24 C
Medan
Saturday, December 20, 2025
Home Blog Page 14312

KPK Harus Serius Tangani JR Saragih

MEDAN-KPK harus serius menangani perkara dugaan korupsi dalam penyelewengan APBD Pemkab Simalungun senilai Rp48 miliar yang melibatkan bupatinya JR Saragih.

Pernyataan tersebut disampaikan Direktur LBH Medan Nuriyono SH pada wartawan Sabtu (12/11) di Jalan Hindu Medan, menyikapi lambatnya penanganan dugaan korupsi Bupati Simalungun JR Saragih yang saat itu tengah dilakukan penyelidikan oleh KPK.

“KPK jangan tebang pilih. Sebagai lembaga penegak hukum yang saat ini menjadi ujung tombak pemberantasan korupsi, harus benar-benar serius menyikapi adanya laporan masyarakat ke KPK, terkait indikasi dugaan korupsi JR Saragih selaku Bupati Simalungun,” tegas Nuriyono SH.

Untuk tidak mengganggu perputaran roda di pemerintahan Kabupaten Simalungun, sambung Nuriyono, presiden bisa mengambil langkah bijak dengan melakukan penonaktifan JR Saragih untuk sementara, guna lancarnya proses penyelidikan yang dilakukan oleh KPK.

“Bisa saja presiden mengambil langkah yang bijak, dengan menonaktifkan sementara seorang pejabat yang tersandung dalam perkara hukum. Namun sudah tentunya harus membuat peraturan dan perundang-undangan yang disetujui oleh DPR,” ucap Nuriyono.

Penonaktipan JR Saragih perlu agar tidak mengganggu perputaran roda di pemerintahan Kabupaten Simalungun, menunggu adanya kekuatan hukum yang tetap dari seorang pejabat yang disangkakan terlibat dugaan korupsi.
“Ini lebih gampang dan membantu kinerja KPK, juga tidak mengganggu kinerja roda pemerintahaan di Kabupaten Simalungun. Nah wacana ini bisa saja dilakukan, apabila seorang kepala daerah seperti JR Saragih, yang diduga terlibat korupsi. Apabila pejabat yang dinonaktifkan itu ternyata tidak terbukti bersalah, ia bisa melanjutkan kepemimpinan hingga akhir masa jabatannya. Namun, apabila dalam penyelidikan KPK JR Saragih terbukti terlibat maka status itu berlanjut,” tegas Nuriyono.

Sejauh ini, sudah banyak laporan masyarakat mengenai dugaan korupsi yang melibatkan JR Saragih di KPK.
“Kita minta kasus-kasus yang melibatkan JR Saragih, seperti kasus dugaan suap ke MK, kasus dugaan suap kepada Ketua Pokja KPUD Simalungun, dan pengalihan dana insentif guru non PNS, harus benar-benar serius ditangani KPK. Karena ini sangat penting dalam melakukan penegakan hukum di republik ini,” tegas Nuriyono.

Seperti diketahui, JR Saragih terlibat dalam perkara dugaan suap kepada Ketua Kelompok Kerja (Pokja) KPUD Simalungun Robert Ambarita sebesar Rp50 juta.

JR Saragih juga dilaporkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat SAB Heru Herman, pada KPK atas dugaan berkolusi dengan Ketua DPRD Simalungun Binton Tindaon untuk mengalihkan dana intensif para guru non PNS sebesar Rp1.276.920.000 miliar untuk membeli mobil anggota DPRD Simalungun. (rud)

Pramudita dan Alan Sumbang Emas

Tim sepatu roda Indonesia sukses menyapu bersih pada hari pertama SEA Games 2011, Sabtu (12/11). Hal tersebut dipastikan setelah Devina Pramudita dan Alan Chandra sukses menjuarai nomor 300 meter ITT.
Sukses pertama diraih Devina yang berhasil mencatatkan waktu tercepat dengan 30,45 detik. Devina berhasil unggul atas atlet Indonesia lainnya, Karimawati Aisha yang membukukan waktu 30,86 detik. Sementara itu, perunggu diraih atlet Singapura, Rui Jun Rebecca Chew dengan 33,53 detik.

Sukses Indonesia di hari pertama cabang sepatu roda semakin lengkap setelah Alan Chandra merebut emas nomor 300 meter ITT. Atlet asal Semarang tersebut menjadi yang tercepat dengan catatan waktu 27,03 detik. Medali perak diraih atlet Thailand, Chutipon Nakarungsu, yang mencatatkan waktu 28,19 detik. Perunggu diraih atlet Indonesia, Mirko Andrasi, yang hanya kalah 0,11 detik dari Chutipon.

Keberhasilan Alan dan Devina merebut medali emas disaksikan langsung oleh Menpora Andi Mallarangeng.
“Kalau seperti ini terus, maka seluruh negara akan hafal lagu kebangsaan Indonesia,” ujar Menpora.
Dua emas yang diraih Devina dan Alan melengkapi dua emas yang diraih pada pagi hari tadi. Sebelumnya, M Oky Andriyanto dan Ajeng Anindya Prasalita berhasil mempersembahkan emas dari nomor point-to-point 5.000 meter putra dan putri.(bbs/jpnn)

Atlet Paralayang Kecelakaan

BOGOR- Dua atlet paralayang putri Malaysia dan seorang atlet putra Filipina, mengalami kecelakaan saat mengikuti nomor lomba crosscountry SEA Games XXVI di Puncak, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (12/11). Mereka sempat mendapat perawatan medis.

“Mereka kami bawa ke rumah sakit untuk diperiksa. Namun semua sudah kembali ke kamar masing-masing. Soal apakah mereka bisa bertanding besok, tergantung tim medis yang akan memeriksa kondisi terakhir mereka besok pagi,” tutur Humas cabang olahraga  Paralayang SEA Games XXVI, Tagor Siagian.

