kasus-kasus yang ada. Tidak boleh terpengaruh apakah kepala daerah yang diduga melakukan tindakan korupsi tersebut, bernaung di bawah panji partai besar. “KPK harus independen, jangan karena kepala daerahnya bernaung di partai tertentu, kemudian penanganannya lemah. Harus segera ditindak tegas, jangan tebang pilih. Kalau bersalah, harus segera dihukum dan ditetapkan sebagai tersangka,” tegasnya.

Saat kembali disinggung, penanganan dugaan suap Bupati Simalungun JR Saragih, mulai dugaan suap ke hakim MK dan Ketua Pokja Simalungun yang telah masuik laporannya sejak akhir 2010 lalu, dan sampai saat ini belum ada kejelasan, Syamsul Hilal membenarkan, jika dengan kenyataan yang ada penegakan hukum di KPK sama saja dengan penegakan hukum di institusi penegak hukum lainnya, seperti kepolisian dan kejaksaan yang terkesan berlarut-larut.

“Ya, KPK itu harus cepat karena rakyat Indonesia dan masyarakat Sumut, khususnya lagi masyarakat Simalungun, menunggu-nunggu kepastian hukum. Jadi, jika berlarut-larut wajar kalau masyarakat memberi penilaian yang sama, atas kinerja KPK, kepolisian dan kejaksaan,” ungkapnya.

yamsul Hilal juga menambahkan, bila KPK sudah memiliki bukti-bukti kuat untuk menjerat bupati atau wali kota yang diduga melakukan korupsi, termasuk JR Saragih, maka sebaiknya KPK segera menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka.

“Kalau bukti sudah kuat, jangan dilama-lamakan lagi. Secepatnya ditetapkan sebagai tersangka, untuk kepastian hukum dari kasus yang ada,” tukasnya.

Penegasan yang sama dikemukakan Adhie M Massardi, Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Jakarta, ketika dikonfirmasi Sumut Pos dari Medan melalui seluler.

Komisioner Komite Pengawas KPK ini sempat menyesalkan sikap pimpinan KPK yang lama yang tidak agresif dalam penuntasan kasus-kasus korupsi, terlebih yang diduga melibatkan kepala daerah. “Kita sesalkan, pimpinan KPK yang lama tidak agresif dalam penuntasan kasus korupsi. Kita mendesak agar KPK memberi penjelasan terhadap laporan-laporan yang diterima dan sejauh mana penanganannya. Kalau barang bukti dikira cukup, kenapa tidak ditetapkan sebagai tersangka. Artinya, kasus-kasus korupsi yang ada segera ditindak tegas,” bebernya.

Hal ini juga berlaku bagi kasus Bupati Simalungun JR Saragih yang saat ini ditangani KPK, terbilang lebih banyak jika dibandingkan kasus-kasus yang dihadapi kepala daerah lainnya, yang juga ditangani KPK.

Ketika dibeber mengenai berkas kasus Bupati Simalungun yang sudah ada di meja KPK sejak akhir 2010 lalu serta mencuatkan citra bahwa KPK tidak jauh berbeda dengan institusi penegak hukum lainnya yang lamban menangani kasus korupsi, Adhie M Massardi menyatakan, harusnya KPK merealisasikan harapan besar masyarakat terhadap KPK.
“Masyarakat sangat berharap kepada KPK, terlebih dalam penanganan kasus korupsi. Banyak kasus yang tindaklanjutnya belum ada kepastian, bahkan pelapor dugaan korupsi tidak tahu sejauhmana kasus yang dilaporkannya itu. Pimpinan KPK yang sudah diganti, sebaiknya melaporkan hasil kinerjanya kepada publik, agar publik bisa mengawasinya. Ini kasus harus dijelaskan,” tuntasnya.(ari)

7 Rumah Boy Hermansyah Bakal Disita

MEDAN-Setelah menyita hak guna bangunan di atas lahan seluas 9 hektar milik tersangka Boy Hermansyah, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara segera menyita 7 rumah dalam perkara dugaan pembobol BNI 46 Cabang Jalan Pemuda sebesar Rp129 miliar.

