29 C
Medan
Tuesday, December 23, 2025
Home Blog Page 14560

Disbudpar Tegur Manajemen Grand Aston

Terkait Lift Hotel Jatuh

MEDAN- Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Medan telah memberikan teguran lisan kepada manajemen Grand Aston City Hall terkait jatuhnya lift dari lantai 2 ke lantai 1, beberapa waktu lalu. Teguran lisan tersebut disampaikan saat Tim Disbudpar Kota Medan melakukan pengecekan terhadap fasilitas hotel berbintang lima yang terletak di jantung Kota Medan tersebut, beberapa hari lalu.

“Tim kita sudah turun ke lokasi (Hotel Grand Aston, Red) untuk melakukan pengecekan. Ternyata memang benar, lift tersebut jatuh dari lantai 2 ke lantai 1. Tapi yang jatuh lift barang, bukan lift pengunjung. Dengan begitu, kita sudah memberikan teguran secara lisan kepada manajemen untuk diperhatikan secara betul-betul seluruh fasilitas yang dipakai untuk pegunjung,” kata Kadisbudpar Kota Medan Busral Manan, kemarin.

Dijelaskannya, kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap fasilitas di seluruh hotel di Kota Medan adalah Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Medan. “Itu sebenarnya kewenangan dari Disperindag. Tapi kita tetap memberikan perhatian dari dalam dan luar terhadap operasional di hotel tersebut,” ucapnya.

Ketua Komisi C DPRD Medan, Jumadi menuturkan, kalau seluruh fasilitas yang ada di hotel harus benar-benar diperhatikan agar tidak membuat keresahan terhadap pengunjung. “Pengawasan dari pihak hotel harus ditingkatkan terhadap seluruh fasilitas yang ada, apalagi fasilitas tersebut menyangkut orang banyak. Untung tak  makan korban,” katanya. (adl)

Oktober, Dilakukan Pembongkaran

Pembebasan Lahan Fly Over Simpang Pos

MEDAN- Pertengahan Oktober mendatang, Tim Pembebasan Lahan (TPL) jembatan layang (fly over) Simpang Pos akan membongkar bangunan yang berdiri di atas lahan yang sudah dibebaskan. Sedangkan untuk sisa persil yang belum dibebaskan, meliputi warga Jalan Ngumban Surbakti, Jalan Jamin Ginting dan Jalan AH Nasution, akan dilakukan pendekatan-pendektan oleh TPL.

“Di pertengahan Oktober akan dilakukan pembongkaran terhadapn bangunan yang sudah dibebaskan Pemko Medan. Sedangkan untuk lainnya akan dilakukan pendekatan dulu,” kata Wali Kota Medan, Rahudman Harahap usai membuka pelaksanaan MNCTV Festival di Lapangan Benteng Medan, Minggu (25/9) pagi.

Dijelaskannya, jika negosiasi yang dilakukan TPL kepada masyarakat tidak menemukan jalan terbaik, Pemko Medan akan menyerahkan uang ke Pengadilan Negeri (PN) Medan untuk membayar ganti rugi lahan tersebut. Menurut Rahudman, langkah ini diambil, agar pembangunan fly over tidak terkendala dan dapat berjalan seperti yang telah ditargetkan, awal 2012.

“Sesuai dengan hasil penentuan harga oleh TPL, itu akan menjadi data untuk menyerahkan uang ke Pengadilan. Mereka (masyarakat, Red) yang harus mengambilnya, kan ada aturannya,” bebernya mengakhiri.
Sementara, Ketua TPL Fly Over Simpang Pos Thomas Sinuhadji menambahkan, ukuran tanah yang diganti rugi untuk pelebaran jalan yakni 4 meter. Sedangkan untuk harga tanah di setiap lokasi berbeda berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan harga pasar.

“Berdasarkan Surat Keterangan (SK) Wali Kota Medan, untuk harga tanah per meter di Jalan Jamin Ginting dan Abdul Haris Nasution sebesar Rp2,93 juta. Untuk harga tanah per meter di Jalan Ngumban Surbakti sebesar Rp1,96 juta,” jelas Thomas.

