27 C
Medan
Sunday, December 21, 2025
Home Blog Page 14520

Honorer yang Tak Digaji dari APBN/APBD Gagal Jadi PNS

Lebih dari 70 persen honorer tertinggal kategori satu gagal diangkat CPNS tahun ini. Penyebabnya karena syarat-syarat yang ditetapkan dalam Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) EE Mangindaan No 5 Tahun 2010, tidak terpenuhi.

Menurut Kepala Bagian Humas Badan Kepegawaian Negara (BKN) Tumpak Hutabarat, gugurnya honorer tertinggal itu disebabkan karena tidak memenuhi kriteria. Paling banyak adalah syarat pembayaran gaji yang harus berasal dari APBN/APBD. Disusul SK pengangkatan yang tidak sesuai ketentuan minimal satu tahun bekerja sampai 31 Desember 2005 dan sampai sekarang masih bekerja.

“Kebanyakan yang gugur karena tidak dibayar oleh APBN/APBD. Sementara syarat utama gajinya dibiayai APBN/APBD,” kata Tumpak yang dihubungi, Minggu (2/10). Tumpak mengatakan para tenaga honorer yang bakal diangkat langsung menjadi CPNS ini tidak langsung menerima gaji dari pemerintah. Mereka baru menerima gaji setelah mendapatkan Surat Perintah Kerja dari pimpinannya. Jika surat ini keluar Januari 2012, maka pada saat itu mereka menerima gaji pertama.
Sedangkan 117 tenaga honorer yang ada di Kota Binjai sudah tidak sabar untuk menerima hasil verifikasi dari Menpan, apakah mereka lulus atau tidak. Luqman, seorang tenaga honorer di Dinas Kebersihana Kota Binjai, kepada wartawan Sumut Pos, penasaran dengan pengangkatan tenaga honorer menjadi PNS tersebut.

Lebih jauh dikatakannya, ia pernah mendapat kabar kalau tenaga honorer di Kota Binjai sudah diangkat menjadi PNS. “Yang kami takutkan sudah memenuhi syarat, tetapi tidak lulus karena adanya permainan,” ucap Luqman yang sudah bekerja selama 7 tahun ini. (wan/dan/esy/jpnn)

Beli Saham Grup Bakrie

Gayus Investasikan Uang Hasil Korupsi

Jakarta -Persidangan kasus dugaan korupsi dan money laundering dengan terdakwa Gayus Tambunan kembali digelar di pengadilan Tipikor, dengan agenda pemeriksaan saksi. Terungkap dari salah seorang saksi, Gayus menginvestasikan uang hasil korupsi untuk membeli beberapa saham, salah satunya saham perusahaan Grup Bakrie.

Hal ini terungkap dari kesaksian General Manager e-Trading Securities, Arishandi Indro Dwisatyo dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Senin (3/10).

Arishandi mengungkapkan, Gayus tercatat sebagai salah satu nasabah yang memiliki rekening efek atau rekening saham di PT e-Trading Securities. Gayus tercatat sebagai nasabah sejak Januari 2010 silam.

“Saudara Gayus menjadi salah satu nasabah kami. Menurut data, mulai 20 Januari 2010, itu tanggal pembukaan rekening atas nama saudara Gayus sendiri,” ujar Arishandi.

Dijelaskan dia, secara keseluruhan Gayus menginvestasikan uang sebesar Rp7,85 miliar dalam perusahaan perantara pedagang efek atau jual beli saham tersebut. Uang tersebut disetorkan oleh Gayus dalam 8 tahap dalam rentang waktu Januari 2010 hingga Maret 2010.

“Total Rp7.850.000.000,” ucap Arishandi.

Uang investasi Gayus tersebut, menurut Arishandi sudah digunakan sebagian untuk transaksi jual-beli saham. Dan yang paling besar nilainya sekitar Rp3,5 miliar digunakan untuk membeli saham perusahaan Grup Bakrie, yakni PT Bakrie Sumatera Plantation atau kode sahamnya UNSP.