“Seharusnya tadi kita laksanakan, namun karena ada halangan di penyidik kita tunda,” kata Kasi Penyidik Pidsus Kejatisu, Jufri Nasution pada wartawan, Senin (5/12).

Disebutkanya, sita aset tersangka merupakan upaya pengembalian kerugian negara. Dimana aset itu disita secara administrasi dan tidak bisa dialihkan sebelum selesainya perkara. Selain aset lahan, penyidik juga sudah meminta pembekuan uang Rp60 miliar milik tersangka Boy di rekeningnya di Bank BNI dan rekening sebesar Rp1,5 miliar milik PT Atakana di Bank Mandiri.

Dalam perkara ini, penyidik menemukan adanya dugaan penyimpangan dalam pengucuran kredit. Dimana adanya pengucuran kredit investasi pembelian kebun sawit milik PT Atakana senilai Rp74,5 miliar, sementara tidak ada bukti jual beli kebun sawit dari PT Atakana ke PT BDKL. Pengucuran kredit take over dari Bank Mandiri sebesar Rp23 miliar. (rud)

Andhika Ngaku Bertemu Malinda LarutMalam

JAKARTA- Sidang pencucian uang dan pemalsuan identitas dengan terdakwa Andhika Gumilang memasuki tahap serius. Setelah memeriksa sejumlah saksi, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin (5/12) akhirnya memeriksa suami siri Inong Malinda Dee itu. Banyak kemesraan Andhika-Malinda yang dibeber di meja hijau.

Hakim anggota Samiaji menanyakan sejauh mana lelaki kelahiran Medan, Sumatera Utara, itu mengenal istri sirinya. Andhika mengaku tak terlalu mengenal Malinda. Dia bahkan jarang bertemu setiap hari di Capital Residence, apartemen yang mereka tinggali di wilayah SCBD, Jakarta Selatan. Alasannya, Malinda selalu berangkat pagi dan pulang malam sekitar pukul 10.00.

“Kami jarang sekali bertemu. Kami hanya benar-benar bersama saat Sabtu dan Minggu,” kata Andhika.
Hakim Samiaji tak lantas percaya. Dia beberapa kali mendesak lelaki yang baru merayakan ulang tahun ke 23 itu untuk membeber dengan jujur kedekatannya dengan Malinda.

“Masak setiap hari tidak kumpul? Anda ini menikah apa cuma temenan biasa?” kata hakim dengan nada agak tinggi. “Ya, setiap hari kami kumpul tapi hanya di larut malam,” kata Andhika mengakui.(aga/jpnn)

Diam-diam Naik KRL Ekonomi

Dahlan Iskan

Menteri BUMN Dahlan Iskan menjajal KRL Ekonomi dari Stasiun Depok Baru. Dahlan sengaja tidak menggunakan pengawalan saat naik KRL yang biasanya padat penumpang itu.

“Saya dapat informasi Pak Dahlan naik KRL Ekonomi dari Stasiun Depok Baru pada pukul 08.10 WIB,” kata Kahumas PT KAI Daops I Mateta Rizalulhaq, Senin (5/12).

Mateta mengatakan, Dahlan membeli tiket seperti penumpang biasa. Dahlan kemudian menaiki KRL Ekonomi tanpa dikawal petugas keamanan.

Menurut Mateta, salah seorang petugas PT KAI sempat mengenali Dahlan ketika menaiki kereta tersebut. Petugas itu sedang memantau penerapan rute melingkar yang baru saja diterapkan.