Sedangkan mengenai kendala yang dihadapi, lanjut Thomas, banyaknya lahan warga yang disewakan kepada pihak ketiga, karena kawasan tersebut adalah kawasan bisnis.

“Untuk melakukan negoisasi ganti rugi kepada pemiliknya, sering ditutupi oleh pihak ketiga, itu yang menghambat. Sementara pemiik tanah dan bangunan tidak berada di lokasi. Pemilik kebanyakan bertempat tinggal di luar Kota Medan,” katanya.

Sebelumnya, langakh TPL menggandeng PN Medan dimaksudkan agar Wali Kota Medan dapat menyurati Kementerian Pekerjaan Umum (PU) di Jakarta untuk segera melakukan pembangunan fisik fly over Simpang Pos. Namun, bila pada Oktober mendatang tim masih memperoleh 95 persil (bidang tanah) dari 130 persil yang akan dibebaskan, tim akan menerapkan sistem pembayaran konsinyasi.

“Saat ini baru 85 persil yang berhasil dibebaskan dari 130 persil yang akan dibebaskan. Artinya, masih tersisa 45 persil yang belum dibebaskan dan akan selesai Oktober ini. Kita targetkan 70 persen atau sekitar 95 persil, sedangkan sisanya akan kita konsinyasikan ke PN Medan. Jadi, biar PN yang bersikap dan membayarkannya pada warga,” ucap Thomas.(adl)

Oktober, Dilakukan Pembongkaran

Pembebasan Lahan Fly Over Simpang Pos

MEDAN- Pertengahan Oktober mendatang, Tim Pembebasan Lahan (TPL) jembatan layang (fly over) Simpang Pos akan membongkar bangunan yang berdiri di atas lahan yang sudah dibebaskan. Sedangkan untuk sisa persil yang belum dibebaskan, meliputi warga Jalan Ngumban Surbakti, Jalan Jamin Ginting dan Jalan AH Nasution, akan dilakukan pendekatan-pendektan oleh TPL.

“Di pertengahan Oktober akan dilakukan pembongkaran terhadapn bangunan yang sudah dibebaskan Pemko Medan. Sedangkan untuk lainnya akan dilakukan pendekatan dulu,” kata Wali Kota Medan, Rahudman Harahap usai membuka pelaksanaan MNCTV Festival di Lapangan Benteng Medan, Minggu (25/9) pagi.

Dijelaskannya, jika negosiasi yang dilakukan TPL kepada masyarakat tidak menemukan jalan terbaik, Pemko Medan akan menyerahkan uang ke Pengadilan Negeri (PN) Medan untuk membayar ganti rugi lahan tersebut. Menurut Rahudman, langkah ini diambil, agar pembangunan fly over tidak terkendala dan dapat berjalan seperti yang telah ditargetkan, awal 2012.

“Sesuai dengan hasil penentuan harga oleh TPL, itu akan menjadi data untuk menyerahkan uang ke Pengadilan. Mereka (masyarakat, Red) yang harus mengambilnya, kan ada aturannya,” bebernya mengakhiri.
Sementara, Ketua TPL Fly Over Simpang Pos Thomas Sinuhadji menambahkan, ukuran tanah yang diganti rugi untuk pelebaran jalan yakni 4 meter. Sedangkan untuk harga tanah di setiap lokasi berbeda berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan harga pasar.

“Berdasarkan Surat Keterangan (SK) Wali Kota Medan, untuk harga tanah per meter di Jalan Jamin Ginting dan Abdul Haris Nasution sebesar Rp2,93 juta. Untuk harga tanah per meter di Jalan Ngumban Surbakti sebesar Rp1,96 juta,” jelas Thomas.

Sedangkan mengenai kendala yang dihadapi, lanjut Thomas, banyaknya lahan warga yang disewakan kepada pihak ketiga, karena kawasan tersebut adalah kawasan bisnis.

“Untuk melakukan negoisasi ganti rugi kepada pemiliknya, sering ditutupi oleh pihak ketiga, itu yang menghambat. Sementara pemiik tanah dan bangunan tidak berada di lokasi. Pemilik kebanyakan bertempat tinggal di luar Kota Medan,” katanya.

