25 C
Medan
Monday, December 22, 2025
Home Blog Page 15343

Diimingi Jadi Honorer Puluhan Juta Lewong

MEDAN- Alih-alih menjadi pegawai honorer di Pemko Medan, malah uang puluhan juta yang lewong. Ini dialami tiga pemuda yang terbuai janji manis honorer di Bagian Umum Pemko Medan bernama Uut Ikbal Reza.
Ketiga pemuda tersebut yakni Chandra Pranata (26), alamat Jalan Pukat Banting IV No 50 Mandala Medan yang tertipu Rp35 juta. Wahyu Indra Atmaja (26), beralamat di Jalan Air Bersih No 149 B Medan yang telah menyetor Rp14 juta dan yang terakhir adalah Mirwan Syahputra (26) beralamat di Jalan Mistar No 23/25 Medan yang masih menyetorkan uang kepada oknum honorer Pemko Medan tersebut sebesar Rp15 juta.

Karena hal itu, pada akhirnya ketiga pemuda itu dan didampingi orangtua dari seorang korban melaporkan hal itu ke Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Pemko Medan, Senin (11/4).

Langkah itu diambil karena, mereka telah menyambangi rumah Ikbal di Jalan Garuda Gang Sidarum No 75 E. Sayangnya, mereka tidak bertemu dengan Ikbal. “Sebelum kami kemari, kami tadi sudah ke rumahnya. Tapi dia nggak ada. Yang ada kakaknya. Kata kakaknya, dia sudah setahun tidak pulang. Makanya kami kemari, karena di surat yang diberikannya ada tandatangan Kepala BKD Pemko Medan,” kata Mirwan Syahputra kepada Sumut Pos.
Sementara, orangtua seorang korban penipuan tersebut yang mengenakan seragam PNS yang engan menyebutkan namanya mengatakan, baik dirinya beserta anaknya serta dua pemuda lainnya bisa tertipu karena dari gaya pembicaraan si Ikbal terlihat meyakinkan. “Gayanya meyakinkan, karena Ikbal ini sempat mengaku sebagai Ajudan Sekda Medan,” katanya.

Namun, saat terus didesak untuk memberi penjelasan tersebut, ibu korban terlihat ketakutan dan tidak bersedia lagi memberi keterangan. Awalnya ibu tersebut sempat bertanya, jika dirinya serta anak dan dua pemuda lainnya memberi keterangan di media, apakah mereka menjadi yang disalahkan atau tidak.

Namun setelah diberitahukan, bahwa mereka tidak bersalah. Tapi tetap saja sang ibu tersebut ketakutan, dan mengajak anaknya serta dua pemuda lainnya untuk pergi meninggalkan BKD Pemko Medan.

Sebelumnya, baik Mirwan Syahputra, Wahyu Indra Atmaja dan Chandra Pranata menuturkan, upaya penipuan yang dilakukan Uut Ikbal Reza tersebut dilakukan sejak Oktober 2010 lalu dengan cara mendatangi mereka satu per satu ke rumah masing-masing.

Setelah itu, barulah mereka diminta Ikbal menyetor uang secara bertahap mulai dari Rp1 juta, hingga Rp5 juta sampai pada akhirnya mencapai Rp35 juta. Ada yang Rp14 juta dan Rp15 juta.

“Saya nggak sampai Rp35 juta, karena saya lihat kok lama-lama nggak jelas. Terakhir dia minta Rp5 juta. Dari situ saya mulai curiga. Katanya waktu itu, Kepala BKD Pemko Medan minta segera dilunasi agar SK-nya bias cepat dikeluarkan,” beber Wahyu Indra Atmaja yang dibenarkan Mirwan Syahputra, dan Chandra Pranata.
Sementara itu, salah seorang staf di BKD Pemko Medan yang tidak bersedia namanya ditulis menyatakan kepada Sumut Pos, dari surat yang diberikan oleh si oknum tenaga honorer tersebut kepada tiga pemuda tersebut tertera bulan Januari 2011, dan atas nama BKD Pemko Medan Parluhutan Hasibuan. Namun, pada Januari 2011 yang menjadi Kepala BKD Pemko Medan masih Lahum Lubis.

“Januari saja, yang kepala BKD nya masih Pak Lahum. Ini suratnya sudah atas nama Pak Parluhutan. Ini sudah jelas penipuan,” ungkap staf BKD yang selalu mengenakan jilbab tersebut.
Terkait hal itu, pihak Bagian Umum melalui Kasubbag Tata Usaha Sumiadi yang dimintai keteranganya menjelaskan, ada tenaga honorer di Bagian Umum Pemko Medan bernama Uut Ikbal Reza. Sayangnya, sudah beberapa bulan tidak pernah terlihat dan tidak pernah masuk kerja. “Ada, tapi sudah lama tidak masuk kerja,” katanya.
Sementara itu,  Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Medan Parluhutan Hasibuan menyangkal adanya tandatangan di surat yang diberikan Uut Ikbal Reza kepada tiga pemuda tersebut.
Pada kesempatan itu, Parluhutan Hasibuan menjelaskan, untuk pengangkatan pegawai honorer Pemko Medan saat ini adalah untuk pegawai honorer 2008. “Saat ini proses 2008. tahun 2009 belum. Pengangkatan pegawai honorer sesuai PP 48 Tahun 2005,” jelasnya.(ari)

Kroscek Data Kartu JPKMS

08126429xxx

Kepada Bapak Wali Kota Medan dan Lurah  Helvetia Timur tolong donk kroscek warga yang mendapatkan kartu Medan Sehat karena di lingkungan II  hanya orang yang dekat saja di daftar.

085275260xxx
Pak Wali Kota yang terhormat apakah ada pendataan atau pembagian kartu Jamkemas kembali di tahun 2011 ini karena saya sebagai warga merasa layak mendapatkannya tapi ternyata tidak dapat sangat-sangat membantu bagi kami pak mohon penjelasannya saya warga Jalan Pintu Air IV Gang Maju, Medan Johor. Terimakasih.

Lapor ke Camat

Terimakasih, kami jelaskan untuk warga yang merasa tidak mampu secara materi, sebaiknya melaporkan ke Pemerintahan Kecamatan. Sebab, untuk pendataan dalam hal kepesertaan kartu medan sehat atau Jaminan Pelayanan Kesehatan Medan Sehat (JPKMS) dilakukan kecamatan. Setelah ada surat miskin atau tidak mampu dari kecamatan, kami akan cek datanya untuk ditertibkn kartu kepesertaannya.

Sedangkan untuk Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), kami jelaskan program ini merupakan  milik Pemerintah Pusat, dengan sistem yang sudah dilakukan pendataan melalui Badan Pusat Statistik (BPS). Kami di Dinas Kesehatan Kota Medan hanya menerimanya setelah dilakukan verifikasi.