Dahlan mengatakan, dirinya menumpang KRL kelas ekonomi untuk bisa merasakan pengalaman penumpang, sehingga bisa membantu memikirkan solusi apa yang seharusnya dijalankan PT Kereta Api Indonesia (KAI) untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

“Saat menumpang dari (stasiun) Depok ke (stasiun) Manggarai, saya terharu melihat begitu banyaknya penumpang yang berhimpitan,” ujarnya di Kantor Kementerian BUMN siang kemarin (5/12). (owi/jpnn)

Enam ABG Korban Trafficking Diamankan

Batam-Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kepri berhasil mengamankan enam anak baru gede (ABG) yang menjadi korban perdagangan manusia (trafficking) di Penginapan Kesuma Jaya Pelita, Minggu (4/12) sekitar pukul 23.00 WIB. Keenam ABG itu adalah warga Batu Besar, Nongsa, Batam, yakni T (16), L (16), J (17), U (18), D (17) dan Q (15).

Keenam ABG yang merupakan merupakan remaja putus sekolah tersebut diduga kuat hendak dijadikan budak pemuas nafsu. Pengamanan berhasil dilakukan setelah KPID berkoordinasi dengan pihak keluarga korban. “Semua korban kita amankan berdasarkan laporan dari pihak keluarga,” kata Komisioner KPAID Kepri, Ery Syahrial kepada wartawan di Polresta Barelang, Senin (5/12).

Kata Ery, kasus ini merupakan lanjutan dari penelusuran kasus trafficking yang sebelumnya telah ditangani Satreskrim Polresta Barelang Jumat lalu dimana polisi telah mengamankan empat tersangka. Oleh KPAID, keenam ABG tersebut diserahkan kepada pihak Satreskrim Polresta Barelang guna penyelidikan lebih lanjut. Dalam penggerebekan tersebut, selain mengamankan enam ABG, KPAID juga mendapatkan sejumlah lelaki yang merupakan pacar korban.(net/bbs)

OTK Berondong Buruh PT Satya Agung

3 Warga Langkat Tewas, 5 Kritis

ACEH UTARA-Sekelompok orang tak dikenal (OTK) memberondong barak perkebunan karet milik PT Satya Agung di Dusun Krueng Jawa, Desa Uram Jalan, Kecamatan Geurodong Pase, Aceh Utara, Minggu (5/12) malam. Akibatnya tiga warga Langkat masing-masing Ratno (50), Heriyanto (35) dan Sugiarto alias Sugeng (45) tewas. Sedangkan lima korban kritis yakni  Misman (55) dan Harapan (35), warga Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok, Langkat, Samin (33) warga Pulau Tiga, Kecamatan Ranto, Aceh Tamiang, Erik (21), warga Bangka Jaya, Kecamatan Dewantara, Aceh Utara dan Jhoni (29), warga Keude Cunda, Kecamatan Muara Dua, Lhokseumawe.

Keterangan yang dihimpun Rakyat Aceh (grup Sumut Pos) menyebutkan, peristiwa berlangsung sekira pukul 23.00 WIB. Lima OTK datang dan menyergap sambil memberondongkan peluru. Setelah korban terkapar bersimbah darah kelima orang tak dikenal (OTK) yang menenteng senjata AK-47 dan SS-1 itu langsung kabur meninggalkan lokasi.
Saksi mata mengatakan, lima orang tidak dikenal memakai baju kaos hitam lengan panjang, celana jeans dan bersebo.