“Sudah ditransaksikan untuk jual-beli saham Rp6 miliar. Posisi terakhir per 30 September, Jumat kemarin, dalam portfolio kemarin ada satu kode saham UNSP, Bakrie Plantation,” ungkapnya.

“Rp 3,428 miliar, dengan harga per Jumat (30/9) kemarin,” imbuh Arishandi.
Setelah digunakan untuk transaksi jual beli saham tersebut, tersisa uang sebesar Rp112,6 juta dalam rekening efek milik Gayus di PT e-Trading Securities.

“Dalam rekening ada dana sebesar Rp 112.623.630. Statusnya masih aktif, tapi diblokir dalam rekening atas permintaan polisi. Yang diblokir rekening di perusahaan kami, rekening yang bersangkutan diminta dinonaktifkan. Dalam rekening efek tersebut terdapat saham dan dana,” jelasnya.

Selain Gayus, Arishandi mengungkapkan bahwa Milana Anggraeni yang merupakan istri Gayus juga memiliki rekening efek di PT e-Trading Securities. Milana diketahui membuka rekening lebih awal dari Gayus, yakni pada 2 September 2009.(net/bbs)

Bayi Jantung Keluar Mulai Minum ASI

Masukkan Jantung, Rombak Tulang Dada dan Iga

JAKARTA- Tim medis Rumah Sakit Anam Bunda (RSAB) Harapan Kita yang menangani Siti Ar-Rahma, bayi pengidap kelainan lahir ectopic cordis (jantung di luar tubuh),  masih harap-harap cemas. Meski secara umum kondisi Siti stabil, bahkan dia sudah diberi ASI oleh Diana ibunya, dokter masih khawatir terhadap kesehatan dan keselamatannya.

Perkembangan kondisi kesehatan bayi kelahiran Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau 12 September itu, dipaparkan ketua tim medis dr TB Firmansyah Rifa’I SpA. Dokter spesialis anak yang akrab disapa Rudi itu menjelaskan, sudah menjalankan satu kali operasi kepada SA (Siti Ar-Rahma, red). Opersi yang dijanlankan kali ini adalah, memasukkan seratus persen jantung Siti yang sebelumnya menyembul keluar tubuh.

Untuk mencegah infeksi, tim dokter bahkan sempat membalut jantung Siti dengan zat sintesis pericardium (selaput pembungkus jantung) sapi. Secara perlahan, tim dokter lantas melatih Siti untuk bernafas mandiri, dengan mengurangi penggunaan ventilator.

Tim medis mengambil langkah merombak tulang dada dan iga Siti. Secara teknis, upaya ini dilakukan dengan mencopot hampir seluruh tulang iga bagian depan Siti. Sementara itu, dokter juga memahat sebagian tulang dada Siti supaya tercipta rongga paru-paru yang sedikit longgar. Dengan merombah tulang dada dan iga ini, Rudi memaparkan lingkar dada Siti lebih lebar sekitar satu jengkal. Dengan kondisi ini, tim medis sedikit leluasa memasukkan jantung Siti ke dalam tubuh. (wan/jpnn)

Pamer Senpi, Satpam Diciduk

TEBING TINGGI- Kariadi (33), petugas Satpam Perkebunan PT. NPK Bahilang, warga Kampung Merbau, Desa Penggalangan, Kecamatan Tebing Syahbandar, Kabupaten Sergai, digelandang Petugas Sat Intelkam Polres Tebing Tinggi, karena memiliki senjata api (senpi) yang tidak dilengkapi dokumen resmi kepemilikan, Senin (3/10) sekira pukul 12.00 WIB.

Kariadi tertangkap petugas karena tidak bisa menunjukan dokumen resmi kepemilikan senjata api reflika jenis soft gun revolver warna silver buatan Taiwan dengan 6 butir peluru. Dalam kasus pemilikan  senjata ini, pemilik diancam undang-undang darurat Nomor 12 tahun 1951 dan Skep Kapolri Nomor 82 tahun 2004, dimana untuk mendapatkan benda-benda yang menyerupi senjata dan dapat digunakan untuk mengancam atau mengejutkan, masuk kategori senjata api sehingga harus memperoleh izin dari Kabag Intelkam Mabes Polri.