Untuk program Jamkesmas ini tidak bisa dilakukan pendataan secara rutin setiap bulannya, melainkan pendataan dilakukan setiap tahun sekali.

dr Edwin Effendy M Sc
Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan

Perbaiki Pendataan di Kecamatan

Pendataan kartu medan sehat ini tidak boleh dilakukan secara unsur kedekatan ataupun melalui jalur kepentingan lain. Kartu medan sehat hanya didapatkan melalui pendataan murni yakni benar-benar digunakan kepada orang yang tidak mampu secara materi.

Kami meminta kepada Dinas Kesehatan Kota Medan juga menampung keluhan warga melalui Puskemas yang ada di kecamatan, selanjutnya untuk diteruskan dan dicari solusi kepada warga yang memang tidak mampu. Hal ini juga sebagai bagian untuk pihak kecamatan agar lebih baik lagi melakukan pendataanya.

H T Bahrumsyah SE
Anggota Komisi B DPRD Medan

Guru Diminta Uang Urus Sertifikasi

Tolong kami dibantu para guru-guru di Kota Medan Perjuangan resah, kecewa dan tertindas atas perbuatan pegawai Dinas Pendidikan Medan Perjuangan yang bernama Latifa Hanum Siregar pada 14 Februari 2011 meminta uang kepada kami sebesar Rp100 ribu per orang sebagai tahap I untuk usul sertifikasi, padahal kami sekarang ini sekitar 120 orang. Kemudian, pada 22 Maret 2011 tahap ke II diminta Rp120 ribu per orang, sedangkan tahap I kami komunitas derita guru, tidak ada nama untuk usul sertifikasi. Kami yang telah menyerahkan uang sebesar Rp225 ribu tidak juga dipanggil. Kami sangat kecewa terhadap pungli. Mohonlah pak, Latifa Hanum Siregar segera ditindak tegas, kami ini guru yang susah dan gaji honor kami kecil. Kami tidak mau menyebutkan nama karena penuh resiko. Terimakasih Sumut Pos

Kami Cek Laporannya

Terimakasih pertanyaannya, pertama sekali saya sampaikan kami akan kroscek terlebih dahulu laporan ini. Kemudian, saya ingatkan kepada para guru jangan memberikan uang kepada siapapun dengan dalih apapun terkait sertifikasi guru. Apabila ada yang meminta, sebaiknya koordinasi terlebih dahulu dengan KUPT Dinas Pendidikan. Sehingga, bisa sama-sama dijaga.

Selanjutnya, kami berharap kepada para guru ini agar membuat laporan tertulis juga ke Dinas Pendidikan Kota Medan sebagai dasar kami memanggil orang yang dimaksud. Kami juga akan tindak lanjuti laporan ini ke KUPT Dinas Pendidikan di Medan Perjuangan.

Drs H Hasan Basri MM
Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan

Pasien Melahirkan Tertahan di Pirngadi

Tak Ada Uang

Malang betul nasib ibu enam orang anak bernama Sri Rezeki (38), warga Jalan Datu Kabu Pasar III, Desa Tembung, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang. Pasalnya, ibu itu harus mendekam di RSU Pirngadi lantaran tidak memiliki biaya persalinan dan Kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dari pemerintah.

Sejak Kamis (7/4) lalu, istri dari Yasril Tanjung (45) itu harus dirawat di RSU Pirngadi Medan. Ketika itulah, dirinya hanya memberanikan diri masuk ke rumah sakit tersebut tanpa memegang biaya untuk persalinan.

Setelah ditangani pihak medis RSU Pirngadi Medan, ibu enam anak itu akhirnya tak bisa pulang lantaran tidak memiliki uang untuk melunasi biaya persalinannya. Setelah empat hari di rumah sakit tersebut, baru diketahui bahwa Rezeki tak diberi pulang sebelum melunasi seluruh biaya tunggakan.

“Harusnya hari ini bisa pulang, tapi masalahnya karena dipikir bisa pakai Jamkesmas bisa keluar. Makanya diurus, ternyata tak bisa pulang juga karena tak ada duit, dan kartu Jamkesmas juga tak ada,”katanya ketika ditemui, Senin (11/4).

Dia mengaku, tak diberikan izin meninggalkan RSU Pirngadi oleh perawat di ruang V rumah sakit milik Pemko Medan itu. Sebab, ada tunggakan pembiayaan yang belum dibayarkan. Hal itulah yang membuatnya bingung dan memilih harus bertahan di rumah sakit tersebut.

“Tapi saya belum diketahui berapa jumlahnya, karena saya juga tak punya uang untuk membayarnya,” ucapnya.
Ditanyai kesehariannya, ibu enam anak ini mengakui, penghasilan suaminya hanya Rp750 ribu per bulan, sedangkan dirinya tidak bekerja. Dirinya hanya menjaga anak di rumah. Saat disinggung mengapa tak mengkonsumsi pil KB, “Saya sering lupa mengkonsumsinya, jadi sekarang sudah terbiasa tak mengkonsumsinya,” sebutnya.

Ketika disinggung mengapa dirinya langsung masuk saja ke RSU Pirngadi, Rezeki dijawabnya kenekatan itu lantaran RSU Pirngadi milik pemerintah, sehingga bisa menyediakan layanan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). “Ternyata harus menunjukkan kartu lagi, saya kan tak punya kartunya,”sebutnya.

Akibat itulah, dirinya harus tetap menginap dan dirawat di rumah sakit tersebut untuk menunggu proses selanjutnya. Kini, pihak manajemen RSU Pirngadi hanya meminta kepada pasien tersebut untuk melengkapi Kartu Keluarga dan KTP. Setelah adanya bukti administrasi itulah nantinya akan diproses. Direktur RSU Pirngadi Medan, Dewi F Syahnan menyebutkan untuk kasus tersebut pihaknya meminta agar pasien  melengkapi berkasnya. “Kami minta urus KK dan KTP nya. Itu harus ada, jika mau ditanggulangi secara gratis,”ucapnya.