Mereka muncul dari arah belakang barak langsung menghampiri belasan penderes. Seluruh korban sedang nongkrong minum kopi sambil menonton televisi di warung Pak Tiyok yang terletak hanya beberapa meter dari barak buruh.
“Kami disuruh keluar kantin dan jongkok, sementara pemilik warung tidak. Selanjutnya salah satu pelaku berbadan tegap minta KTP. Beberapa orang menyerahkan kartu identitas, namun saya bilang KTP tinggal di rumah. Setelah itu OTK itu menyebut mereka (buruh, Red) bukan orang Aceh. Dalam hitungan detik, senpi sudah menyalak dari depan menembus tubuh kami semua,” ujar saksi yang terkena luka tembak di ruang ICU Rumah Sakit Umum Cut Meutia Lhokseumawe. Pria yang memohon agar identitasnya dirahasiakan itu menyebutkan, setelah diberondong ada yang masih hidup memohon untuk tidak dieksekusi. Namun, para pelaku dengan sadis melepas tembakan hingga korban tewas.  “Tidak ada yang berani  kabur, kami hanya menunduk dan ada yang berteriak minta ampun agar jangan ditembak. Setelah itu saya tidak sadarkan diri,” ujar korban.

Setelah insiden tragis ini berlangsung, seluruh OTK dengan santai berjalan kaki meninggalkan lokasi kejadian. Mereka pergi dari arah belakang barak. Sementara pertolongan datang setengah jam kemudian. Beberapa pekerja selamat, karena sedang berada dalam barak dan tidak berani keluar. (mag-4/jul/adi/jpnn)

Banyak Pungli Dalam Penyelenggaraan Haji

Diungkap Komisi VIII DPR di Hadapan Menag

JAKARTA – Berbagai kekurangan dalam penyelenggaraan haji 2011 dibeber di komisi VIII DPR kemarin. Di antara yang paling disorot adalah pungutan liar (pungli) sebelum calon jamaah terbang ke tanah suci.
Temuan tersebut dibacakan Mahrus Munir, anggota Komisi VIII dari Partai Demokrat. Di antaranya pungli yang harus dibayar calon jamaah haji adalah ongkos seragam batik dengan harga bervariasi, mulai dari Rp 110 ribu hingga Rp 1.350.000. Selain itu, di Provinsi Papua juga ditemukan laporan tambahan biaya hinga Rp 800 ribu per jamaah untuk ongkos bagasi.

Ketua Komisi VIII Abdul Kadir Karding di sela-sela rapat evaluasi menyampaikan, segala pungutan tadi tidak ada aturannya. Sehingga, jika ditarik oleh petugas, bisa masuk kategori pungutan liar.

“Kita akan minta BPK (Badan Pemeriksa Keuangan, Red) dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi, Red) untuk audit investigasi keuangan penyelenggaraan haji,” ujar politisi asal PKB itu.

Meski akhirnya uang dari pungutan ini tidak sampai ke pusat, atau berhenti di oknum Kemenag tingkat kabupaten, kota, atau provinsi, tetap harus dipertanggungjawabkan. Sebab, uang yang harus dikeluarkan calon jamaah sudah diatur dalam instrumen biaya langsung. Seperti biaya tiket pesawat dan sewa pemondokan.
Sementara untuk ongkos pengadaan baju, manasik, biaya paspor, hingga transportasi menuju embarkasi sudah dianggarkan dalam instrument indirect cost atau biaya tidak langsung. Tidak tanggung-tanggung, total dana indirect cost ini mencapai Rp202 miliar lebih.

Karding menyebutkan, banyak kelemahan dalam penyelenggaran haji selain berbagai pungli tadi. Misalnya, kepadatan perkemahan di padang Arafah. Kepadatan ini terjadi karena banyak jamaah haji dari luar negeri yang nyerobot masuk ke tenda jamaah Indonesia.

Menag Suryadharma Ali (SDA) tercengang ketika mendengar penyampaian hasil laporan pengawasan penyelenggaraan haji oleh Komisi VIII.  SDA sendiri mengakui dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun ini ada beberapa poin perbaikan. Meski begitu, dia tidak menutup mata jika masih ada celah di sana-sini. “Kami ini bukan malaikat, yang tidak lepas dari kekurangan. Tapi kita ini juga bukan setan, yang tidak memiliki kebaikan,” tutur SDA.
Untuk persoalan laporan DPR terkait adanya pungli di beberapa daerah, SDA menyangkalnya. (wan/jpnn)