Menurut dia, atlet pria dari Filipina cedera di bagian wajah, karena saat mendarat menabrak gundukan tanah. Sesaat menjelang mendarat, ada angin dari belakang yang menyebabkan dia kehilangan keseimbangan.  “Kami baru memulai perlombaan sekitar pukul 14.00, karena kondisi angin bertiup dari arah belakang,” tuturnya.(net/jpnn)

Franklin Ramses Maksimal

Pelari Indonesia, Franklin Ramses Buruni sukses merebut emas nomor 100 meter putra. Prestasi yang sama juga diraih oleh pelari putri, Rini Budiarti yang berhasil merebut emas dari nomor halang rintang 3.000 meter .

Franklin tampil perkasa di final yang digelar di Stadion Atletik Jakabaring, Palembang, Sabtu (12/11). Pelari asal Papua itu finish pertama dengan catatan waktu 10,37 detik. Posisi kedua ditempati oleh pelari Singapura, Yeo Foo dengan catatan 10,46 detik. Sementara itu, tempat ketiga direbut pelari Thailand, Sondee Wachara, dengan 10,47 detik.
Sukses yang diraih Franklin terbilang luar biasa. Sebab, beban berat harus dihadapi pelari kelahiran Papua, 14 Mei 1991 itu menyusul absennya Suryo Agung Wibowo yang merajai nomor 100 meter putra dalam dua SEA Games sebelumnya.
“Hasil yang saya capai di final ini belumlah yang terbaik. Catatan terbaik saya 10,33 detik. Selanjutnya saya menargetkan emas di nomor 200 meter. Saingan terberat akan datang dari Singapura,” ujar Franklin.

Dari nomor halang rintang 3.000 meter, pelari putri Indonesia, Rini Budiarti juga sukses merebut emas setelah finish pertama dengan catatan waktu 10 menit 58 detik. Medali perak direbut atlet Vietnam, Nguyen Thi Phuong, dengan torehan waktu 10 menit 4,42 detik. Sementara itu, perunggu kembali diraih oleh pelari Indonesia, Yulianingsih, dengan catatan waktu 10 menit 48,97 detik.

Di tempat terpisah untuk nomor 10.000 meter,  pelari putri Indonesia, Triyaningsih juga merebut emas. Ini merupakan kali ketiga pelari mungil itu merebut prestasi yang sama di multievent terakbar se Asia Tenggara tersebut.
Triyaningsih tampil impresif di babak final yang berlangsung di Stadion Atletik Jakabaring, Palembang. Memimpin jalannya lomba sejak awal, Triyaningsih finish pertama dengan catatan 34 menit 52,74 detik. Selama lomba, pelari kelahiran 15 Mei 1987 tersebut sempat dua kali melakukan overlap. Overlap pertama dilakukannya terhadap pelari Singapura Renuka Satianathan pada lap ke-16.

Pada lap ke-19, giliran pelari Myanmar, Ni Lar San, yang berhasil dilewati Triyaningsih. Saat lap menyisakan tiga menit lagi, Triyaningsih kembali melewati Satianathan.

Vietnam berhasil merebut perak melalui pelari Thi Binh Pham yang menorehkan catatan waktu 36 menit 4,83 detik. Sementara itu, perunggu juga menjadi milik pelari Vietnam, Thi Bien Pham dengan catatan waktu 36 menit 16,84 detik. Ini menjadi sukses ketiga beruntun bagi Triyaningsih di nomor 10.000 meter putri. Sebelumnya, Triyaningsih juga menyabet emas pada SEA Games 2009 dan 2007.

Meski menang dengan mudah, Triyaningsih tidak menganggap remeh atlet lawan. “Yang pasti mereka juga berlatih. Saya minta doanya untuk nomor 5.000 meter dan marathon agar bisa kembali mempersembahkan emas bagi Indonesia,” katanya. (bbs/jpnn)

Pembukaan SEA Games dan Ayam Mati Itu

Oleh Dahlan Iskan

Meski bukan lagi direktur utama PLN, saya masih berdebar-debar saat menonton siaran langsung pesta pembukaan SEA Games kemarin malam. Terutama setelah menyaksikan begitu gemerlapnya pesta pembukaan itu. Begitu mandi cahayanya pembukaan itu. Begitu besar listrik yang diperlukan untuk pembukaan itu. Begitu vitalnya pasokan listrik malam itu. Betapa kacaunya bila listriknya bermasalah.

Sambil mengagumi pesta cahaya pembukaan itu, saya terus berdoa agar tidak ada masalah dengan listriknya. Maklum, dua tahun lalu Palembang adalah salah satu daerah yang paling berat krisis listriknya. Provinsi Sumsel merupakan salah satu di antara lima provinsi yang selalu diejek sebagai “ayam mati di lumbung”. Bagaimana bisa provinsi yang begitu kaya dengan gas, minyak, dan batu bara mengalami krisis listrik berkepanjangan.

Saya menonton siaran langsung itu di tempat yang jauh. Di Kota Ruteng, pedalaman Flores. Sebuah kota di atas gunung dengan suhu udara 20 derajat Celsius yang sangat sejuk. Nonton bareng itu dilakukan di ruang tamu Kantor Bupati Manggarai Tengah. Bupati, wakil bupati, ketua DPRD, ketua pengadilan, Kapolres, Dandim, dan pejabat tinggi setempat ikut nonton bareng.

Semuanya menyatakan kekaguman atas kemegahan acara pembukaan yang dihadiri Presiden SBY itu. Mereka tidak menyangka bahwa pembukaan SEA Games bisa semeriah dan segemerlap itu.

Yang membuat saya ikut kagum adalah ini: Pesta megah itu berlangsung bukan di Jakarta. Bukan pula di Bandung atau Surabaya. Bukan di Makassar atau Medan. Tapi, kemegahan itu terjadi di Palembang!”