Sebelumnya, langakh TPL menggandeng PN Medan dimaksudkan agar Wali Kota Medan dapat menyurati Kementerian Pekerjaan Umum (PU) di Jakarta untuk segera melakukan pembangunan fisik fly over Simpang Pos. Namun, bila pada Oktober mendatang tim masih memperoleh 95 persil (bidang tanah) dari 130 persil yang akan dibebaskan, tim akan menerapkan sistem pembayaran konsinyasi.

“Saat ini baru 85 persil yang berhasil dibebaskan dari 130 persil yang akan dibebaskan. Artinya, masih tersisa 45 persil yang belum dibebaskan dan akan selesai Oktober ini. Kita targetkan 70 persen atau sekitar 95 persil, sedangkan sisanya akan kita konsinyasikan ke PN Medan. Jadi, biar PN yang bersikap dan membayarkannya pada warga,” ucap Thomas.(adl)

Berawal dari Iseng, Kini Raup Keuntungan

Berawal dari keisengan membuat kerajinan tangan dari sisa kain atau perca menjadi produk siap pakai, seperti keset kaki, Ibu Tan mampu mengubahnya menjadi peluang usaha. Bahkan, dari hasil keisengannya itu, dia kini memiliki gallery handy craft yang diberi nama TAN Collection.

TAN Collection milik Ibu Tan berlokasi di Jalan Pangeran Dipenogoro Binjai, dibangun lewat sebuah pemikiran yang dilandasi dengan kreatifitas. Bahkan untuk memeriahkan ajang Pekan Olahraga dan Seni (Porseni) Bank Pembangunan Daerah Seluruh Indonesia (BPDSI) ke-IX tahun 2011, TAN Collection turut ambil bagian dalam acara pameran Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang digelar Sabtu (24/9) hingga Minggu (25/9).

“Sebelumnya saya berdomisili di Aceh, namun pada 2004 saya pindah ke Binjai. Kepindahan saya saat itu seakan tidak memberikan manfaat dengan membiarkan waktu terbuang sia-sia,” sebutnya.

Kondisi itu lantas menarik minatnya untuk memanfaatkan waktunya. Saat itu dia terinspirasi dari sebuah kain perca yang bisa dijadikan produk berguna seperti keset kaki dan lainnnya yang dianggap menguntungkan.

Tidak ingin terpatok dengan satu produk saja, Ibu Tan selanjutnya memanfaatkan kreatifitas dirinya dengan mengikuti pelatihan menyulam yang dilaksanakan Disperindag Kota Binjai.

Dengan keseriusan yang dimilikinya, Ibu Tan mampu menunjukkan kapasitas sebagai peserta terbaik dengan hasil kerajinan yang paling bagus di antara 24 peserta lainnya.

“Karena banyak prestasi yang saya dapat dari program pelatihan, saya sering diajak mengikuti pameran dan memberikan beberapa pelatihan di beberapa tempat tidak hanya di Sumatera Utara, namun juga Pulau Jawa dan beberapa daerah lainnya. Bahkan saya juga pernah ke Penang dan Thailand dalam mengisi pameran rajut sulaman,” terangnya.

Seiring berjalannya waktu dan tingginya minat pasar, pada 2005, Ibu Tan memutuskan untuk membuka gallery pengrajin handy craft.

Alhasil, dengan bakat dan keseriusannya, galery Ibu Tan kini mampu menghasilkan banyak produk kerajinan tangan yang sebahagian bahan dasarnya terbuat dari barang yang tidak terpakai lagi. Di antara produk yang telah dihasilkannya yakni, bantal, sarung bantal, boneka berbahan panel yang kental dengan unsur kebudayaan, tapak gelas berbahan kain, dan produk rumah tangga lainnya.

Tidak hanya mampu menghasilkan produk, ternyata gallery Tan Collection juga memberikan banyak manfaat, yakni mampu menyerap tenaga kerja dari berbagai golongan seperti ibu rumah tangga, tunawicara, serta remaja yang telah putus sekolah.

“Untuk para remaja putus sekolah, mereka juga mendapatkan program pelatihan terlebih dahulu di Kelompok Usia Pemuda Produktif (KUPP) yang dilaksanakan oleh Dispora Prov Binjai. Setelah itu baru diberdayakan dalam proses pembuatan produk yang siap dipasarkan,”sebutnya.(*)

Plt Gubsu Makan Gatot

MEDAN- Kerinduan Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Gatot Pujo Nugroho menyantap makanan tradisional gatot akhirnya terobati.