Kepala Dinas Kesehatan Sumut, Candra Syafei menyampaikan, bagi pasien bersalin yang tidak memiliki biaya, bisa langsung ditangani gratis di rumah sakit milik pemerintah setempat.  Karena sudah ditanggung dalam APBD Pemprovsu. Tapi, kini rumah sakit belumbuat perjanjiannya. “Saya minta rumah sakit segera mungkin buat perjanjiannya dengan kami,” harapnya. (mag-7)

USU Rugikan Negara Rp9 Miliar

Dugaan Korupsi Pengadaan Alkes Fakultas Kedokteran

MEDAN-Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) terus melakukan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (Alkes) di Fakultas Kedokteran (FK) USU untuk rumah sakit pendidikan USU. Sejauh ini pihak Kejatisu telah menemukan beberapa dugaan penyimpangan pengadaan alkes yang anggarannya berasal dari Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja (PAPBN) 2010 senilai Rp39 miliar tersebut (bukan Rp38 miliar sebagaimana berita sebelumnya, Red). Demikian hasil penelusuran dan pernyataan sumber terpercaya wartawan Sumut Pos, akhir pekan lalu.

Untuk melengkapi berkas pemeriksaan, rencananya awal pekan ini pihak penyidik akan memanggil Prof DDM yang dianggap paling mengetahui proses tender pengadaan sejumlah alkes tersebut. Sebelumnya DDM dan tiga profesor lainnya, Prof SYP, Prof CHY dan Prof GLN, telah diperiksa tim penyidik untuk dimintai keterangannya. Akhir pekan lalu, tiga pejabat FK USU yang bertugas memeriksa barang juga telah diperiksa Kejatisu. “Jadwalnya Senin (hari ini, Red) Prof DDM diperiksa lagi,” ujar sumber internal di Kejatisu.

Sumber tersebut mengatakan, keterangan Prof DDM sangat penting untuk mengungkap dugaan korupsi. Disebutkannya, dari pemeriksaan sejumlah saksi, kasus mengarah kepada DDM. Pasalnya yang bersangkutan merupakan pimpinan proyek tersebut. “Ada keterangan yang didapat penyidik yang menyebutkan bahwa DDM bertanggung jawab mengarahkan agar rekanan tertentu memenangkan tender pengadaan alkes,” terang sumber tersebut.

Data yang didapat wartawan koran ini di Kejatisu menyebutkan, pengadaan alkes yang diduga bermasalah itu berjumlah lima item, masing-masing item terdiri dari beberapa unit. Lima alkes tersebut adalah: Mobile X-Ray, Cath Lab, CT Scan, Fluroscope dan Mamograph. Dalam dokumen dari pihak USU disebutkan, kelima item alkes yang terdiri dari beberapa unit tersebut, pengadaannya menghabiskan anggaran sebesar Rp39 miliar.

“Dalam hitungan penyidik berdasarkan sumber-sumber resmi, untuk pembelian alkes itu paling banyak menghabiskan anggaran Rp30 miliar. Sedangkan dalam dokumen USU disebutkan menghabiskan anggaran Rp39 miliar. Sedikitnya diduga ada selisih Rp9 miliar. Pengadaan alkes, juga tidak sesuai rencana kegiatan anggaran (RKA). Tapi untuk menentukan kerugian negara menunggu pemeriksaan BPKP, setelah pengumpulan informasi selesai kita lakukan,” tambahnya.

Dicontohkannya, dalam RKA untuk item alkes Mamograph direncanakan pengadaannya hanya lima unit, namun realisasinya berjumlah sepuluh unit. Tidak hanya itu, jumlah satuan harga untuk masing-masing unit juga dibengkakkan, tidak sesuai dengan dokumen RKA. “Modusnya, pengadaan barang tidak sesuai dengan satuan unit dan satuan harga dalam RKA. Harganya juga jauh dari harga sebenarnya, dari sinilah diduga ada mark up,” tambahnya.

Atas data yang disampaikan sumber wartawan koran ini di Kejatisu tersebut, wartawan koran ini akhir pekan lalu melakukan penelusuran di FK USU dan rumah sakit Pendidikan USU. Sejumlah sumber di USU yang dihubungi memilih bungkam. Mereka umumnya mengatakan tidak etis mengomentari masalah ‘di rumah sendiri’. Namun pada prinsipnya mereka tetap mendukung agar kasus itu segera dituntaskan. “Bersalah atau tidak, menyimpang atau tidak, harus segera diumumkan pihak Kejatisu,” ujar sumber tersebut.

Wartawan koran ini dalam tiga hari terakhir berupaya melihat alat tersebut di rumah sakit pendidikan USU. Namun petugas sekuriti tak memperkenankannya. Memasuki areal rumah sakit yang pembangunannya memasuki finishing akhir itu memang sangat sulit. Seluruh areal masih dipagar seng. Pintu masuk ke areal rumah sakit hanya satu, tepat dari Jalan Dr Mansur. Berbagai cara dilakukan, namun petugas sekuriti mengatakan, hanya pihak yang berkompeten yang boleh masuk ke rumah sakit tersebut.

Sumber wartawan koran ini di Kejatisu mengatakan, pihak penyidik telah meninjau alkes tersebut. Semua ‘barang baru’ tersebut masih dalam kotak. “Jumlahnya belasan kotak, sebagian masih terselubung plastik dan bahan berlapis styrofoam. Jumlahnya memang lengkap, tapi ya itu tadi, tak sesuai dengan RKA,” terangnya.

Informasi lain menyebutkan, sejumlah ruangan di rumah sakit Pendidikan USU terpaksan dibongkar, karena spesifikasi alkes tidak sesuai rencana sebelumnya. Agar alkes muat, sejumlah ruangan direnovasi ulang.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajatisu), Sution Usman Adji, yang dikonfirmasi pekan lalu, terkait perkembangan penyelidikan dugaan korupsi alkes USU mengatakan, pihaknya masih berkutat pada pengumpulan informasi. “Kita masih evaluasi dan masih mengumpulkan segala bentuk informasi. Kita belum bisa menjabarkan pada media, karena kita masih melakukan evaluasi dari penyelidikan tersebut. Memang ada beberapa (petinggu USU, Red) yang diperiksa kemarin. Namun belum bisa diekspos kerena kita hanya mintai keterangan sebagai saksi saja,” tutup Sution.

Prof DDM: Perintah Rektor Tanya Humas

Upaya melakukan konfirmasi atas berbagai persolan pengadaan alkes FK USU, telah maksimal dilakukan. Namun jawaban yang diberikan Prof DDM, orang yang dianggap paling mengetahui proyek yang kini dilidik Kejatisu itu, tak memuaskan. Padahal wartawan koran ini hanya ingin memberikan ruang untuk pihak USU membela diri dengan pernyataan dari pihak-pihak yang terkait langsung.

Wartawan sengaja ingin memberikan tempat seluas-luasnya kepada Prof DDM, yang ditengarai merupakan Pimpro Pengadaan Alat Kesehatan tersebut. Sabtu (9/4) tepat pukul 09.15 WIB, wartawan sengaja mendatangi FK USU untuk menemui DDM yang tak lain adalah seorang guru besar di fakultas tersebut, namun tak berhasil.