Orang yang belum pernah ke Palembang mungkin memang mengira bahwa Palembang hanya punya Jembatan Ampera. Atau hanya punya pempek. Tapi, orang yang sering ke Palembang seperti saya bisa menjadi saksi betapa pesatnya kemajuan kota itu. Sejak sepuluh tahun lalu pun, saya sudah mengira bahwa Palembang akan menjadi kota terpenting di Sumatera. Bahkan, akan bisa mengalahkan Medan. Kecuali, Sumut memiliki pemimpin yang punya ambisi mempertahankan kebesaran Medan.

Sayang, gambaran seperti itu masih jauh dari harapan. Saya ikut merasakan betapa sulitnya mengurus perizinan listrik di Sumut. Kalau saya saja mengalami kesulitan, logikanya, alangkah sulitnya pihak-pihak lain berusaha di sana.
Itu sangat kontras dengan yang terjadi di Sumsel. Gubernur-gubernur Sumsel selama ini dikenal bekerja dengan penuh gairah untuk kemajuan Sumsel. Apalagi, Alex Nurdin yang sekarang ini.

Pesta pembukaan SEA Games kemarin malam telah menimbulkan kepercayaan diri yang besar di hati bangsa Indonesia. Ternyata, kita juga bisa. Bahkan, pesta kemarin malam akan menggugah banyak pemimpin daerah untuk bangkit bersama-sama. Kalau semua pimpinan daerah terjangkiti semangat kemarin malam, alangkah majunya Indonesia secara keseluruhan. Bukan hanya seperti gambaran selama ini, Indonesia hanya maju di Jakarta-nya.
Sumsel sendiri akan tercatat sebagai provinsi pertama di antara lima provinsi “ayam mati di lumbung” yang bisa keluar dari ejekan memalukan itu. Akhir tahun ini produksi listrik di Sumsel sudah melebihi keperluan wilayah tersebut. Sumsel sudah bisa “mengekspor” listrik dalam jumlah yang besar ke Lampung, Bengkulu, Jambi, dan Riau.

Pesta kemarin malam secara tidak langsung juga merupakan deklarasi bahwa krisis listrik di Sumsel telah berakhir. Jangan gunakan lagi ejekan “ayam mati di lumbung” untuk menghina Sumsel.

Zaman memang berputar. Pada zaman dulu Palembang memang menjadi kota terbesar di seluruh Sumatera. Palembang yang dalam bahasa Mandarin lebih dikenal dengan nama Jigang (berarti bandar yang sangat besar) lama-lama mengalami kemunduran atau dikalahkan wilayah lain. Barangkali kini giliran roda Palembang kembali berada di atas. (*)

Karate Tambah Tiga Emas

Indonesia kembali mendapat tambahan tiga medali emas SEA Games XXVI lewat cabang olahraga karate. Dua emas didapat dari nomor beregu kata dan satu lagi dari nomor individual Kumite +84 lewat karateka Umar Syarief.
Di nomor kata beregu putra, trio Faizal Zainudin, Aswar, dan Fidelis Lolobua tampil gemilang di final yang digelar di Tennis Indoor, Senayan, Sabtu, 12 November 2011. Ketiganya merebut emas usai mengalahkan Myanmar 5-0. Sementara itu, emas kata beregu putri diraih trio Yulianti Syafrudin, Sisilia Ora Agustian, dan Dewi Prasetya. Di final, ketiganya mengalahkan wakil Malaysia 5-0.

Sementara itu, karateka senior, Umar Syarief tidak menemui kesulitan berarti saat bertemu wakil Thailand, Shanpasit Canlophan di babak final. Dalam pertarungan ini, Umar berhasil mengalahkan Canlophan dengan skor 9-1. Hingga saat ini, karate telah menyumbang tiga emas bagi Indonesia. Dua emas sebelumnya didapat dari nomor individual kata putra dan putri.

“Kami berhasil sapu bersih emas kategori Kata, baik perorangan maupun beregu. Hari ini juga, untuk nomor Kumite putra, saya alhamdulillah membuka dengan emas. Semoga besok Indonesia menambah emas lagi. Target saya masih ingin emas untuk Kumite Beregu,” ujar Umar Syarief usai pertandingan.
Mardiah Sumbang Perak

Karateka putri Indonesia, Mardiah Nasution, gagal menyumbang emas dari nomor kumite kelas di bawah 50 kilogram. Mardiah hanya mampu menyabet perak usai dikalahkan wakil Vietnam, Thi Trang di final, Sabtu (13/11).
Bertarung di Tenis Indoor, Senayan, Mardiah tampil mengesankan di babak semifinal. Karateka asal Sumatera Utara itu tanpa kesulitan berhasil mengalahkan wakil Laos, Kiettisack.

Sayang di final, kemampuan Mardiah terlihat mulai menurun. Sebaliknya, lawannya, Thi Trang tampil garang dan tidak memberikan kesempatan bagi Mardiah untuk memetik poin. Dalam duel ini, Thi Trang unggul telak 8-0.
“Pertandingan ini sangat berat. Lawan yang dihadapi mampu tampil lebih baik,” ujar Mardiah usai dikalahkan Thi Trang.
Kekalahan ini membuat Mardiah harus puas dengan medali perak. Sementara itu, Thi Trang berhasil menyumbang emas bagi Vietnam yang sebelumnya mengumpulkan dua medali perak.
Thi Trang pun melampiaskan kegembiraannya dengan berlari-lari kecil sembari mengibarkan bendera Vietnam. “Saya bangga bisa menyumbang emas bagi Vietnam. Kemenangan ini untuk seluruh masyarakat Vietnam yang menunggu kabar baik,” ujar Thi Trang.(bbs/jpnn)

Mencongkel Wajah

Wajah itu datang padaku. Rupa karut marut yang ingin aku congkel. Tampang berkerut yang ingin aku ukir dengan belati. Jangan sebut aku keji, karena wajah congkelan itu adalah wajah orang bodoh yang merasa dirinya pintar.