“Ancaman bagi pelanggar ketentuan ini sepuluh tahun penjara,” jelas Kapolres melalui Kasat Intel AKP Ridwan Silalahi, kepada Sumut Pos.

Dikatakannya, pemilik senjata ditangkap karena terlihat membwa-bawa senjata api yang diselipkan di pinggangnya. Sementara selama ini, pemilik (Kariadi) tidak pernah dilihat bertugas di jajaran Mapolres Tebing Tinggi.

“Kita curiga setelah melihat senjata api yang terselip di pinggang pelaku, makanya langsung kita lakukan pemeriksaan. Ternyata benar, ditemukan senjata api reflika dengan enam butir peluru yang tidak dilengkapi izin kepemilikan. Selanjutnya, pemilik senjata api kita boyong ke Mapolres Tebing Tinggi guna menjalani pengusutan lebih lanjut,” terang Ridwan Silalahi.

Sementara itu, pemilik senjata soft gun, Kariadi mengaku, membeli senjata tersebut dengan harga Rp6 juta.
“Senjata ini untuk melindungi dan menjaga diri saya dari lawan, ini karena terkait pekerjaan sebagai Satpam perkebunan, makanya saya membeli senjata soft gun itu,” kata Kariadi. (mag-3)

Masuk SPSI, Buruh Bisa Dipecat

LUBUK PAKAM- Puluhan massa yang terhimpun dalam PUK-SP RTMM (Serikat Pekerja Rokok, Tembakau Makanan dan Minuman)-SPSI PT Toba Surimi Industries, berunjuk rasa di depan kantor DPRD Deli Serdang, Senin, (3/10) pukul 10.30 WIB.

Pengunjuk rasa yang mayoritas wanita tersebut, menuntut agar tindakan diskriminasi terhadap mereka tidak diberlakukan pengusaha tempat mereka bekerja. Setelah 15 menit menggelar orasi di halaman gedung DPRD Deli Serdang, akhirnya perwakilan pengunjuk rasa diterima Wakil Ketua Komisi B DPRD Deli Serdang, Ramli.
Dalam pertemuan itu, tidak dihadiri pihak PT TSI, padahal sudah diundang sebelumnya.

Dihadapan sejumlah anggota Komisi B DPRD Deli Serdang dan perwakilan Disnaker Deli Serdang, salah seorang pengurus SPSI, Fitriani mengatakan, ketidak hadiran pengusaha pada dengar pendapat bersama DPRD menunjukkan bukti bahwa mereka bersalah. Dalam dengar pendapat ITU, berulang kali para buruh menyuarakan agar mereka di lindungi dan tidak diintimidasi.

Sebelumnya, para buruh mengutarakan pada sebulan lalu, mereka sempat mendatangi Kantor Disnaker Deli Serdang, namun kedatangan itu tidak membuahkan hasil.

“Ketika aksi demontrasi digelar bulan lalu di kantor Disnaker, berdampak terhadap teman-teman kami yang di PHK. Jadi, sekarang ini kami takut,” kata Ani peserta demontrasi yang ikut pertemuan tersebut.

Kemudian para buruh meminta perusahaan PT. Toba Surimi Industries yang berada di Jalan Pulau Pinang KIM 2 Mabar ditindak tegas. Pasalnya, setiap buruh masuk keanggotan SPSI akan ditindak pihak manajemen perusahaan, mulai tindakan mutasi kerjaan ke tempat yang lebih berat, transportasi yang tak jelas, bahkan berujung PHK.(btr)

4 Nelayan Terancam 6 Bulan Penjara

BELAWAN- Terkait penangkapan empat orang nelayan asal Belawan yakni Efendy (52) Tekong kapal dan 3 ABK lainnya, M Yunan (62), Rahmad (28), Wirya (25) oleh Tentara Laut Diraja Malaysia (TLDM) di Kawasan Perairan Selat Malaka, kini keempat nelayan tersebut sedang di proses di Malaysia dan terancam hukuman enam bulan penjara.