Begitu juga saat wartawan mendatangi Gedung Biro Rektor USU pukul 10.00 WIB untuk menemui DDM yang juga staf ahli Pembantu Rektor III USU. Pada kesempatan tersebut, DDM tak berada di tempat.

Tak habis akal, pukul 11.20 WIB, dengan bertanya kepada satpam kampus, wartawan berhasil mendapatkan alamat rumahnya di di Jalan Tridharma No 114, komplek kampus USU. Setelah 15 menit mencoba mengetuk gagang pengunci gerbang rumah, tak seorang pun penghuninya yang keluar rumah.

Wartawan lalu bertanya kepada satpam yang berjaga di rumah tetangga, satu rumah dari rumah Prof DDM. “Ada anaknya di rumah itu Bang, kalau profesornya tak ada, mungkin masih ngajar di Pascasarjana USU,” jelasnya.
Kembali mencoba mengetuk gagang pengunci gerbang rumah, tetap saja tak seorangpun yang menyahut dari dalam rumah.

Berbekal informasi dari satpam, wartawan mendatangi Fakultas Pascasarjana USU. Bertanya di bagian administrasi, ternyata Prof DDM mengajar di Fakultas Pascasarjana Kesehatan Masyarakat program doktoral (S-3). “Namun, saat ini program doktor sedang libur. Jadi beliau tak datang ke kampus,” ujar seorang staf yang tak ingin namanya dikorankan.
Wartawan mencoba mengonfirmasikan pertanyaan tersebut ke Kabag Humas USU Bisru Hafi. Awalnya wartawan mengirimkan pesan singkat (SMS) dengan meminta tanggapan tentang permasalahan di atas. Namun, hingga berita ini dimuat, Bisru tak mengirimkan balasan SMS konfirmasi. Saat beberapa kali dihubungi ke telepon selularnya, Bisru tak mengangkat.
Keesokan hari, Minggu (10/4) wartawan kembali mencoba mendatangi rumah Prof DDM, sekira pukul 14.10 WIB. Sama seperti hari sebelumnya, rumah tersebut seperti tak berpenghuni, tak ada orang yang menyahut panggilan.
Sekira pukul 16.00 WIB, wartawan mencoba menelepon ke nomor telepon selular Prof DDM dengan nomor yang belum pernah digunakan menelepon Prof DDM sebelumnya. Tapi, tak seperti yang diharapkan, beliau hanya mengalihkan wawancara kepada Humas. “Wah, kalau soal itu langsung ke Humas USU saja. Itu sesuai perintah rektor, tak ada yang boleh memberikan jawaban selain Humas,” katanya seraya menutup teleponnya. (saz/rud)

Kapal Indonesia Bidik 4 Heli Malaysia

Indonesia-Malaysia Memanas Lagi

BELAWAN- Ketegangan di perbatasan perairan Indonesia-Malaysia terulang kembali. Pemicunya, penangkapan dua kapal nelayan Malaysia yang menangkap ikan di perairan Indonesia, Kamis (7/4) lalu. Penangkapan dua kapal nelayan Malaysia itu terjadi pada 25 mil laut dari perbatasan Malaysia-Indonesia dan 45 mil laut barat daya Penang.
Drama menegangkan terjadi antara aparat penjaga laut Indonesia dan Malaysia setelah kapal nelayan yang diduga mencuri ikan di perairan Indonesia digiring petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ke perairan Belawan.

Tak lama kemudian, empat helikopter Angkatan Laut Kerajaan Malaysia dan Badan Penegakan Maritim Malaysia (APMM) menggunakan pengeras suara. Mereka  mengintruksikan otoritas Indonesia untuk  melepaskan perahu-perahu itu karena mereka masih berada di perairan Malaysia, namun perintah itu diabaikan

Dalam berita yang dilansir The Star edisi Minggu (10/4), petugas Indonesia mengarahkan senjata ke arah helicopter Malaysia. Petugas negara jiran itu mengklaim ‘menahan diri’ alhasil hal yang tidak diinginkan bisa dihindari.
“Aparat Indonesia dari atas perahu mengarahkan senjatanya ke heli-heli ketika mereka (heli-heli, red) berusaha mencegah mereka (aparat Indonesia) melewati perbatasan,” tulis Kementerian Pertahanan (Kemhan) Malaysia dalam statemennya.

Otoritas Malaysia tidak melakukan tindakan lebih lanjut terhadap perahu aparat Indonesia untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan. Perahu nelayan Malaysia itu dibawa melintasi perbatasan sekitar pukul 15.50.
Menteri Perikanan dan Kelautan Fadel Muhammad mengatakan, “Petugas DKP telah menjalankan tugasnya menegakkan kedaulatan negara. Nelayan Malaysia itu ditangkap karena memasuki wilayah perairan Indonesia secara ilegal walaupun telah diberikan peringatan oleh Petugas KKP. “Karena melanggar perbatasan tentu saja harus diamankan,” singkat dia.

Fadel membantah aparatnya tak mengarahkan senjata ke helikopter Malaysia. Dia mengatakan helikopter itu justru mengejar petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) saat menangkap kapal nelayan Malaysia yang memasuki perairan Indonesia. “Kita justru dikejar oleh mereka. Kita punya laporan dari Dirjen Pengawasan,” kata Fadel.

Sebelumnya, dua kapal berbendera Malaysia  KF 5325 GT. 75,80 yang dinahkodai Mr KLA dan KF 5195 GT. 63,80 yang dinakhodai Mr NHOI ditangkap kapal pengawas HIU 001 bersama 45 orang anak buah kapal (ABK) berkewarganegaraan Thailand.

Penangkapan dua kapal yang diduga melakukan illegal fsihing di perairan Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia Perairan Zona Ekonaomi Ekskutif Indonesia (ZEEI) Selat Malaka.

Kepala Stasiun Direktorat Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Mukhtar penangkapan dua kapal illegal fishing Malaysia itu karena menangkap ikan di perairan Indonesia 7 April 2011, tanpa dilengkapi surat izin atau dokumen resmi seperti surat Izin usaha perikanan (SIUP) dan surat izin penangkapan ikan (SIPI) dari pemerintah RI.

Serta, penggunaan alat tangkap yang digunakan trawl melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf (b) Jo pasal 92 Jo pasal 93 ayat (2) Jo pasal 86 ayat (1) UU No. 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. “Karena mereka tidak bisa menunjukkan dokumen resmi izin menangkap ikan di perairan Indonesia makanya kita amankan,” kata Mukhtar.