Cerpen  Tova Zen

P roteus itu datang bermuka ular.       Mendesis. Menggeliat. Siap me   matukku dengan suntikan bisa. Lidahnya beracun. Racun otak yang selalu mempengaruiku dengan penuh kelicikan. Aku tahu! Otaknya bodoh luar biasa, tapi lidahnya yang mendesis itu selalu bisa meracuni pikiran warga. O, tidak denganku! Aku punya penawar bisa dan otakku tak pernah aku biarkan terbius oleh lidah beracunnya.

Pada persimpangan jalan inilah aku berniat menghadangnya. Belati setajam silet siap membeset wajah itu. Hatiku bergemuruh sebelum melakukan pencongkelan wajah. Belum! Aku belum mencongkel wajah itu. Aku masih saja merasa takut. Niat pencongkelan ini selalu aku kipas-kipas di atas bara hatiku yang memanas dengan asap putih ketakutan, membumbung di dalam jiwaku.

Akhirnya dia datang dengan menunggang kuda sembrani. Aku hafal betul dengan rute perjalanan saat dia pulang. Selalu! Dia selalu pulang berkuda melewati jalan persimpangan ini.  “Proteus! Aku akan mencongkel wajahmu malam ini”. Bisikku lirih dalam redup sinar rembulan.

Deru kaki kuda kian membahana. Aku pun terkesiap. Aku genggam gagang belati erat. Kakiku berpijak di pinggir jalan di balik pohon akasia dalam posisi kuda-kuda yang kokoh, dan dengan satu hentakan siap meloncat menghadangnya.  Aku melesat. Kuda mengikik lantang, serta-merta memecah hening. Aku bisa melihat wajah ularnya yang lugu. Kapan saja bisa mematukku, lalu membiuskan racun bisanya.
“Apa yang sedang kau lakukan malam-malam begini, Joyosuro?. Menghadangku sambil mengacungkan belati”.
“Aku ingin mencongkel wajah bodohmu”.
“Kenapa kau ingin mencongkel wajahku?”. Wajahnya berkerut. Alisnya bertaut. Beragam tanya bergelayut di benaknya.

“Kau seorang pemimpin yang bodoh. Harusnya kau tahu kebodohanmu”.

“Maksudmu aku pemimpin yang bodoh dan tak menyadari kebodohanku?”. Mulutnya mendesis.
“Ya! Kau Proteus yang selalu bisa merubah bentuk wajahmu. Dalam kampanye ini pun kau merubah wajahmu menjadi ular berbisa. Geliat prilakumu selalu menjaga jarak untuk meracuni otak warga dengan bisa beracun yang kau semburkan dalam setiap orasimu”.

“Aku mencoba menawarkan kesejahteraan bagi warga desa ini’.

“Kau bodoh! Dan aku tak ingin orang bodoh memimpin desa ini!” Hardikku keras.
“Mengapa kau mengatakan aku bodoh? Di mana letak kebodohanku?”. Dia gemetar sambil memegang tali kekang kuda sembraninya.

“Lihat! Kau menunggang kuda, dan itulah kebodohanmu”.

“Kuda? Hanya karena aku menunggang kuda kau mengatakan aku bodoh. Di mana letak kebodohanku?”.
Aku tercenung. Aku bisa merasakan dia mulai menyemburkan pengaruhnya padaku. “Apa kau tak melihat para pejabat di desa sebelah yang berangkat dinas dengan menunggangi mobil keluaran terbaru. Motor teranyar ditunggangi para pegawai sipilnya. Eh, kau malah naik kuda. Apa kau ingin mencontohkan nilai udik pada warga? Atau kau ingin menarik simpati hati warga dengan kesederhanaan  macam koboi dusun”.

Dia terkekeh. Lagi-lagi aku terpanggang oleh letupan emosi yang terus bergemuruh.   “Joyo! Joyo!. Pikiranmu itulah yang kolot. Kaulah yang bodoh, Joyo. Aku tahu kau pun ingin ikut pemilihan kepala desa, tapi tak satu pun partai, sesepuh desa, dan warga mendukungmu. Orang bodoh yang merasa dirinya pintar itu adalah kau.  Kau sering kali keras kepala dengan kebodohanmu. Bahkan orang pintar kau nilai bodoh, karena kebodohannya tak memberikan kepintaran bagi orang lain”.

“Jangan pengarui aku ular beracun!”.

“Aku tak mempengaruimu. Aku malas berdebat denganmu yang merasa dirimu itu pintar. Untung saja kau menjadi orang biasa, karena efeknya cuma membuat jengkel. Bahkan aku merasa kasihan padamu. Kau tak mau menerima kritik. Parahnya lagi, jika tabiatmu dikritik oleh kritikus pintar pun kau tetap menilai kritikusnya yang bodoh”.
Sial! Kenapa justru aku yang di bodoh-bodohkan oleh koboi ular ini.

“Diam kau orang bermuka ular! Kau yang bodoh. Lihat! Di zaman modern seperti sekarang ini kau masih saja menunggang kuda. Harusnya kau mencontohkan kemoderenan. Buat jalan beraspal, beri warga penerangan listrik, dan canangkan sistem pemerintahan yang berbasis pembangunan”.