Gatot menyantap makanan tradisional tersebut saat menghadiri halal bi halal dan sepeda santai yang digelar Relawan Syampurno di halaman Koperasi Unit Desa (KUD), Desa Pematang Johar, Labuhan Deli, Deli Serdang, Minggu (25/9).
Plt Gubsu terlihat begitu antusias begitu melihat panganan tersebut terhidang di wadah yang disediakan panitia. Ketika Gatot memasuki area halal bil halal yang dipasangi tenda, di bagian depannya telah tersaji beberapa jenis panganan tradisional. Dan, ternyata Gatot langsung menghampiri wadah tempat panganan yang berisi kue gatot. Gatot langsung mencicipinya dan makan secukupnya. Selanjutnya dia mencicipi panganan tradisional lainnya yakni, tiwul.

“Ya, itu kenangan masa kecil lah. Saya lebih suka pada umbi-umbian,” jawabnya saat dikonfirmasi Sumut Pos usai acara makan Ambeng dan Tumpeng Bersama di acara halal bi halal tersebut.

Terkait rangkaian kegiatan halal bi halal dan sepeda santai tersebut, Gatot mengatakan, kegiatan itu merupakan agenda besar sebagai langkah untuk membangun Sumatera Utara. Kenapa ini menjadi agenda besar? Karena kenyataannya, segenap tenaga dan pikiran relawan Syampurno lah yang menghantarkan Syamsul Arifin dan Gatot Pujo Nugroho menjadi pimpinan di Sumatera Utara.

“Acara halal bil halal dan sepeda santai yang diikuti komunitas sepeda ontel ini, diselenggarakan oleh para relawan Syampurno. Bahwa di 2008 lalu, telah sama-sama berjuang, dan ini ditandai dengan model kerakyaatan,” ujar Gatot.
Model kerakyatan itu, pada substansinya adalah semestinya, tidak perlu ada jarak antara pemimpin dengan orang yang dipimpinnya. Karena, dengan cara itu akan lebih efektif untuk menyalurkan aspirasi, sehingga bisa terserap dan menjadi masukan untuk menjadi program-program yang dihasilkan bagi kepentingan bersama.

“Sebenarnya, antara pemimpin dengan yang dipimpin, tidak ada jarak. Itu agar, komunikasi bisa efektif dan aspiratif. Dari bawah bisa terkomunikasikan secara langsung, Untuk kemudian nantinya, menghasilkan program-program untuk kepentingan bersama,” terang Gatot.

Salah satu contoh ril yang ditunjukan berdasarkan adat dan kebiasaan, yang mencerminkan kebersamaan itu adalah acara makan ambeng yang dalam arti Indonesia nya bermaksud, makan dengan memakai wadah atau tempat yang besar, yang biasa disebut tampah secara bersamaan. “Realisasinya diwujudkan dengan makan ambeng,” katanya.
Apakah, agenda seperti ini nantinya akan berkelanjutan atau menjadi sebuah rutinitas? Terkait hal itu, Gatot menyatakan, Sebenarnya relawan Syampurno akan mengagendakan ini, untuk dibuat secara berkala. “Dengan kegiatan seperti ini, kita ingin bangun kebersamaan dengan masyarakat,” tambahnya.

Saat memberi kata sambutan, Gatot juga sempat mengatakan, sudah saatnya Sumatera Utara komit untuk menjadi daerah yang mandiri, maju, sejahtera. “16 Juni 2013 mendatang, masa kepemimpinan Syampurno berakhir. Kita terus bekerja, untuk membangun Sumut sesuai visi dan misi kita, menjadikan Sumut maju, mandiri dan sejahtera. Agenda ini, menjadi landasan untuk membangun Sumut dengan sebuah keikhlasan,” paparnya.