Sementara itu, aparat Malaysia dikabarkan melakukan aksi balas dendam terhadap nelayan Indonesia di George Town, Penang. Kantro berita Malaysia, Bernama melaporkan bahwa aparat APMM telah menahan 4 nelayan Indonesia di dekat Pulau Kendi, Sabtu pagi. Keempatnya berusia antara 16 dan 19 tahun, ditangkap sekitar pukul 3 dinihari.

“Pengecekan menunjukkan perahu itu berasal dari Belawan dan tidak ada satu pun dari mereka memiliki dokumen perjalanan yang valid,” ujar Komandan Penegakan Maritim Penang, Robert Teh Geok Chuan.
Dia menuturkan, keempatnya ditahan berdasar UU Perikanan karena memasuki perairan Malaysia untuk menangkap ikan secara ilegal. Mereka juga dijerat dengan UU Imigrasi karena tidak memiliki identitas valid dan surat perjalanan.(ril/zul/smg/jpnn)

Siap Kasar Demi Target

Pengakuan Debt Collector di Medan

MEDAN-Persoalan hukum karena perbuatan brutal debt collector atau penagih utang, tidak hanya terjadi di Jakarta. Di Medan pun hal yang sama terjadi  (Baca: Mengaku tak Utang, tetap Ditagih).  Penasaran dengan tindak tanduk mereka, Sumut Pos menelusuri kiprah para penagih utang tersebut.

Satu yang berhasil ditemui adalah H (45) warga Jalan Prof HM Yamin SH. H merupakan satu di antara debt collector di Medan yang jasanya pernah digunakan City Bank, Danamon, BCA dan lainnya. “Sekarang saya memilih jalan sendiri, kalau dibutuhkan perusahaan atau orang untuk menagih, saya baru jalan,” beber ayah tiga anak ini.
Pria yang sudah 20 tahun terjun sebagai debt collector ini mengaku tidak masuk dalam struktur karyawan ataupun organisasi di bank-bank tersebut. Jasa debt collector dibentuk dari sebuah perusahaan jasa lalu bekerja sama dengan bank yang ada di Indonesia. “Sistem kerjanya, pihak bank memberikan job kepada perusahaan penjual jasa debt collector dengan perjanjian 25 persen. Kasarnya, dari total tagihan kami mendapat 17 persen sedangkan perusahaan jasa mendapat 8 persen jika kami berhasil menagih,” beber pria bertubuh atletis ini.

Ketika ditanya nama perusahaan jasa tempatnya bekerja dulu, H enggan menyebutkan dengan alasan situasi debt collector sekarang yang sedang hangat-hangatnya diperdebatkan. “Kalau tidak dalam kondisi sekarang ini, saya mau menceritakan tapi keadaannya sekarang berbeda,” kilahnya.

Selama menjalankan tugas berbagai cara dilakukan. Mulai bertindak halus hingga kasar. “Kalau cara halus gak bisa terpaksa kasar. Kalau tidak seperti itu, kami tidak akan mencapai target karena perusahaan menekan memberi target kepada kami,” bebernya.

Lalu, H menceritakan pengalamannya saat menagih utang nasabah salah satu bank di Medan. “Namanya tidak usah kita ungkap ya, sebut saja si A. Dia itu punya utang hampir Rp1 miliar, cicilan kredit macet dan kami mendapat tugas untuk menagihnya. Saya dan dua rekan kesulitan mencarinya karena alamat rumahnya sudah pindah,” kenangnya.

Dengan kondisi seperti itu H dkk terpaksa mencari informasi. Beruntung mereka mendapat kabar bahwa si A itu bersembunyi di Belawan. “Kami langsung membawanya kembali ke Medan dan kami menyekapnya di suatu ruangan. Di ruangan itu kami menginterogasi. Maaf cakap, berbagai cara kami lakukan agar ia bisa membayar utangnya,” katanya.

Namun itu dulu, sekarang Hasril memilih jalan sendiri sebagai debt collector dengan risiko yang tidak terlalu besar. “Terus terang, risiko seperti itu besar sekali. Sekarang ini tidak bisa dilakukan seperti itu lagi karena masyarakat sudah tahu banyak tentang hukum. Kalau kita tidak pintar, kita bisa diadukan kasus penculikan dan penganiayaan,” tuturnya.

Saat ini, H menjadikan pekerjaan debt collector hanya untuk kerja sampingan. Ia kini lebih banyak terjun ke bisnis jual beli sepeda motor. “Kalau ada sepeda motor mau ditarik dari showroom biasanya saya ambil job itu. Lumayan, Rp600 ribu per sepeda motornya,” akunya.

T (25), debt collector lain yang berhasil ditemui mengaku pekerjaan itu sangat rumit. Pasalnya, kalau tak mencapai target, honor dipotong. “Kalau masih magang paling dikasih honor Rp900 ribu. Selain dipotong kalau tak mencapai target, kadang uang makan pun dipotong,” aku T yang aktif sebagai penagih utang sejak 2008 lalu.

Kini T telah mapan bekerja di sebuah perusahaan yang tidak berhubungan dengan hal itu. “Pokoknya kita kayak marketing-marketing itulah. Makanya, saya keluar dan hanya tahan bertugas selama setahun saja,” tambahnya.
Apakah pernah melakukan tindak kekerasan saat melakukan penagihan? “Wah, kita tak pernah, paling keras kita cuma memberikan peringatan saja,” tambah T.

Ketika ditanya soal peringatan yang dimaksud, T hanya tersenyum. “Ya, begitulah,” kekehnya.
Lain hal dengan S (48) warga Medan Johor. Menurutnya untuk menjadi debt collector bisa dilakukan siapa saja.”Saya saja pernah menjadi debt collector, padahal saya bekerja di pemerintahan,” akunya.

Hanya saja cara yang dilakukan S berbeda dengan debt collector pada umumnya. Ayah tiga anak lebih lebih mengedapankan pendekatan secara persuasif ataupun kekeluargaan saat penagihan utang. “Tidak perlu keras-keras saat melakukan penagihan cukup kita lakukan pendekatan secara kekeluargaan, jika yang ditagih ngotot hukum kan ada, karena negara kita kan negara hukum,” katanya.

Sukri biasa mendapat job dari kerabatnya untuk menegih utang. Ia tidak berlindung di satu perusahaan.”Emang sih saya pernah ditawari perusahaan untuk menjalin kerja sama dalam hal penagihan utang, tapi saya tolak karena mereka harus ada target. Bagusan sendiri, sekalian menolong orang susah,” ujarnya.

Soal penagih utang yang marak belakangan ini memang mengarah ke kartu kredit. Karena itu, Sumut Pos pun mencoba mencari tahu, kenapa orang tertarik menjadi pengguna kartu tersebut. Faktor yang menjadi pengikat ternyata tak hanya soal uang yang bisa dikredit. Namun, kadang terletak pada siapa yang menawarkan kartu itu. Widani, salah satu Sales Promotion Boy kartu kredit yang sejak beberapa bulan lalu sudah bekerja untuk mendapatkan nasabah kartu kredit pun ditemui.