“Saat ini keempat nelayan yang di tangkap TLDM sedang diperiksa. Jadi, sampai saat ini kita belum tahu kondisi keempat nelayan tersebut,” Kata Ketua HNSI Kota Medan, Zulfahri Siagian saat dikonfirmasi di kantornya, Senin (3/10).
Dia menjelaskan,pihaknya akan melaporkan kejadian ini kepada Gubernur, Wali Kota Medan dan DPRD, meminta kepada Pemerintah untuk mencari solusi atas permasalahan yang dialami nelayan Belawan.

“Kami berharap pihak Malaysia dapat memulangkan keempat nelayan, karena selama ini, nelayan Malaysia yang ditangkap juga dipulangkan pemerintah Indonesia,” jelasnya.(mag-11)

Program e-KTP Beroprasi

LANGKAT- Pemkab Langkat memulai sosialisasi sekaligus peluncuran program Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) dengan sederhana di Kantor Camat Selesai, Senin (3/10). Pada kesempatan itu, Bupati Langkat H Ngogesa Sitepu hadir bersama isteri Ny Hj Nuraida Ngogesa.

“Untuk program ini harus kita dukung dan sukseskan, demi keakuratan data kependudukan serta memudahkan proses administrasi bagi kebutuhan lainnya,” kata H Ngogesa Sitepu.

Ngogesa ketika meberikan arahan berharap, petugas pelayanan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara efektif, efisien serta tidak terkesan menyulitkan. Sebab, saat ini masyarakat harus diajak mengerti guna memahami sekecil apapun program pemerintah.

Sementara itu, Kadis Kependudukan dan Catatan Sipil Ruswin melaporkan, program e-KTP di Kabupaten Langkat telah dilakukan sejak 27 September 2011, namun peluncuran secara resmi dilakukan pada hari ini, mengingat beberapa komponen masih harus dilengkapi.

Kebutuhan untuk Kabupaten Langkat, jelas Ruswin, dari 1.194.463 jiwa penduduk, yang wajib memiliki KTP 832.747 dengan dukungan alat standar 46 buah dari Kemendagri dan melibatkan petugas operator 142 dibantu petugas pendukung pelayanan 284 di 23 Kecamatan se-Kab Langkat.(mag-4)

Antisipasi Teroris, Polisi Razia Mobil Box

TEBING TINGGI- Satuan Polisi Lalulintas (Sat Lantas) Polres Tebing Tinggi, mengelar razia an tisipasi teroris di Jalan Sudirman, Kota Tebing Tinggi, Senin (3/10) sekira pukul 17.00 WIB.

Razia difokuskan kepada mobil box dan kenderaan pribadi. Dalam razia itu, petugas belum berhasil menemukan target, tapi razia ini akan terus dilakukan.

“Tempat razia akan selalu berpindah-pindah. Semua akses masuk ke Kota Tebing Tinggi kita lakukan razia untuk mempersempit ruang gerak terorisme,” jelas Kapolres melalui Kasat Lantas Polres Tebing Tinggi AKP Juliani Prihatini.
Dikatakan Juliani, dalam razia kali ini, petugas belum menemukan barang mencurigakan, sementara mobil box yang melintas tidak luput dari pemeriksaan petugas. Untuk kenderaan roda dua yang melanggar peraturan akan ditindak dengan surat  tilang.

“Kita berharap kepada warga yang melihat orang mencurigakan datang ke daerah tertentu dengan maksud tujuan yang tak jelas, agar dengan cepat menginformasikan kepada petugas terdekat,” pinta Juliani. (mag-3)

Dikepung Brand Asing

Kondisi Pasar Sepeda di Indonesia

Dari total kebutuhan sepeda di tanah air yang mencapai enam juta unit per tahun, produk impor mampu mengambil porsi hampir 50 persen. Meski harganya relatif lebih mahal dibanding produk lokal, sepeda-sepeda tersebut tetap laris manis dibeli.