“Itu pasti aku lakukan, Joyo!. Asal kau tahu saja, aku hanya ingin menunjukkan kesederhanaan pada warga dengan berpenampilan sederhana seperti ini. Tentu saja aku ingin merebut simpati warga dengan meleburkan diriku dalam komunitas mereka. Kalau aku terpilih menjadi kepala desa, maka aku akan terus merangkak naik untuk merebut kursi camat, lalu bupati. Kuda ini akan aku sembelih dan dagingnya aku akan bagikan ke warga untuk perayaan kemenanganku. Aku akan naik mobil seperti aparatur desa sebelah. Seperti di televisi, aku akan terkenal dengan kebaikanku dalam bersedekah. Warga akan mengemis sambil membawa kupon guna mendapatkan sekantong daging kuda di halaman rumahku”.

“Sebelum itu terjadi, aku akan mencongkel wajah bodohmu”.
“Kuda sembrani ini akan menginjak-injak tubuhmu sebelum kau berhasil mencongkel wajahku”.
Aku terkesiap. Belati dalam genggamanku aku acungkan padanya. Dia dengan cekatan menarik tali kekang kuda. Kuda sembrani itu melesat ke angkasa malam. Berputar sambil melintasi bayangan rembulan. Lalu secepat busur, kuda sembrani itu menukik ke arahku. Aku pun melompat sambil menyambar sayap kuda sembrani. Aku berhasil memotong salah satu sayapnya dan kuda sembrani terbang itu oleng. Ambruk tersuruk di jalan berdebu. Segera aku melesat menghampiri calon pemimpin berwajah ular. Aku congkel wajahnya. Aku tinggalkan dia dengan menggeliat sambil menutupi wajahnya yang tak lagi berwajah ular berbisa.

Aku pulang sambil membawa congkelan wajah calon kepala desa yang bersaing merebut kursi.
“Mas! Apa yang kau bawa malam ini?”, pekik istriku saat aku membuka buntalan sarung berisi congkelan wajah.
“Ini wajah Proteus bermuka ular, diajeng. Wajah ini amat berbahaya jika mendapatkan kekuasaan. Wajah ini siap menyembur dengan omong kosongnya saat berkampanye, lalu meracuni otak warga dengan janji-janji palsu yang melumpuhkan”.

“Mas Joyo. Mas Joyo! Sampai kapan kau mencongkeli wajah para kandidat pemimpin desa ini?”.
“Sampai aku melihat wajah orang pintar yang tak menyadari kepintarannya”.
“Apakah selama ini kau belum menemukan wajah itu? Lalu, wajah siapa saja yang ada dalam toples bening yang kau simpan di kamar kita, mas?”.

Aku terdiam. Aku bergerak memasukkan wajah ular yang baru aku congkel ke dalam toples bening. Aku bergerak ke kamar dan istriku mengekor di belakangku. Aku letakkan wajah congkelan baru itu berdampingan dengan dua toples yang berisi wajah congkelan yang lain. Dengan tersenyum aku memandangi ketiga toples berisi wajah congkelan calon pemimpin. Wajah dalam toples-toples itu saling berdebat. Saling mencerca. Saling merayu. Dan terlihat begitu sengit mengobral janji-janji. Seperti di acara televisi.
“Aku belum menemukan wajah itu, diajeng. Aku hanya mencongkel wajah kebusukan untuk memeriahkan koleksiku. Aku senang memajangnya di kamar. Saat kita menutup kelambu sambil bercinta, aku masih bisa mendengar perdebatan mereka”.
“Kau nakal sekali, mas”.

“Wajah itu lebih nakal, diajeng. Aku yakin wajah-wajah dalam toples itu mencoba mengintip percintaan kita, lalu mempergunjingkannya. Seperti di televisi yang baru-baru ini marak. Tapi aku bukan artis”.
“Aku tak ingin ditonton wajah dalam toples itu, mas”.
“Ya, kita harus menutup rapat kelambu”.

“Masukkan saja ketiga toples berisi wajah congkelan itu ke dalam lemari”.
“Baiklah, diajeng”.   Istriku tersipu. Entahlah, malam ini istriku terlihat genit. Apa karena aku membawa wajah congkelan yang baru untuknya? Aku tak tahu. Aku memasukkan ketiga toples berisi wajah congkelan ke dalam lemari. Segera aku menutup kelambu.

“Mas! Wajah-wajah itu terdengar gaduh di dalam lemari”. Bisik istriku lirih di telingaku.
“Sudahlah, diajeng. Biarkan mereka bergosip tentang kerakusan, kebodohan dan politik”.
“Kalau mereka menggunjingkan percintaan kita bagaimana?”.
“Tak akan aku biarkan itu terjadi”.
“Mas Joyo”.

“Ya, diajeng”.
“Ceritakan tentang dua wajah yang kau congkel beberapa minggu lalu”.
“Yang mana?”.

“Yang berwajah cicak dan buaya”.
“Kenapa kau suka cerita tentang mereka?”.
“Ya, aku selalu mendengar mereka bertengkar. Si cicak terus berseteru dengan buaya. Aku jadi takut kalu wajah buaya lepas lalu menggigit si cicak”.

Aku terkekeh mendengar komentar istriku.
“Kenapa mas Joyo tertawa?”.
“Tidak, diajeng! Biarlah mereka berseteru di dalam toples dan tak mungkin bisa keluar. Apa kau ingin tahu kenapa aku mencongkel wajah-wajah mereka?”

“Ya, aku ingin tahu alasannya mas. Sebelum itu, aku ingin tahu tentang wajah ular yang kau congkel barusan. Kenapa tak kau congkel wajah kadal. Sekarang banyak pejabat yang berwajah kadal, yang selalu mengadali warga”.
“Aku belum menemukannya. Kebetulan aku hanya mencongkel ketiga wajah itu saja”.
“Ceritakan alasannya”.

“Aku melihat ada sosok pemimpin yang pintar dan dia sadar betul dengan kepintarannya. Wajah inilah yang sangat otoriter dalam kekuasaan”.