Menurut Widani, menguasai dan memahami produk yang dijual menjadi salah satu modal untuk mendapatkan nasabah. Bukan hanya itu, pintar bicara dengan memuji para calon juga merupakan suatu standar yang harus dimiliki. “Karena kita harus bisa membujuk calon nasabah,” ujar Widani.

Untuk pendapatan, gaji pokok biasanya sekitar Rp1 juta hingga Rp1,5 juta. Dan akan mendapatkan lebih bila mendapatkan nasabah. Dan nasabah tersebut tergantung nilai kartu kredit yang ditawarkan. Semakin besar nilai limitnya, semakin besar pula bonus yang didapat.

Noor, Sales Promotion Girls di salah satu bank juga menyatakan hal senada. “Dapat nasabah yang daftar saja sudah lumayan kok,” ujar Noor yang memiliki rambut panjang ini.

Salah satu yang harus diperhatikan adalah cara mendekati calon nasabah. “Jangan sampai calon nasabah tersebut ketakutan dengan kita,” tegasnya. (azw/mag9)

Kesempatan Menjadi Bintang Film

Road to Famous

Ingin menjadi bintang film? Kesempatan itu segera terbuka bagi warga Medan. Talen-talen muda diundang mengikuti Bintang Film dan Bintang Suara bertajuk Road To Famous.

Audisi yang bertujuan mendukung produksi film layar lebar yang diprakarsai EBM FilmCorps bekerjasama dengan komunitas Pekerja Film Sumatera Utara tersebut, akan memilih 24 kandidat kategori bintang film dan 15 kandidat kategori bintang suara.

Creative Director dari EBM FilmCorps Ade Asmorodjoyo kepada Sumut Pos Minggu (10/4), mengungkapkan, proses audisi telah dan akan digelar di beberapa kota. Audisi di Kota Pematangsiantar sudah dilakukan di Wisma Gandaula di Jalan Melanton Siregar No 125, Sabtu (9/4). Dari Siantar, Audisi akan bergerak ke Padangsidimpuan, kemudian berturut-turur ke Tarutung, Rantauprapat, Kisaran, Lubuk Pakam, Binjai dan berakhir di Medan pada 5 Mei 2011. “Kita berharap masyarakat Sumatera Utara dapat mendukung kegiatan audisi positif ini,” ungkap Ade Asmorodjoyo.
Setelah audisi selesai, proses akan dilanjutkan dengan tahapan pembuatan pra produksi film yang judulnya masih dirahasiakan, 15 Mei 2011. Kemudian tahapan yang paling ditunggu-tunggu oleh para pemenang audisi adalah syuting film, dijadwalkan pada 28 Mei 2011 mendatang.

Lokasi-lokasi yang akan dipakai untuk syuting kesemuanya berada di Sumatera Utara. Sekitar 45 persen berlokasi di Medan, 50 persen di Kabupaten Toba Samosir (Tobasa) dan sisanya mengambil lokasi di Kabupaten Simalungun.

Ade Asmorodjoyo mengapresiasi tingginya animo masyarakat Sumatera Utara, khususnya di Pematangsiantar dalam mengikuti audisi Road To Famous. Proses audisi yang diikuti 300 peserta yang sebelumnya mendaftar di Radio BOSS FM  itu berlangsung hingga Minggu (10/4) dini hari kemarin. Pesertanya bukan hanya kalangan pelajar dan mahasiswa, para ibu rumah tangga juga turut serta meramaikan audisi. Para kandidat yang lolos pada audisi tahap pertama di Pematangsiantar, akan diumumkan Selasa, 12 April 2011 di harian Sumut Pos.
Ade Asmorodjoyo berharap, trend positif di Siantar ini diharapkan berimbas pada kota-kota lain yang menjadi tempat audisi nantinya.

Medan Pusat Film
Kegiatan audisi ini juga mendapat dukungan dari Wali Kota Medan Rahudman Harahap. Melalui Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Medan Busral Manan,  Pemko Medan menyatakan, even tersebut akan memberi dampak positif bagi Sumut dan Medan khususnya, terutama dalam menggali potensi-potensi masyarakat khususnya di bidang perfilman. “Dunia film ini merupakan media eksplorasi diri, menunjukkan perkembangan kebudayaan dan hal positif lainnya. Dan patut digarisbawahi, Medan juga memiliki talenta-talenta muda yang berkualitas dalam bidang kesenian, khususnya seni peran. Maka dari itu, kami selaku bagian dari Pemerintah Kota Medan menyambut baik kegiatan itu dan mendukung sepenuhnya ketika audisinya di Medan,” ungkapnya.

Melalui kegiatan ini, Busral berharap Medan menjadi salah satu pusat perfilman setelah. Dan begitu pula dengan daerah-daerah lainnya. ”Bukan tidak mungkin nantinya Medan menjelma menjadi pusat produksi film setelah Jakarta,” tambahnya. (ari)

Curi Dompet Kosong, Prajurit TNI AD Tewas Dimassa Warga Padangbulan

MEDAN-Seorang prajurit TNI AD, Kopral Satu TNI Surya Darma Nasution (29) tertangkap tangan melakukan pencurian di kamar kost di Jalan Pembangunan Gang Masjid, Kecamatan Selayang, Minggu (10/4) pagi pukul 05.30 WIB.

Massa sekitar 70-an orang yang umumnya anak mahasiswa dari berbagai fakultas di sejumlah universitas di Medan itu marah. Mereka menduga, Surya terkait sejumlah aksi pencurian yang kerap terjadi di sekitar kost-kostan di daerah yang dikenal dengan wilayah Kampung Susuk itu. Tanpa ampun, Surya dipukul dan ditendang. Bahkan ada yang memukul dengan balok dan batu.

Polisi yang datang setelah dihubungi pihak kepling setempat, membawa prajurit yang sekarat itu ke Rumah Sakit Bhayangkara. Diperkirakan, Surya meninggal di perjalanan. Jenazahnya kemudian disemayamkan di Rumkit Putri Hijau.

Empat saksi  dibawa Polisi ke Mapolsek Medan Sunggal, termasuk penghuni  kamar kost Abdul Yakup Harahap (22) dan Rizky Harahap (19).