Sementara itu, Sekretaris Panitia kegiatan tersebut, Chocking Susilo Sakeh mengungkapkan, acara yang mengambil start di Jalan Pulau Penang, Lapangan Merdeka Medan tersebut, diikuti 300-an orang penggemar dan pemilik sepeda ontel, yang akan menempuh jarak sepanjang 13 kilometer menuju Desa Pematang Johar, Kecamatan Labuhan Deli. “Sekitar 300-an orang. Jarak tempuhnya 13 kilometer,” katanya saat dikonfirmasi Sumut Pos.(ari)

Pengusaha Wisma Ditipu Tamu

Karena terlalu percaya kepada tamu yang menginap di wisma miliknya, Ratna br Sembiring (52), warga Jalan Bunga Kemuning Nomor 52, Medan Tuntungan, kehilangan sepeda motor. Pasalnya, sang tamu yang meminjam sepeda motor tersebut untuk membeli makanan, tak kunjung kembali hingga saat ini.

Ceritanya, Jumat (23/9) siang, Ratna sedang duduk di meja kasir Wisma Pinata. Tiba-tiba, dia didatangi seorang tamu wisma yang berniat meminjam sepeda motor Supra Fit BK 3214 HS miliknya yang terparkir di depan wisma tersebut. Tamu tersebut mengaku ingin membeli makanan, karena sedang lapar berat.

Karena sudah percaya, sebab tamu hotel tersebut sudah sering menginap di hotelnya, Ratna langsung memberikan kunci kontak sepeda motornya. Namun setelah ditunggu lebih dari tiga jam, tamu tersebut belum juga kembali. Ratna lantas berusaha mencarinya.

Tapi hingga larut malam, pelaku bersama sepeda motornya belum juga ditemukan. Dengan perasaan kecewa, Ratna pulang ke wisma miliknya, dan siang harinya Ratna ditemani keponakannya mendatangi Mapolsek Pancurbatu guna melaporkan penggelapan sepeda motor miliknya yang dilakukan tamu wismanya tersebut.

“Aku tidak ada rasa curiga sama sekali, karena dia sudah sering kali nginap di sini. Bahkan bulan lalu dia pernah menginap selama dua minggu di wismaku, makanya aku sama sekali tidak curiga. Tapi kemarin, setelah minjam sepeda motorku, eh sampai tadi pagi tidak pulang-pulang. Makanya aku adukan ke polisi. Kalau namanya aku tidak tahu, cuma kalau kulihat dia, pasti kukenal karena sudah sering menginap diwismaku,” ujarnya.

Kapolsek Pancurbatu AKP Ruruh Wicaksono SIK SH MH melalui Kanit Reskrim AKP Simon R Kendek SH saat dikonfirmasi membenarkannya. “Sekarang masih kita periksa sejumlah saksi,” ujar Simon. (roy/smg)

Operator e-KTP Masih Gaptek

MEDAN- Operator e-KTP di kecamatan masih gagap teknologi (Gaptek). Hal ini terungkap saat Ketua Komisi A DPRD Kota Medan Ilhamsyah melakukan sidak ke Kecamatan Medan Sunggal, beberapa waktu lalu. Sia melihat operator e-KTP masih gugup menggunakan perangkat e-KTP.

“Masih gaptek (gagap teknologi) operatornya,” kata Ilhamsyah kepada wartawan koran ini, kemarin. Menurutnya, hal ini menunjukkan, pelatihan yang dilakukan Mendagri terhadap para operator e-KTP dari masing-masing kecamatan hanya sebatas teori, bukan praktik.

Disebutkannya, harusnya para operator itu memahami empat hal dalam membuat e-KTP. “Pertama pengambilan foto, sekalian NIK (Nomor Induk Kependudukan, Red) dari penduduk yang akan dimasukan ke data base. Kedua, scan sidik jari. Ketiga tanda tangan. Keempat retina mata. Semuanya harus dipahami oleh para operator,” cetusnya.

Politisi Partai Golkar tersebut mengungkapkan, tidak maksimalnya kinerja para operator e-KTP juga karena keterbatasan perangkat. “Sebelumnya di setiap kecamatan akan disediakan 8 perangkat komputer, namun setelah kita lihat hanya ada dua komputer. Bahkan, hanya satu komputer yang bisa berfungsi. Tentunya ini akan memperlambat proses pengoperasian e-KTP,” katanya.