“Yang mana, mas? Cicak atau buaya?”.
“Aku lupa yang mana, yang jelas salah satu dari mereka”.
“Bagaimana watak pemimpin yang sadar dirinya pintar?”.
“Orang yang pintar akan cenderung mengumpulkan orang-orang sejenisnya dalam kelompoknya. Kalau orang ini jadi pengajar, maka wataknya kan terlihat killer. Wajah pintarnya akan sangat berbahaya. Peringainya licik dan jika memegang kekuasaan cenderung sulit digoyahkan. Dengan kesadaran yang tinggi bahwa dirinya pintar, maka dia akan bersifat otoriter”.

“Bukankah kita memerlukan sosok pemimpin yang pintar, mas?”.
“Betul, tapi orang yang pintar macam ini mudah tergoda kekuasaan dan cenderung menindas bagi kaum yang dianggapnya tak sehaluan dengannya”.

“Bagaimana kau mencongkel wajah orang pintar itu?”.
“Aku mencongkelnya dengan menutup telinga. Aku datangi rumahnya. Secara diam-diam aku mencongkel wajahnya saat dia tertidur”.

“O, sungguh mengerikan tindakanmu. Kenapa harus menutup telinga dan mencongkelnya saat dia tertidur?”.
“Aku takut terpengaruh oleh ucapannya, makanya aku menutup telinga. Meskipun demikian aku masih saja takut walaupun aku tak mendengar kata-katanya. Dia pintar sekali, hanya dengan sorot matanya yang penuh iba saja, warga bisa terpengaruh. Bahkan hanya dengan rangkulan tangannya, orang bisa dipintarinya. Lalu dia menjerumuskan dengan kepintarannya itu. Jadi aku memilih mencongkelnya saat ia terlelap dalam tidur”.
“Ya, aku bisa melihat dari ketiga wajah dalam toples itu yang paling pintar. Benar! Dia licik sekali”.
Aku membisikkan kata-kata lembut ke telinga istriku.

“Diajeng, di antara congkelan wajah itu ada wajah orang bodoh yang menyadari dirinya memang bodoh”.
“Aku tak tahu pasti yang mana dari ketiga congkelan wajah itu, mana wajah orang bodoh yang menyadari dirinya memang bodoh”.

”Kau bisa mengetahuinya dari perdebatan mereka yang gaduh di dalam lemari”.
“Besok aku ingin melihatnya, dan menebak mana wajah itu. Aku yakin wajah bodoh itu terlihat murung, karena selalu menjadi korban penipuan oleh orang bodoh yang mengaku dirinya pintar dan orang pintar yang menyadari dirinya pintar. Aku bisa menebaknya dari beningnya toples besok”.
“Maksudmu?”.

“Ya, si bodoh memiliki  wadah yang cenderung bersih, karena dia jarang bicara, selalu pasif, pendiam, dan kerjanya hanya menurut saja. Dua toples yang lain pasti basah oleh air liur mereka, kerena mereka terlalu banyak bicara. Menyemprot sana. Menyemprot sini. Membodohi orang bodoh dan memintari orang pintar”.
“Ha..ha…! Kau pintar sekali, diajeng. Memang demikian tabiat mereka saat berdebat, berorasi, dan saling menyombongkan diri”.

“Mas, aku ngantuk”.
“Tidur lah, diajeng”.
“Mereka gaduh sekali di dalam lemari. Mengganggu lelap tidurku”.

“Tenangkan hatimu. Jangan dengarkan mereka yang ribut memperebutkan kursi. Besok aku akan congkelkan wajah orang pintar tapi tak menyadari kepintarannya, sebagai kado hadiah untukmu. Wajahnya akan menjadi penengah bagi ketiga wajah di toples itu”.
“Sungguhkah itu, mas?”.
“Tentu, diajeng”.
“Aku sayang mas Joyo”.
“Aku juga sayang diajeng”.

Keesokan paginya. Istriku terkejut luar biasa saat melihatku. Aku duduk sambil menatap kosong ketiga wajah dalam toples yang aku bawa ke ruang tamu. Seperti biasa, ketiga wajah itu masih saling berdebat. Saling mengolok-olok wajah yang ada di toples lain.

“Mas, kenapa dengan wajahmu?”.

Istriku tiba-tiba berlari menuju kamar, dan kembali sambil membawa cermin. Aku melihat wajahku. Hanya terlihat bintik hitam, terlihat rata. Ya, aku melihat wajah baruku.
“Kemana wajahmu, mas?”,

Istriku terus meronta-ronta dalam jerit tangis. Aku jadi iba melihatnya, begitu pula dengan ketiga wajah congkelan dalam toples yang diam tak berdebat. Aku segera meninggalkan istriku yang termehek-mehek di sofa. Segera aku datang kembali sambil membawa kado sebagai hadiah untuknya. Hari ini dia ulang tahun. Dengan tangis yang masih sesegukan istriku membuka kadonya. Sambil sesekali melirik wajahku dengan jijik.

Tiba-tiba istriku menjerit lengking, lalu pingsan. Ya, kado itu berisi wajah congkelanku. Tanpa mempedulikan istriku yang pingsan, aku meletakkan wajahku yang aku congkel ke dalam toples keempat. Aku jadi terheran-heran, kenapa istriku pingsan. Apa mungkin ini kejutan untuk meluapkan kebahagiaan saat melihat hadiah yang aku berikan untuknya? Bukankah dia menginginkan wajah orang pintar yang tak menyadari kepintarannya. Itu adalah wajahku. Wajah congkelanku aku tatap.