Kopral Satu TNI Surya Darma Nasution diduga melakukan pencurian di kamar kost No 2A di Jl Pembangunan, Gg Mesjid, Kel PB Selayang II, Medan Selayang. Kamar itu ditempati milik dua pria bersaudara Abdul Yakup Harahap (22) dan Rizky Harahap (19). Saat kejadian, keduanya baru saja pulang Salat Subuh di Masjid Nurul Hidayah di sekitar Jalan Pembangunan.

Saat keduanya merebahkan tubuh, Abdul mendengar suara pintu dibuka. Aksi itu sungguh mulus dilakukan oleh prajurit ini. Engsel kunci pintu sangat mudah dibuka karena pintu yang berwarna coklat itu sudah usang. Penasaran, dengan mata setengah terpejam Abdul sesosok pria masuk ke kamar dan memegang dompetnya yang tak berisi.

Merasa kamar kostnya disatroni maling, Abdul dan Rizki berinisiatif langsung mengunci dan menyekap pria tersebut untuk ditanyai. “Dari pengakuannya, dia seorang oknum tentara yang tinggal di Asrama Yonif 126 Kisaran, Kabupaten Asahan,” ujar Surya yang sudah tidak percaya dengan orang yang tak dikenal itu.

Tidak percaya dengan pengakuan pria tak dikenal itu, Abdul dan saudaranya membangunkan seluruh penghuni kost dan bersama-sama menginterogasi pria itu. “Dia mengaku mau mencari kawannya bernama Dedi. Setahuku tidak ada yang namanya Dedi, karena sudah tiga tahun di sini tak ada yang namanya Dedi,” ucap Abdul lagi.

Karena geram dan tidak menemukan solusi, seluruh penghuni kost yang merasa oknum tersebut berniat jahat menjadi emosi. Tanpa dikomando, mereka langsung menghajarnya.

“Kekesalan warga, belakangan ini sudah terjadi enam kali pencurian laptop dan HP milik penghuni kost di sini,” tambah Abdul.

Walau telah minta ampun, massa yang semakin makin ramai dan beringas terus mengahajarnya. Apalagi saat dilakukan pemeriksaan isi dompetnya, terdapat identitas KTA (Kartu Tanda Anggota, Red) oknum tentara bernama Surya Darma Nasution dengan pangkat kopral satu.

Mengetahui hal tersebut, masa yang memegang balok dan beberapa batu malah ikut menghantam wajah Surya hingga ia pingsan. Dalam kondisi bersimbah darah tak berdaya, massa membiarkan Surya tergeletak di halaman.
“Tidak berapa lama, kepolisian yang telah dihubungi Kepling setempat datang dan mengevakuasinya ke Rumah Sakit Bhayangkara,” ujar Rizki yang terengah-engah.

Menurut informasi, Surya yang sudah kritis tewas dalam perjalanan menuju RS Bhayangkara. “Karena berasal dari kesatuan tentara, dia dibawa ke Rumkit Putri Hijau (untuk disemayamkan),” kata Rizki lagi.

Ditempat terpisah, Fatimah dan Wiwid, penghuni kost putri yang berada di seberang kost Abdul dan Rizki mengaku pernah melihat Surya masuk ke tempat kost mereka, sekitar dua minggu lalu. “Saat ditanya dia mengatakan mencari Putri. Padahal tak ada penghuni kost bernama Putri, kemudian dia pergi dengan santai dari sini, “ kata Mahsisiwi USU tersebut.

Dari informasi yang diperoleh, Kotu Surya tinggal di asrama di kawasan Mariendal. Wartawan koran ini pun datang ke asrama tersebut. Sejumlah warga yang tinggal di asrama itu tak ada yang bersedia memberi keterangan. Namun menurut seorang pemilik kedai, tak ada Surya Darma Nasution yang tinggal di asrama tersebut.

Sedangkan PJS Kapendam I/BB, Mayor Fatimah saat dikonfirmasi  melalui via telepon mengatakan Kopral Satu TNI Surya Darma Nasution sudah empat bulan pindah dari kesatuan Yonif 126 Kisaran. “Sekarang dia di Kesdam. Tapi kita belum tahu di Kesdam mananya, di Rumkit itu juga Kesdam,” ungkap Fatimah.

Komandan Korem 022/PT Kolonel Inf , melalui Kepala Penerangan Korem 022/PT, Mayor CAJ Prinaldi, menegaskan kabar kalau Kopral Satu TNI Surya Darma Nasution tidak lagi bertugas di Batalyon 126/KC, Kisaran.
“Memang benar, dulunya, dia (Koptu Surya Darma,red) adalah personil di Yonif 126/KC. Namun, sekarang tidak lagi. Dia sudah pindah tugas ke Kesdam,” ujar Prinaldi.

Hal senada disampaikan Komandan Batalyon Infanteri 126/KC, Letkol Inf Eppy Gustiawan SIP. Danyon, yang dikonfirmasi melalui Pasiintel Lettu Inf Setiawan Hadi Nugroho membenarkan, Koptu Surya Darma pernah berdinas di batalyon yang bermarkas di Bunut, Kisaran tersebut. Namun, masa tugasnya di kesatuan itu, terbilng singkat, karena tidak sampai hitungan tahun.

Desember 2010 silam, Koptu Sury Darma yang berlatar belakang kesehatan itu pindah tugas ke Kesehatan Kodam 1/BB (Kesdam) di Medan. Bahkan, saat bertugas di Batalyon 126/KC pun, Koptu Surya Darma berstatus personel DP (Diperbantukan). “Di sini (Yonif 126/KC, Red) dia berstatus DP, bukan pasukan organik. Dia diperbantukan ke Batalyon ini, dari Kesdam,” ujar perwira ini dengan ramah.(ing/smg/adl)

Kualitas Cetak Buruk, Langsung Dihancurkan

Melongok Ketatnya Pengamanan Percetakan Soal UN di Percetakan Balai Pustaka

Setiap tahun, masalah kebocoran soal Ujian Nasional (UN) selalu menjadi isu utama yang mengotori niat pemerintah mewujudkan penyelenggaraan UN yang bersih. Untuk bersih betul, memang sulit, karena banyak celah yang bisa dimainkan oknum nakal. Bagaimana sebenarnya proses pencetakan soal UN tahun ini?

Nicha-JPNN, Jakarta

Mendiknas M Nuh melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke percetakan soal UN di Percetakan Balai Pustaka, Jakarta, Sabtu (9/4). Berdasarkan informasi yang digali JPNN, sejumlah karyawan sebenarnya sudah mencium agenda sidak Nuh. Hanya saja, dari tindak-tanduk para petugas, tampak mereka sedikit panik.

Pada saat memasuki pintu gedung percetakan, semua rombongan Nuh diperiksa satu persatu dan harus meletakkan segala barang bawaannya dan mengganti sepatu dengan sendal jepit khusus. Petugas pemeriksa di depan pintu ruang percetakan juga tak segan-segan memeriksa sang menteri beserta beberapa staf kemdiknas lainnya.