Pernah membandingkan jumlah merek sepeda lokal dengan asing yang beredar di pasar Indonesia” Meski belum ada angka pasti, perbandingannya diperkirakan sangat njomplang. Merek asing sangat banyak, sementara merek lokal hanya sedikit yang dikenal.

Bukan perkara aneh kalau sepeda produksi luar negeri membanjiri pasar dalam negeri. Maklum, produsen sepeda lokal berskala besar juga punya andil mendatangkan brand-brand ternama untuk membidik segmen menengah atas. Ada kesan, merek lokal tidak mampu atau kurang percaya diri untuk masuk ke pasar premium.

Sebagai contoh, Rodalink yang merupakan jaringan pemasaran Polygon memajang beragam brand sepeda asing di outlet mereka. Di antaranya, Dahon (Tiongkok/AS), Kona (AS), Marin (AS), dan Colnago (Italia).

Begitu juga produsen United yang mendatangkan brand Specialized (AS). Tak mau kalah, Wim Cycle bersama jaringan penjualan Adrenaline Counter memasarkan merek GT (AS), Ellsworth (AS), Cove (AS), WTB (AS), Ares Bike (Jepang), dan Mac Mahone (Prancis/Taiwan).

Produk impor yang masuk melalui pintu-pintu lain juga sangat banyak. Di gerai Ace Hardware bisa ditemui sepeda berlabel Merida (Taiwan/Jepang), Bianchi (Italia), hingga Mongoose (AS). Toko-toko sepeda baru juga terus bermunculan dengan brand-brand impor. Merek Pinarello (Italia), Banshee (Inggris), Giant (Taiwan), Evil (AS/Taiwan), Birdy (Taiwan), kini semakin akrab di kalangan pencinta sepeda.

Ketua Asosiasi Industri Persepedaan Indonesia (AIPI) Prihadi mengatakan, produksi dalam negeri memang belum bisa memenuhi kebutuhan pasar nasional yang begitu besar. Akibatnya, banyak yang memanfaatkan peluang itu dengan mendatangkan sepeda impor. “Sampai saat ini beberapa industri sepeda nasional sedang meningkatkan produksi untuk menutup kebutuhan yang besar itu,” katanya.

Karena itu pula, nilai impor sepeda dalam tiga tahun terakhir juga selalu meningkat. Jika pada 2009 tercatat USD 21.891.332, tahun lalu meningkat menjadi USD 41.878.841. Semester pertama tahun ini bahkan sudah mencapai USD 29.746.178. “Ini tantangan produsen dalam negeri untuk bersaing dengan produk luar,” katanya.

Salah satu pasar potensial sepeda merek asing di Indonesia adalah jenis sepeda turun gunung atau downhill (DH). Penggemar olahraga ekstrem ini mayoritas sangat pemilih dan hati-hati ketika menentukan komponen. “Diakui atau tidak, mayoritas penggemar olahraga ini lebih memilih merek impor” kata Humas Unifikasi Komunitas Downhill Indonesia (UKDI) Satria Wibawa alias Gung De, 47, ketika ditemui di salah satu event nasional DH.

Popularitas merek asing terkait dengan fungsi vital sepeda DH yang menentukan keselamatan dan keamanan rider, baik penghobi maupun profesional. Alasan lain yang menguatkan, produk impor memiliki jaminan kualitas . “Olahraga ini terkait dengan nyawa. Jadi, kami tidak main-main dengan alat keselamatan,” katanya.

Selain dalam hal safety, rendahnya kepercayaan publik terhadap sepeda merek lokal juga terkait dengan geometri desain sepeda. Pakar sepeda sekaligus BG Fit Certified, Morgan Hill, California, Yon Hermana mengatakan, lokal sempat mengalami masa sulit bersaing dalam hal desain dan geometri sepeda. “Teknologi sepeda itu terus berkembang” jelasnya.