Kendala lain dikatakan Ilhamsyah, selain keterbatasan perangkat juga disebabkan karena pendistribusian perangkat ke daerah-daerah yang terlambat. Saat ditanya apakah kecamatan lain mengalami hal serupa yakni kekurangan perangkat? “Pasti kecamatan lain juga demikian, kalau tidak Launching e-KTP ini pasti sudah di seluruh Kecamatan di Kota Medan,” cetunsya.

Dia membantah informasi yang mengatakan proses pembuatan e-KTP ini hanya memakan waktu sekitar 5 menit. “Tidak benar itu, bisa saja pembuatannya sampai 15 menit, mungkin paling cepat 7 menit,” bebernya.

Untuk itu, pihkanya mengimbau Direktorat Jenderal Kependudukan Pusat agar segera mengirimkan peralatan pembuatan e-KTP tersebut agar mempermudah proses pembuatannya. “Untuk penduduk Kota Me dan, saya harapkan agar datang di kecamatan-kecamatan setempat untuk pembuatan e-KTP,” imbuhnya.

Sementara Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Kadisdukcapil) Kota Medan Darussalam Pohan mengaku, tidak ada kendala dalam penerapan e-KTP di Kota Medan. Menurut Darussalam, seluruh perangkat di 17 kecamatan sudah lengkap. Hanya saja, petugas tinggal menghubungkan ke pusat. Diakuinya, ada kendala terhadap jaringan yang sampai kini belum juga tersambung ke pusat.

“Kendala ada pada petugas konsorsium. Hanya saja, kita tak mengetahui berapa jumlah petugas tersebut, karena pusat yang menunjukknya. Jadi kita tidak tahu berapa jumlahnya,” bebernya singkat.(adl)

Bantuan Terus Berdatangan

Listrik di Lokasi Kebakaran Sudah Menyala

MEDAN- Tiga hari empat malam warga Jalan Bahagia Gang Amal dan Gang Sederhana, Kelurahan Sukaraja, Medan Maimun, tidak bisa mempergunakan listrik pasca kebakaran yang menghanguskan 19 rumah.

Namun, Minggu (25/9) pagi sekira pukul 10.00 WIB, warga di sana sudah dapat menggunakan listrik kembali, setelah petugas PLN memperbaiki jaringan listrik di lokasi kebakaran tersebut.

Pantauan Sumut Pos dilokasi kebakakaran, pihak petugas PLN terlihat mulai memperbaiki instalasi listrik di lokasi kebakaran, seorang petugas terlihat memanjat tiang listrik mengganti beberapa kabel listrik yang sudah tidak bisa dipergunakan. Yuzar, Petugas PLN yang ditemui Sumut Pos di lokasi, memastikan warga kembali bisa menikmati listrik.
“Malam ini (tadi malam, Red) warga sudah bisa menggunakan listrik lagi,” terang Yuzar.

Lanjut Yuzar, pihak PLN melakukan pergantian meteran listrik milik warga yang sudah tidak terpakai akibat terbakar. Dalam pergantian meteran listrik tersebut, pihak PLN tidak ada memungut biaya.

“Ada beberapa rumah warga yang tidak ikut terbakar, namun meteran listriknya rusak akibat kebakaran itu, harus kita ganti, pergantian meteran ini tidak ada kita pungut biaya,” terang Yuzar.

Sementara itu, di Kantor Lurah Sukaraja terlihat bantuan masyarakat terus datang ke Posko Bantuan. Aula Kantor Lurah yang dijadikan tempat penyimpanan bantuan, nampak beberapa orang sibuk membungkus dan menyusun bantuan-bantuan dari masyarakat, pemerintah, maupun swasta.

Siswoyo ST, Lurah Kelurahan Sukaraja yang ditemui mengaku, sampai Minggu (25/9) pihaknya masih terus menerima bantuan. Mantan Lurah Sunggal ini mengaku, bantuan yang sudah disalurkan ke para korban kebakaran yang berjumlah 20 KK.(mag-5)

Penertiban Ternak Babi Mengambang

MEDAN-Penertiban ternak babi dan Rumah Potong Hewan (RPH) liar di Kota Medan hingga kini masih tak jelas dan mengambang. Padahal, sesuai janji Wali Kota Medan Rahudman Harahap, penertiban ternak babi dan RPH akan dituntaskan setelah Lebaran.