Wajah congkelanku meloncat-loncat kegirangan di dalam toples bening. Wajah congkelanku begitu polos. Seperti inilah wajah orang pintar yang tak sadar tentang kepintarannya. Seperti orang bodoh yang menyadari kebodohannya, maka wajah orang pintar yang tak menyadari kepintarannya juga menjadi korban kehidupan. Korban bagi orang yang bodoh tapi merasa dirinya pintar dan korban bagi orang pintar yang menyadari dirinya pintar. Wajah kehidupan yang akan selalu ada. Apakah kau tahu, serupa mahkluk apa wajahku? (*)

Catatan:  Proteus merupakan dewa laut dalam mitos Yunani, seperti diceritakan dalam Odyssey karangan Homerus. Dalam salah satu versinya, Proteus adalah dewa yang dapat berganti-ganti bentuk tampilan, kadang tampil sebagai singa, ular, macan tutul, babi hutan, bahkan air atau pohon besar.

Tentang penulis :
Tova Zen adalah penulis Independen yang beberapa karyanya pernah dipublikasikan di koran lokal maupun nasional, seperti : Jawa Pos, Republika, Global Medan, Joglo Semar, Padang Ekspres dan Kumpulan Cerita Pendek Seri Detektif-nya diterbitkan di e-Book Evolitera.

 

Sumut Pos Bedah Produk Bersama Pembaca

MEDAN-Divisi Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Harian Pagi Sumut Pos, Sabtu (12/11), menggelar acara bedah produk bersama pembaca di Lantai III Graha Pena Medan, Kantor Redaksi Sumut Pos. Acara yang digelar untuk sharing pendapat dan saran itu dipandu oleh Dosen Komunikasi Fisip USU, Drs Syafrin M Si.

Selain perwakilan pembaca Sumut Pos, acara itu dihadiri Pimpinan Umum dan Pemimpin Redaksi Zulkifli Tanjung, Wapimred I Pandapotan MT Siallagan, Wapimred II Hirzan, Kepala Litbang Valdesz dan jajaran redaksi lainnya. Sedangkan di antara perwakilan pembaca antara lain, Marjoko, HM Yusuf Siregar dan Ranto Sibarani.
Acara yang berlangsung selama tiga jam lebih itu berjalan menarik. Pasalnya, banyak saran dan pendapat yang diungkapkan perwakilan pembaca saat halaman per halaman dibedah secara intensif. Banyak kritikan, tapi tak sedikit pula pujian. Semua yang jadi catatan penting dalam diskusi itu akan menjadi acuan redaksi untuk meningkatkan kualitas Harian Pagi Sumut Pos ke depan.

“Media kompetitor semakin agresif, Sumut Pos harus melakukan berbagai cara agar kualitasnya tak tersaingi. Salah satu caranya dengan mengedepankan berita-berita yang benar-benar jadi kebutuhan warga Kota Medan dan Sumatera Utara. Penjudulan juga harus atraktif, sehingga benar-benar memiliki daya tarik,” kata Ranto Sibarani.

Pria berkacamata ini setuju dengan usulan agar redaksi melibatkan pembacanya sebelum berita naik cetak. Dengan demikian akan ada masukan untuk redaksi agar berita yang diterbitkan pas dengan keinginan pembaca. “Tak mesti datang ke kantor, cukup via telepon atau email. Tak cuma itu, di Medan dan Sumatera Utara banyak tokoh dan akademisi berkaliber nasional yang layak, jadi narasumber. Ini juga harus dimanfaatkan,” tukasnya.

Perwakilan pembaca lainnya, Marjoko juga mengatakan hal yang hampir sama. Dia mengomentari beberapa rubrik dan pemberitaan Sumut Pos agar lebih berimbang dan mengakomodir semua kalangan, sehingga tak ada image negatif yang menyebutkan Sumut Pos hanya ‘milik’ kalangan tertentu. “Halaman Publik Interaktif harus tetap dipertahankan. Karena ini menjadi daya tarik tersendiri bagi pembaca,” katanya.

Sementara itu, HM Yusuf Siregar meminta agar Sumut Pos tetap menjadi media yang vokal menyuarakan kebenaran dan keadilan. Jika hal itu berhadapan dengan kepentingan bisnis yang tak bisa dielakkan, maka harus dibuat jalan lain agar pembaca tetap tak kehilangan kevokalan Sumut Pos yang selama ini sudah terkenal. “Awalnya saya berlangganan koran lain, namun sejak 2004 saya beralih ke Sumut Pos karena terkenal vokal dan berani mengkritisi berbagai kebijakan. Saya juga merekomendasi orang-orang di lingkungan saya untuk berlangganan Sumut Pos,” tandasnya.
Pimpinan Umum dan Pemimpin Redaksi Sumut Pos, Zulkifli Tanjung menyatakan terimakasih kepada perwakilan pembaca yang telah memberikan masukan penting untuk perbaikan kualitas koran ini, sehingga tetap dicintai pembacanya. “Setelah acara ini akan ada rapat-rapat redaksi untuk mengakomodir rekomendasi dari pembaca. Perubahan akan mulai terlihat pada penerbitan mendatang,” ujarnya. (her)

PBSI Medan Juara Umum Kejurprov

MEDAN-Pengurus Kota (Pengkot) Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Kota Medan berhasil menyabet gelar juara umum pada Kejuaraan Provinsi (Kejurprov) Bulu Tangkis memperebutkan Piala Indocafe Ke-III  yang berlangsung di GOR PBSI Sumut Jalan Williem Iskandar Medan Estate, Sabtu (12/11).
Keberhasilan Pengkot PBSI Kota Medan itu diraih setelah mereka sukses mengondol 16 medali emas, 17 perak dan 26 Perunggu. Posisi kedua Kejurprov kali ini diraih Pengcab PBSI Asahan dengan menggondol 1 medali emas dan 4 perunggu.