Di era perdagangan bebas, pemerintah sendiri tidak bisa berbuat banyak untuk membendung masuknya sepeda impor. Yang bisa dilakukan saat ini adalah menyiapkan instrumen Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk menghadang sepeda impor murah. Instrumen itu perlu mengingat sepeda impor dari China mulai gencar membidik pasar dalam negeri.

“SNI terkait faktor keselamatan, sehingga semua komponen memiliki standar,” kata Direktur Industri Alat Transportasi Darat Direktorat Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Supriyanto. (res/gen/zul/sof/c2/fat/jpnn)

Industri Lokal Merambah Manca

Industri sepeda nasional sedang berada dalam masa keemasan. Saat kapasitas produksi kurang dari 2 juta unit per tahun, kebutuhan diperkirakan sudah menembus 6 juta unit per tahun. Pasar yang sangat potensial untuk digarap.
Ya, tanpa disadari, geliat kegemaran bersepeda di tanah air itu menjadi sarana empuk industri sepeda. Ibarat roket, pertumbuhan produksi sepeda di tanah air melesat selama tiga tahun terakhir. Simak saja data Badan Pusat Statistik yang telah diolah Pusat Data dan Informasi Perdagangan Kementerian Perdagangan berikut ini.

Pada 2009, produksi nasional sepeda di tanah air hanya 390 ribu unit. Setahun kemudian, total produksi menembus angka 1.260.000 unit atau meningkat sekitar 223 persen. Tahun ini, Asosiasi Industri Persepedaan Indonesia (AIPI) berani memprediksi total produksi bisa mencapai 3,5 juta unit.

“Industri sepeda memang menunjukkan perkembangan yang positif. Dalam dua tahun terakhir, produksinya sangat banyak,” kata Direktur Industri Alat Transportasi Darat Direktorat Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Supriyanto.

Peningkatan produksi yang cukup fantastis itu masih bisa terus dipertahankan. Sebab, utilitas industri sepeda nasional masih berada di kisaran 70-80 persen di antara total kapasitas produksi. Pada 2009, kapasitas terpasang yang mencapai 750.000 unit baru dimanfaatkan untuk memproduksi 390 ribu unit.

Begitu juga pada 2010. Dari kapasitas terpasang 1.750.000 unit, yang baru digunakan untuk memproduksi 1.260.000 unit. Apalagi kalau melihat kebutuhan sepeda yang saat ini sudah mencapai 6 juta unit per tahun. “Artinya, dapat dikatakan, prospek industri sepeda dalam negeri untuk berkembang masih besar,” ucap dia.

Sejumlah industri sepeda berskala besar di tanah air pun telah membaca peluang tersebut. Polygon, misalnya. Brand sepeda yang diproduksi PT Insera Sena itu rutin mengeluarkan seri-seri baru setiap tahun. Perubahan desain dan warna sepeda juga terus dilakukan mengikuti perkembangan selera pasar.

Soal harga, Polygon berusaha menjangkau semua lapisan masyarakat. Harga terendah sekitar Rp1,175 juta, sedangkan harga tertinggi mencapai Rp80 juta. Harga tertinggi itu adalah seri Helios TTX (Triathlon) yang biasa digunakan kalangan profesional di lintasan balap. Namun, sebagian produk Polygon yang dijual di kisaran Rp50 juta juga kerap terlihat di jalan-jalan saat weekend.

Dari sisi kualitas, industri sepeda di tanah air sebenarnya sudah bisa disejajarkan dengan produsen dari luar negeri. Produksi sejumlah pabrikan besar di tanah air bahkan sudah merambah luar negeri.

“Catatan kami, ekspor sepeda produksi Indonesia sudah merambah 20 negara,” terang Supriyanto.
Selain itu, hampir seluruh produsen sepeda nasional juga menerima pesanan sepeda merek asing. Sifat pemesanan hingga proses produksinya kebanyakan dirahasiakan dan terikat kontrak ketat. Sebab, produsen sepeda asing khawatir produk dan desain mereka akan bocor di pasar Indonesia. (res/gen/zul/c5/fat/jpnn)