Saking ketatnya, beberapa awak media yang ikut dalam rombongan Nuh tidak semuanya diperkenankan masuk. Terutama untuk para fotografer dan kameramen. Mereka harus menuju balkon di lantai atas, dan hanya bisa mengambil gambar melalui layar CCTV dan juga jendela kaca yang tertutup rapat.

Bagi beberapa reporter yang diperkenankan masuk ke ruangan percetakan pun juga harus meletakkan barang-barang bawaannya yang dimasukkan ke depan plastik yang sudah disediakan.

Barang-barang bawaan yang dimaksud adalah tas, memo, pulpen, kamera pocket, handphone, dan lainnya. “Maaf, kami terpaksa melakukan ini karena sudah prosedur. Kalian diperbolehkan masuk hanya bawa badan saja,” seru seorang petugas keamanan.

Sesampainya di dalam ruangan, Nuh yang mengenakan kemeja batik berwarna cokelat tua tersebut nampak serius melihat setiap sudut di dalam ruangan percetakan. Lalu, ia nampak terkejut ketika melihat banyaknya tumpukan soal-soal UN yang dihancurkan oleh mesin menghancur kertas. “Kenapa ini dihancurkan?” sergah Nuh.
Petugas pengawas percetakan, Aris Pandong lantas memberikan penjelasan. Dikatakan, tumpukan kertas soal tersebut adalah soal-soal yang salah cetak, kualitas warnanya buruk dan juga kertas soal yang berlebih. “Kita ketika mencetak soal ini, kualitas warnanya harus disetel terlebih dahulu sampai kita mendapatkan hasil cetak dengan kualitas warna yang bagus. Nah, yang tidak bagus kita langsung hancurkan dengan mesin khusus,” jelas Aris.
Nuh semakin penasaran dan ingin melihat di mana tempat penghancuran kertas tersebut. Lantas, Nuh dan juga beberapa staf Kemdiknas serta beberapa reporter diajak masuk ke dalam ruang penghancuran kertas tersebut. Di dalam ruang penghancuran kertas itu tak berbeda seperti layaknya ruang sampah, namun bedanya jenis sampahnya hanya sampah kertas berwarna putih.

Suasana ruang penghancuran kertas itu pun dikelilingi kabut debu kertas yang sangat tebal. Sehingga, beberapa rombongan dari kami tak tahan untuk segera keluar dari ruangan tersebut, karena membuat napas sesak. Ya, seharusnya kami memang menggunakan masker khusus. Akan tetapi pada saat itu, kami langsung masuk dan tidak menggunakan masker karena kita tidak menyangka jika di dalam ruangan sampah kertas itu begitu buruk.

Soal UN yang dibagi ke dalam lima tipe soal tersebut, dipisahkan masing-masing empat lembar. Sehingga, jika semua soal tersebut digabungkan berjumlah 20 lembar soal yang dimasukkan ke dalam plastik khusus dan kemudian dimasukkan kembali ke dalam amplop cokelat  bersegel. “Plastik yang gunakan adalah plastik khusus. Plastik ini sulit disobek. Sehingga, kalau ada yang berusaha untuk membongkar plastiknya pasti akan terlihat tandanya,” jelas Aris.
Lalu, untuk pintu ruang penyimpanan soal yang sudah dicetak, juga nampak dikunci dengan gembok yang dibalut dengan plester atau solasi. Bagi siapa yang ingin masuk ke ruangan tersebut, harus tanda tangan dan mengunci serta meyolasi kembali gembok tersebut. Menariknya, bahkan soal yang salah cetak dan lembar soal yang berlebih, segera dihancurkan yang kemudian masuk dalam alat peleburan.

Selepas keluar dari ruang penghancuran kertas atau naskah UN, Nuh kembali berkeliling ruangan percetakan sembari memperhatikan beberapa karyawan yang sibuk memasukkan soal-soal UN yang sudah jadi ke dalam plastik dan amplop bersegel. “Kira-kira kapan ini semua mulai didistribusikan?,” tanya Nuh kepada pengawas. Salah seorang pengawas menjawab bahwa soal UN akan sampai di rayon pada H-1 sebelum pelaksanaan UN berlangsung. “Namun, untuk wilayah di Kepulauan Seribu, kami akan mulai mengirim pada H-2 karena jaraknya yang jauh,” tukasnya.
Proses pencetakan soal ujian nasional (UN) untuk jenjang pendidikan sekolah menengah atas (SMA) dan sederajat telah selesai. Untuk saat ini sudah memasuki fase pengemasan atau packaging. “Sekarang sudah selesai dan sudah memasuki fase packaging. Sedangkan untuk soal UN jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) masih belum selesai. Lagi pula pelaksanaannya kan seminggu setelah pelaksanaan UN SMA,” terang Nuh.

Nuh juga sempat berceletuk kepada awak media yang ada di dalam ruangan percetakan tersebut. “Sekarang fasenya kan packaging. Mengapa saya berani mengajak kalian ke percetakan sekarang? Karena proses pencetakan soal sudah selesai. Kalau dalam proses pencetakan kita berkunjung ke sini itu menjadi bagian yang harus diwaspadai,” jelasnya.
Mantan Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) juga menegaskan, pihaknya akan selalu mengawal di saat proses pendistribusian soal UN dari percetakan hingga ke rayon. Selain itu, dirinya juga mengimbau agar masyarakat jangnlah berpikiran negatif bahwa titik rawan kebocoran diartikan sebagai titik yang pasti terjadi kebocoran soal UN.
“Rawan itu bukan berarti pasti bocor. Tetapi, rawan itu memang berpotensi untuk terjadi kebocoran. Tapi saya selalu bilang sama kawan-kawan justru dari potensi-potensi itulah yang harus kita cermati. Kan titiknya kan percetakan, distribusi, rayon. Selain itu, kalau katanya ada Kepsek yang ditekan oleh Kadisdiknya, saya kira bukan jamannya,” paparnya.

Sebelum mengakhiri sidak, kepada wartawan Nuh mengimbau kepada seluruh orang tua siswa atau peserta UN untuk tidak mudah tergoda dengan adanya tawaran bocoran soal UN.

“Masyarakat khususnya orang tua harus yakin bahwa jangan sampai terjebak pada spekulasi-spekulasi yang menyatakan soal ujian itu bocor. Bahkan, saya juga  menerima sms yang berbunyi “Pak ini ada tawaran soal. Kalau jawaban benar 25 persen, harganya sekian juta, kalau benar 50 persen sekian juta”,” ungkap Nuh. (*)