“Penertiban hewan berkaki empat di Kota Medan masih dalam tahap pembahasan. Dan kita akan melaporkannya dahulu kepada Sekda,” ujar Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Medan, Wahid, kemarin.
Beberapa waktu lalu, Pemko Medan tampak getol melakukan penertiban ternak babi di sejumlah kawasan Kota Medan. Sejumlah kawasan mampu dibersihkan dari ternak babi, namun sempat terjadi perlawanan termasuk di Jalan Tangguk Bongkar dan Medan Labuhan.

Setelah aksi perlawanan itu, penertiban ternak kaki empat terhenti, walaupun Sekda Medan Syaiful Bahri Lubis, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Wahid, dan Kepala Satpol PP, Kriswan, menyatakan penertiban akan terus dilakukan.
Ketua DPRD Medan, Amiruddin mengatakan kalau penertiban ternak kaki empat da RPH liar adalah utang dari Pemko Medan untuk melakukan penertiban untuk menegakkan Perda Nomor 23 tahun 2009 tentang larangan usaha ternak berkaki empat dan Keputusan Walikota Medan Nomor 423/754 K tentang pembentukan tim pengawas usaha ternak kaki empat.

“Pemko Medan harus tegas, penertiban hewan berkaki empat dan RPH liar adalah utang Pemko Medan yang harus dibayar untuk dilaksanakan. Selain itu, Pemko juga sudah melakukan serangkaian sosialisasi sebelum tindakan tegas dilakukan,” bebernya.(adl)

Dirut PD RPH Segera Defenitif

MEDAN- Pemko Medan segera menetapkan Dirut PD Rumah Potong Hewan (RPH) defenitif. Kebijakan ini dilakukan untuk menjawab kondisi RPH yang semakin memprihatinkan.

“Dalam waktu dekat kita akan menunjuk pimpinan PD RPH yang baru dan pimpinan yang baru ini akan melakukan berbagai perubahan-perubahan,” kata Sekda Kota Medan Syaiful Bahri, kemarin.

Disebutkannya, saat ini proses pengangkatan calon direksi BUMD di Medan masih berlangsung. “Pengangkatan calon direksi BUMD masih dalam tahap proses dan akan segera kita laporkan ke wali kota. Kita harapkan dalam waktu dekat akan segera ditunjuk pemimpin PD RPH yang baru,” tegasnya.

Syaiful mengakui, keprihatinannya terhadap kondisi PD RPH saat ini yang ditenggarai juga karena belum defenitif pimpinan PD RPH. Namun, ketika ditanyakan pastinya kapan pengangkatan pimpinan PD RPH ini dilakukan, Sekda Kota Medan belum dapat memastikannya. “Segera akan kita lakukan. Sehingga nanti pemimpin yang baru dapat melakukan perubahan dan dia juga dapat mengusulkan penyertaan modal untuk aset nantinya,” terang Syaiful.

Saat ini, lanjut Syaiful, kondisi PD RPH memang sudah memprihatinkan. Pasca penghentian sapi impor dan banyaknya pemotongan ternak secara ilegal semakin mempersulit kondisi BUMD ini.

Sebelumnya, Plt Direktur Utama PD RPH Medan Adios Gusri juga mengakui kondisi itu. Dia bersama seluruh karyawan hanya mencoba bertahan dengan tetap menerima pemotongan meskipun jumlahnya terus menurun.
“Kami terus berupaya bertahan dengan kondisi seperti sekarang ini. Meskipun pemotongan hanya tujuh atau delapan ekor sapi lokal, karyawan tetap bekerja,” katanya kepada wartawan.

Seperti diberitakan sebelumnya, pasca peristiwa penghentian sapi impor beberapa bulan lalu, pendapatan RPH memang menurun drastis. Retribusi sapi impor yang mencapai Rp55 ribu per ekor memang mendongkrak operasional RPH. Di tambah lagi sapi lokal yang retribusinya mencapai Rp44 ribu per ekor membuat operasional RPH cukup baik. (adl)