Sementara itu Pengcab PBSI Labuhanbatu Selatan harus puas menempati peringkat ketiga setelah mendulang satu medali perunggu. Posisi  keempat disabet Pengcab PBSI  Tebing Tinggi dengan raihan satu medali perunggu.
Atas keberhasilan Pengkot PBSI Kota Medan tampil sebagai juara umum, Wakil Ketua Pengkot PBSI Kota Medan Ahmad Aswin Nasution didampingi Sekretaris Rifai Parinduri mengaku bangga.

“Prestasi ini diraih berkat kerja keras para atlet yang dibina di klubnya masing-masing. Karena itu selayaknya kami mengucapkan terima kasih kepada klub-klub tadi,” bilang Aswin.

Selanjutnya Aswin mengingatkan pemainnya untuk tidak cepat berpuas diri, karena ke depan masih banyak even yang akan dihadapi. “Target kita sesungguhnya bukan hanya Kejurprov ini, tapi juga mengantarkan atlet berprestasi maksimal pada berbagai even berskala nasional,” bilangn Aswin.

Sementara itu Ketua Pengprov PBSI Sumut Ir Johanes IW didampingi Ketua Panitia Kasim Wijaya menghimbau kepada para atlet yang tampil sebagai juara di tiap kategori untuk terus menggeber persiapan guna mengikuti sirkuit nasional yang akan berlangsung pada 29 November mendatang di Pekanbaru Riau. Terkait gelaran Kejurprov ini, KONI Sumut yang diwakili Drs H Basyaruddin Daulay M.Kes mengaku bangga dana menyampaikan apresasinya kepada panitia Kejurprov.

“Kami berharap agar even ini tidak berhenti sampai di situ saja, karena even ini terbukti ampuh untuk menjaring pemain berbakat,” harap Basyaruddin. (omi)

ASSBI Sumut Harus Mengayomi Anggotanya

MEDAN-Pada tahun 1987, Parlin Siagian dkk menggagas berdirinya sekolah sepak bola di Sumatera Utara lewat SSB Generasi.  SSB inilah yang kelak menjadi cikal bakal maraknya SSB yang ada di Sumut sekarang ini.

“Sekarang kondisinya berbeda dengan dahulu. Jika dahulu SSB bermain bukan mengejar kemenangan semata, tapi sekarang ini justru banyak SSB yang mengahalalkan segala cara untuk meraih kemenangan,” tandas Parlin Siagian, saat sosialisasi terbentuknya Asosiasi Sekolah Sepak Bola Indonesia (ASSBI) Sumut yang berlangsung di Aula Paskhas  TNI AU, Sabtu (12/11) lalu.

Menurut Parlin itu bisa terjadi karena banyak pelatih SSB yang tidak mendapatkan penghasilan yang layak  dari upayanya melatih siswa SSB. “Ini harus menjadi PR (pekerjaan rumah, Red) bagi ASSBI Sumut untuk mencari jalan keluarnya,” tambah Parlin lagi.

Senada dengan Parlin, pengawas pertandingan nasional asal Sumut M Syarif  pun menyampaikan persoalan yang sama. Bahkan menurutnya, jika sepak bola Sumut ingin maju dan berkembang, maka ASSBI Sumut harus mampu menjadi asosiasi yang mampu mengayomi dan melindungi anggotanya.

“Tak dapat dipungkiri, sukses tidaknya sepak bola Sumut tidak terlepas dari sistem pembinaan dan materi latihan yang diberikan SSB kepada para siswanya,” tandas Syarif.

Menanggapi hal tersebut ketua ASSBI Sumut H Sumantraji SH lewat Wakilnya Drs Azzam Nasution MAP mengutarakan bahwa ASSBI berdiri di Sumatera Utara bukan sekadar mengurusi masalah pencurian umur lewat program smard cart.
Labih dari itu, ASSBI Sumut diharapkan mampu memotivasi para anggotanya, yakni SSB yang ada di Sumut untuk berbuat banyak dan memberi kontribusi maksimal terhadap perkembangan dan kemajuan sepak bola Sumut ke arah yang labih baik.

“Beberapa waktu lalu Sumut memastikan lolos pada PON XVIII di Riau. Perlu dijelaskan bahwa seluruh pemain yang bergabung dalam tim Sumut merupakan mantan siswa SSB. Semoga ini menjadi momentum kebangkitan sepak bola Sumut yang sudah lama terbenam,” harap Azzam.
Pada kesempatan yang sama, Pembina ASSBI Sumut Ir Kamaluddin Harahap MSi berharap agar ASSBI Sumut mampu melahirkan silabus sepak bola, sehingga metode latihan terhadap seluruh SSB yang ada di Sumut seragam.
Selanjutnya pria yang oleh 23 Pengcab/Klub didaulat sebagai ketua PSSI Sumut ini berharap agar ASSBI Sumut mampu mencari solusi atas minimnya penghasilan para pelatih SSB.
“Kami siap untuk menjembataninya jika ASSBI Sumut memiliki niat untuk berbuat, atau setidaknya memberikan subsidi kepada tiap-tiap SSB yang di Sumut. Semoga dengan cara itu pendapatan para pelatih bertambah, sehingga mereka (pelatih, Red) kian termotivasi saat memberi materi latihan kepada anak asuhnya,” harap Kamaluddin.
Telah diuraikan sebelumnya, jika di tingkat nasional, ASSBI telah menjalin kerjasama pembinaan pemain dengan Brazilian Soccer Schools (BSS).
Salah satu bentuk kerjasama yang dilakukan antara ASSBI dan BSS adalah melakukan coaching programm untuk Sekolah Dasar dan pembinaan pemain sepakbola usia dini 5-12 tahun.
Selain itu, kedua sekolah sepakbola ini juga mempunyai program bersama untuk membentuk elite team U-12, U-14 dan U-16. Elite team ini akan dibentuk dari para pemain pilihan yang akan terus dipantau dalam setiap kompetisi yang diselenggarakan ASSBI. (jun)